[caption caption="Negeri ini dikepung narkoba (infografis: liputan6.com)"][/caption]
Kepala BNN, Budi Waseso mengakui. Bahwa peredaran narkoba justru banyak dipasok atau digerakkan dari dalam LP. Kata lain, sudah tahu, dan bagaimana cara menumpas “pembunuh generasi muda” itu.
Kisahnya panjang. Dan telanjang. Bandar narkoba bisa memasukkan cewek bayaran papan atas untuk keperluan syhawatnya sesaat. Artinya, selain mengendalikan narkoba, mereka para pelaku “daun sorga” itu juga dengan kurangajarnya menampar para petinggi negeri ini di lingkungan HukHAM. Tapi, benarkah mereka tertampar? Jika pada kenyataannya terus saja berlangsung. Hanya bisa meringkus para napi – yang menjagai para pemain narkoba dari dalam Penjara.
Megawati Soekarno Putri:
Saya tetap setuju untuk memberi hukuman maksimal terhadap mereka yang terbukti bersalah dalam peredaran gelap narkoba.
Susilo Bambang Yudhoyono:
Mari sekarang juga kita lakukan perang besar untuk melawan kejahatan narkoba.
Joko Widodo:
Saya ingin ada langkah pemberantasan narkoba yang lebih gencar lagi, yang lebih berani lagi, yang lebih komprhensif lagi dan lakukan secara terpadu.
Sebenarnya, persoalan penanganan napi pelaku/ Bandar narkoba itu apa? Jawabannya klasik. Rata-rata seorang sipir mengawasi 300-400 napi dalam satu blok. Kerepotan. Artinya, seperti disebutkan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia I Wayan Dusak, masih perlu ditambah blok-blok khusus yang punya standar tinggi keamanan seperti Lapas Gunung Sindur. Namun yang mesti disadari, narkobanya sendiri setiap hari dikonsumsi warga negeri ini. Kalah gerak cepat perkembangannya. Mengingat narkoba pipakai oleh segala lapisan masyarakat, yang kadang bisa mencengangkan siapa penggunanya. Terbaru, oleh anggota DPR dan anak mantan Wakil Presiden. Dan adanya transaksi di Perumahan Kostrad. Luar biasa. Menantang perang? Atau …ah, sulit ketemu akal sehat. Bahwa niatan menanggulangi hanya sebatas niatan.
Jika narkoba sudah menabrak-nabrak dalam peredarannya, sehingga menangkap 19 prajurit TNI, 5 Anggota Polri artinya sudah gawat darurat, memang. Seperti tercatat 50. 178 tersangka narkoba yang diamankan Polri. Dan ini kian menyedihkan, tentu.
Fakta yang terjadi adalah narkoba masih saja masuk dari luar negeri. Dengan berbagai cara: lewat darat-laut-udara. Jumlahnya fantastis. Kalau dirupiahkan pun, audzubillah midzalik. Bisa membunuh orang dalam angka yang mencengangkan. Dan yang lebih mencemaskan, tak sedikit oknum-oknum aparat Polisi terlibat. Bahkan bila menyimak dari kalimat ini, sudah masuk ke lingkungan militer. Benar-benar ngajak perang. “Operasi masih terus berlangsung. Kalau yang oknum bukan tentara, seperti polisi dan sipil, penanganannya diserahkan kepada polisi atau BNN. Kalau tentara diproses sesuai hukum militer,” kata Kepala Penerangan Kostrad Letkol (inf) Heru Dwi Wahana.
Masak kita, Negara, kalah dengan kelicikan Bandar narkoba dalam menelikung para sipir yang mengawasi gerak-gerik yang sebenarnya di lingkungan sempit bernama penjara. Jawaban bahwa ada kendala, ada kecerdikan mereka para pelaku narkoba dari dalam penjara, sepertinya menorakkan jalan pikiran kita. Menyesatkan pikiran dua ratus juta isi kepala warga negeri ini.
“Pegang kepala LP!”
Wah, nanti akan kena ke atasannya.
“Sidik atasannya itu!”
Wuih, berat. Masak sampai menterinya.
Ini persis kentut mbulet di sarung. Baunya menjadi menyengat. Namun tak diketahui dari (maaf) silit siapa di antara mereka. Dan kita tinggal menunggu kematian bergelimpangan anak negeri dengan cara yang amat tak senonoh. Dibunuh oleh daun-serbuk-suntik atau apa pun bernama narkoba. Jahat betul! ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H