Meng-copas ….
Hahaha. Entah dari mana. Mungkin dari teman, atau dari mana pun. Bukankah ini era gadget. Sehingga ucapan “selamat lebaran” pun menjadi indah, dan seseorang tiba-tiba bak seorang sastrawan. Yang meloncat dan melambung begitu tinggi dalam berbahasa. Bagus, tentu. Walau atas usaha copas.
Jika saja Hari Raya – bagi umat non muslim pun – punya bahasa yang indah, pertanda seseorang ingin “baik”. Dalam berbahasa. Artinya, ia atau siapa pun telah diperhalus oleh bahasa sastra yang kerap hanya diklaim oleh sastrawan-sastrawan itu. Padahal, Susi atau Anda nggak usah menggaruk-garuk kepala berambut panjang untuk mengutip “kutu” kata mencari ide dalam menyatakan “selamat”nya itu.
Jawaban “biasa-biasa” saja membuat Anda tak pede? Seperti meminta kepada orang dekat untuk menjawabkan SMS yang (mesti) berbahasa indah-tinggi bak bahasa dewa? Nggaklah. Jawaban nurani-sederhana-langsung pun bisa menjadi indah. Kalau dikeluarkan dengan jujur. Dan menjawab “permintaan” maaf yang datang itu dengan kejujuran hati kita sendiri. Tanpa basa-basi yang lebay.
Di era yang digital ini, tak sering-sering menggiring hati kita kepada kepalsuan. Apalagi ini era lebaran, eh …hari-hari yang fitri. Hari yang sudah dilewati kita dengan puasa – jujur dalam menjalankan ibadah yang tak kasat mata, lha wong tampak bibirnya pecah-pecah dan seterusnya kerna menahan haus-lapar.
Selamat lebaran, 1436 H. Maaf lahir dan batin. ***
catatan: gambar di atas pun dari hasil copas majalah TEMPO edisi 20-26 Juli 2015. Maaf, TEMPO.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI