Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kompasianival, Berani-beraninya Ngundang KutuBuku

10 Desember 2015   05:22 Diperbarui: 10 Desember 2015   07:11 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KutuBuku akan ikut memeriahkan ajang kopdar terbesar komunitas negeri ini. Dan dari komunitas ini ada tiga buku Kompasianer bakal menghiasi Kompasianival 2015.

Yakni:

Sehangat Matahari Pagi,

Mandeh, Aku Pulang

Mengembara ke Masjid-Masjid di Pelosok Dunia.

 

Ya, jangan salah. Buku yang ditulis oleh tiga orang Kompasianer yang berbeda latar belakang: Guru Kehidupan di Kompasiana Tjiptadinata Effendi, Tukang Insinyur Izkandandar Zulkarnain dan Tukang Mesin Pesawat yang sudah mengunjung lima puluh Negara di dunia.

Semua, kebetulan laki-laki, hehehe. Nongkrongnya di booth KutuBuku. Klop, kan? Mereka bisa dikeroyok untuk ditanyai: kenapa nulisnya gitu? Kenapa nggak “begini” saja. Dan seterusnya. Mereka bersedia kok ditanya-tanya, diminta tanda tangannya di buku yang layak disimak para Kompasianer. Juga diajak selfie.

Kenapa? Ya, ndak usah ditanya. Karena mereka yang tergabung dalam KutuBuku mengikuti Kompasiana: sharing en connection. Mereka akan berbagi. Mereka akan nyambung kalau dalam urusan yang satu ini: tulis-menulis dan mbikin buku. Meraka matang, dan … nulis menjadi bagian penting sebagai penyaluran untuk menyumbat “kemampatan” komunikasi.

Pada Pak Tjip, yang muda boleh memanggilnya Opa, deh. Sudah menerapkan Sehari Satu Artikel. Dan sudah membuktikan. Tulisannya melebihi 365 judul dalam setahun. Padahal, Opa sudah berkepala tujuh usianya. Kali ini, memang justru Pak Tjip yang ditulis oleh para sahabatnya: Kompasianer. Pertanda kehadiran Pak Tjip bukan abal-abal, ia menapaki bumi dan menebar kebaikan. Tulisannya, hanya satu kata: inspiratif.

Pada Bang IZ, menggelontor tulisannya. Yang mengherankan ia Tukang Insinyur sungguhan. Berpangkat Insinyur Sipil. Lha kok malah nulisnya, di antaranya, fiksi. Kali ini tepatnya: cerpen. Dikumpulin dan dibukuin. Sehingga ketika dihimpun dalam bukunya perihal “Penghalus Budi” itu mencapai 240 halaman. Cerpennya dengan mengambil setting di pelosok Negeri ini. Digambarkan secara detail.

Pada Taufik Uieks. Lebih ngaco lagi. Keahliannya mengutak-utak mesin pesawat yang nggak bener menjadi bener. Dan saat ngutak-ngutak itu “beres”, ia klayaban. Tempat ngerjain pesawat yang perlu dibenerin nggak di kandang pesawat di Negeri Sendiri Indonesia. Tapi justru di luar negeri. Jadilah ia sambil melepas kepenatannya, “Jalan-Jalan Tak Biasa”. Mengunjungi masjid-masjid. Sejak sebelum ada GPS atawa mesin pelacak tempat itu. Ternyata masjid-masjid itu macem-macem. Ada bekas Penjara, “Sarang Teroris”, malah sudah menjadi tempat wisata. Lha, mau shalat kok disuruh bayar.

Jabanin aja KutuBuku, kalau begitu. Siapa suru ngundang KutuBuku di kompasianival dua hari itu. Nyok! ***

 

foto: dok KutuBuku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun