Aku menggigit bibirku sendiri. Memejamkan mata.
“Kaget, ya?”
Aku menggeleng.
“Mendadak bagi, Mas?”
Aku mengegeleng lagi. Gila ini. Aku berbohong. Sesungguhnya.
Pembicaraan lancar. Aku melupakan status yang disebutkannya. Walau sesekali ingat. Kalau ia janda? Apa aku ndak boleh jatuh cinta. Dengan pandangan pertama. Dan ia asyik diajak berbincang. Lee Ritenour, Dream Theatre, sampai ia menyebutkan Bach, John Sebastian Bach.
“Sebenarnya seneng dangdut.”
Aku menahan jawaban.
“Apalagi ….”
“Kau masih gadis atau sudah janda?”
Ia mengkikik panjang. Dan buru-buru membekap mulut kecil menggemaskan. Ah, tak mungkin itu mulut milik seorang janda. Bah!