Mohon tunggu...
Thalya NisrinaKhariza
Thalya NisrinaKhariza Mohon Tunggu... Lainnya - Thalya

Talk less smile more

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Hidup Pedagang Siomay di Tengah Covid-19

15 Mei 2020   15:02 Diperbarui: 15 Mei 2020   15:12 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di suatu kampung terdapat seorang pedagang siomay  yang bernama Pak Adi.Pak Adi mempunyai Istri dan 1Anak yang sangat ahli di bidang matematika.Keluarga Pak Adi dapat dikatakan keluarga yang kurang mampu.Oleh karena itu Pak Adi selalu menjual siomay nya untuk mencukupi kebutuhan nya.

Pagi yang cerah daun beterbangan pohon merunduk seperti biasa pedagang siomay itu terus mendorong gerobak siomay dagangan nya

Wajahnya mulai ber keringat yang sedari tadi menyapu kulit tuanya. Sesekali ia berhenti dibawah pepohonan yang rimbun teduh.

Ketika ia mengecek panci dagangannya yang masih penuh dan belum ada yang laku terjual.

Ia kengelap keringat dengan handuk yang ia gantungkan di lehernya lalu kembali mendorong gerobaknya.Tempat demi tempat ia singgahi. Setiap tempat terlihat sama, karena berdiri posko-posko covid-19 di setiap perbatasannya.

Mengingat memang sedang marak dan merebaknya virus yang berhasil mengguncang dunia akhir-akhir ini.

Sementara para pedagang keliling yang mungkin berasal dari beberapa kampung tetangga banyak yang mendapat penolakan atau kesulitan untuk masuk karena jalannya dibatasi portal.Tetapi,Ia harus pulang dengan membawa rupiah. Hanya itu yang ada dalam benak Pak Adi. Tapi sayang, raga rentannya justru tak sepaham dengan inginnya. Kakinya mulai lelah mengayuh. Ia berhenti di sebuah warung kopi kecil pinggir jalan.

Perutnya yang belum terisi sedari pagi sedikit memprotes keberadaannya. Ia bingung, mengingat belum sepeserpun uang yang ia dapat.

Mata sayunya sesekali melirik hamparan ubi goreng dan aneka ragam makanan yang dijual disebuah warung. Tapi apa daya, ia harus mengubur dalam rasa inginnya.

Karena merasa malu, tak berapa lama pak tumin pamit

Pak Adi :Ibu terimaksih
Ibu warung: Tunggu dulu pak! ini saya bungkuskan beberapa gorengan untuk bapak

Pak Adi : Tapi bu, saya tidak punya uang, dagangan saya belum laku sama sekali

Ibu warung: Tidak usah pak, saya ikhlas, ini buat bapak di jalan, saya tahu bapak lapar, dari tadi saya tidak sengaja mendengar suara perut bapak hehe

Pak Adi: Ah terimaksih bu terimakasih...

Ibu warung: Sama-sama pak

Pak Adi : Kalau begitu saya pamit bu

Wajah Pak Adi sedikit senang melihat beberapa gorengan yang dibungkus plastik tersebut.Sebenarnya bisa saja ia memakan dagangannya sendiri untuk sekadar memuaskan rasa laparnya.

Tapi ia berpikir bahwa jika siomay-siomay itu berhasil ditukar dengan uang, maka ia bisa merasakan rasa kenyang dan rasa bahagia itu bersama anak dan istrinya juga.

Tak jauh kemudian ia berhenti untuk menyantap gorengan pemberian tadi.Ia membuka bungkusan itu, terlihat ada 5 buah gorengan yang sudah dingin. Ia melahap satu buah gorengan ubi sambil membaca tulisan yang ada dalam koran pembungkus tersebut. Ia menjumpai sebuah puisi yang isi nya tentang covid-19.

Bergetar hatinya membaca buah pena seorang Gus Mus. Benar memang, dengan adanya virus ini kesombongan manusia menunduk, semua orang sibuk bukan hanya dengan dirinya sendiri tapi untuk dirinya sendiri.

Pak Adi sampai-sampai tak sadar satu buah gorengan ubi sudah habis dilahapnya. Ia hendak mengambil lagi gorengannya, tapi, ia teringat anak istrinya yang di rumah.

Ia kembali merapihkan gorengan tersebut agar ia bawa pulang untuk anak istrinya. Lalu ia bergegas kembali mendorong gerobaknya mengingat hari sudah menjelang sore.

Dorongan gerobak mengantarkan pada tempat berikutnya. Di posko covid-19 perbatasan suatu kampung.

Pak Adi : kling...klingg...siomayy...siomay...

Warga 1: Pak...pak...Bapak orang kampung sini?

Pak Adi: Oh bukan,saya hanya ingin menjajahkan siomay ke kampung ini.

Warga 2: Oh..kalau begitu ya maap maap lah pak, sekarang kan lagi darurat virus corona, jadi sebagai antisipasi setiap orang yang bukan warga sini harus diperiksa atau bahkan dilarang masuk.

Pak Adi :Iya saya paham betul situasi saat ini, tapi saya cuma mau jualan. Tetapi,hari ini saya sudah keliling beberapa kampung dan sama sekali tidak ada yang beli,

Jadi mungkin saya bisa menjemput rizki allah di kampung ini. (Tersenyum lelah)

Hansip: Iya... iya saya paham pak,tapi ini bentuk pencegahan penularan penyakit agar warga kampung kami nyaman dan aman ini

Pemuda 2: Yasudah begini saja pak, bapak saya periksa dulu sebagai bentuk laporan orang yang masuk desa.Silahkan duduk,Pak!

Pak Adi : Oh iya a. Uhukuhuk!! (Batuk)

Warga 2: Stop pak! Menurut buku yang saya baca, salah satu gejalanya penyakit ini adalah batuk. Jadi sudah cukup. Bapak tidak perlu melapor. Sebaiknya bapak jualan di kampung lain saja.

Pak Adi : Tapi saya sehat sehat saja a.

Warga 1: Iya, tapi kan ada beberapa orang positif corona tanpa gejala juga.Tolong hargai kami pak.Kan kita tidak tahu bapak membawa virus itu atau tidak?

Pak Adi:Waduh,kalau begini caranya, pedagang kaya saya tidak bisa makan setiap hari. Di rumah, anak dan istri saya menunggu saya pulang membawa beberapa rupiah untuk bertahan hidup.

Warga 2: Aduh bapak ini ngomong apa sih? Kaya yang tidak percaya allah saja. Nih pak, saya beritahu, yang namanya orang hidup itu pasti diberi rizki sama yang maha kuasa. Jadi bapak tidak usah khawatir.

Pak Adi:Iya,saya tahu itu. (Tersenyum) kalau begitu, berarti kamu juga tidak percaya allah ya?

Warga 2: Loh kok begitu?

Pak Adi :Iya. Bukankah hidup dan mati seseorang sudah ditentukan oleh allah.

Hansip: Iya betul, tapi kan kita harus ikhtiar. Dan ini salah satu bentuk ikhtiar kami pak.

Pak Adi :Kalau begitu, berjualan di sini juga salah satu bentuk ikhtiar saya untuk menjemput rizki allah pak (tersenyum). Permisi.

Hari sudah gelap,matahari sudah terbenam,malam hampir larut hanya Rp. 15.000 yang tersimpan di sakunya. Sesampainya di rumah.

Pak Adi : Assalamualaikum.

Istri: Waalaikumsalam. Yah? Kok sampai isya baru pulang?

Pak Adi : Iya bu, tadi ke Masjid dulu.

Istri: Oh..Bagaimana yah? Dapat berapa?

Pak Adi:Ini bu hanya 15 ribu. Ini pun dibeli ustad somad di masjid tadi.

Istri: Alhamdulillah yah, kebetulan beras sudah mau habis, bisa untuk beli beras sedapatnya saja

Sang suami menangis tersedu mencaci ketidak mampuannya.

Istri: tidak apa-apa yah...insya allah, ada rizki untuk besok. (memeluk)

Seorang anak  Pak Adi yang bernama Danis mendengar pembicaraan kedua orang tuanya itu,lalu anaknya berfikir bagaimana dia bisa membantu orang tuanya mencari nafkah untuk kehidupan nya sehari-hari.

Anak nya pun mengingat kemampuan nya itu yang pintar di bidang matematika,dan dia berfikir untuk membuka kelas les matematika untuk anak SD karena di sekitaran kampungnya banyak anak yang masih duduk di bangku SD

Ketika besok paginya danis menempelkan poster yang bertuliskan "dibuka les matematika anak SD dan bisa juga mengajarkan pr anak SD *bayar se ikhlas dan semampunya"dan menyiapkan meja dan tikar di halaman rumahnya,waktu demi waktu banyak ibu-ibu yang lewat didepan rumahnya dan melihat usaha danis tersebut,akhirnya banyak ibu-ibu dan anak-anak nya yang berdatangan untuk mengikuti kelas les tersebut.

Hari pun mulai sore,saatnya danis menutus kelas les matematika nya itu dan dia menghitung rupiah hasil jerih payah nya hari ini.

Danis :Alhamdulillah,hasil hari ini aku dapat uang Rp 95.000-, setidaknya aku bisa membantu orang tua ku untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari

(Ibu dan Ayah nya tidak sengaja mendengar ketika dia berbicara seperti itu)

Pak Adi:Danis ayah bangga denganmu,kamu bisa membantu ayah dan ibu mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan.Terima kasih ya nak

Istri pak Adi :Iya danis ibu juga bangga,terima kasih ya nak.Yasudah kalo begitu kamu mandi dan sholat magrib dulu ya

Danis:Iya ayah dan ibu sama-sama(sambil tersenyum)Yasudah aku mandi dan sholat dulu ya

Pak Adi dan istrinya :iya nak

(Selesai)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun