Mohon tunggu...
THALITA SYAHDA
THALITA SYAHDA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Program Studi Biologi

hobi membaca, menonton film dll.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya Muhammadiyah

2 November 2024   16:30 Diperbarui: 12 November 2024   21:24 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah dan Peran KH. Ahmad Dahlan

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada 18 November 1912 di Yogyakarta. Organisasi ini lahir di tengah-tengah tantangan sosial, politik, dan keagamaan yang dialami masyarakat Indonesia akibat penjajahan Belanda. Berbeda dengan organisasi tradisional pada masanya, Muhammadiyah memiliki visi untuk memperbarui ajaran Islam dengan kembali kepada sumber aslinya, yakni Alquran dan Hadis. Kehadiran Muhammadiyah menjadi awal gerakan modernisasi Islam di Indonesia, yang tidak hanya fokus pada pemurnian ajaran agama tetapi juga mencakup aspek sosial, pendidikan, dan ekonomi.

B. KH. Ahmad Dahlan dan Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah

Pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan, lahir dengan nama Muhammad Darwis di Yogyakarta pada tahun 1868. Beliau dikenal sebagai ulama yang memiliki semangat besar dalam memperjuangkan ajaran Islam. Pendidikan agamanya ditempa di berbagai pesantren di Jawa, serta di Makkah selama lima tahun. Di sana, ia belajar dari berbagai ulama besar dan melihat bagaimana umat Islam di luar Indonesia menjalankan agamanya dengan disiplin. Pemahaman KH. Ahmad Dahlan tentang Islam yang murni dan modern ini menjadi landasan utama bagi perjuangannya di tanah air.

Sepulangnya dari Makkah, KH. Ahmad Dahlan melihat bahwa banyak ajaran Islam di Indonesia yang tercampur dengan tradisi dan kepercayaan lokal yang tidak sesuai dengan prinsip tauhid. Masyarakat pada masa itu banyak yang masih percaya kepada benda-benda keramat, melakukan ritual yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam, dan menjalankan praktik keagamaan yang bercampur dengan syirik. Melihat kondisi ini, beliau merasa perlu mendirikan sebuah organisasi yang dapat memberikan pemahaman Islam yang benar dan murni kepada masyarakat. Inspirasi tersebut juga muncul dari kajiannya terhadap surat Al-Mā’ūn, yang memotivasi beliau untuk mengimplementasikan ajaran Islam secara langsung dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam membantu mereka yang membutuhkan.

C. Visi dan Misi Muhammadiyah

Muhammadiyah didirikan dengan tujuan untuk mereformasi ajaran Islam dan mengajak umat kembali kepada Alquran dan Hadis sebagai sumber utama. KH. Ahmad Dahlan percaya bahwa umat Islam harus meninggalkan kepercayaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti takhayul, bid’ah, dan khurafat, atau yang sering disingkat dengan TBC. Untuk menghilangkan praktik-praktik tersebut, Muhammadiyah berfokus pada pendidikan dan dakwah yang langsung menyentuh masyarakat.

Di bidang pendidikan, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang mengajarkan ilmu pengetahuan umum dan agama secara seimbang. Ini adalah sebuah terobosan, mengingat pada masa itu pendidikan modern di Indonesia masih terbatas dan sebagian besar hanya bisa diakses oleh masyarakat kelas atas atau pribumi yang bekerja untuk pemerintah kolonial. Sekolah-sekolah Muhammadiyah pun tumbuh pesat, dengan metode pendidikan yang berbeda dari pesantren tradisional pada umumnya, karena mereka memasukkan pelajaran umum di samping pelajaran agama.

Di bidang sosial, KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah mengedepankan konsep dakwah yang berfokus pada amal nyata. Melalui inspirasi dari Al-Mā’ūn, beliau mendirikan berbagai lembaga sosial seperti panti asuhan, rumah sakit, dan klinik kesehatan. Hal ini bertujuan untuk membantu masyarakat miskin yang seringkali terpinggirkan oleh pemerintah kolonial. Muhammadiyah juga mengajak umat Islam untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar dan berkontribusi dalam pembangunan masyarakat yang lebih sejahtera.

D. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam Keagamaan, Kemasyarakatan, dan Kenegaraan

Pemikiran KH. Ahmad Dahlan mencakup tiga aspek penting, yaitu keagamaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan. Di bidang keagamaan, beliau menekankan pentingnya memahami Alquran dan Hadis sebagai pedoman hidup. KH. Ahmad Dahlan sangat prihatin dengan banyaknya ritual yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, sehingga ia berupaya mengembalikan masyarakat kepada pemahaman Islam yang murni. Pendekatan ini sering kali berhadapan dengan penolakan dari masyarakat yang sudah lama menjalankan tradisi tertentu, namun beliau tetap menjalankan dakwahnya dengan sabar dan tanpa kekerasan.

Dalam aspek kemasyarakatan, KH. Ahmad Dahlan berprinsip bahwa umat Islam harus saling membantu dan menjaga kebersamaan. Ia selalu mengingatkan masyarakat akan pentingnya amal kebaikan dan memperingatkan mereka agar tidak terjerumus dalam perilaku yang dapat merusak hubungan sosial. Kepedulian KH. Ahmad Dahlan terhadap kemiskinan dan ketimpangan sosial tercermin dalam berbagai kegiatan sosial Muhammadiyah, seperti bantuan untuk kaum dhuafa dan program pemberdayaan masyarakat.

Sementara itu, di bidang kenegaraan, KH. Ahmad Dahlan memandang umat Islam harus berperan aktif dalam membangun negara yang adil dan sejahtera. Menurutnya, agama tidak hanya urusan pribadi, tetapi juga harus memiliki dampak positif bagi bangsa. Hal ini diwujudkan melalui berbagai aktivitas Muhammadiyah yang berkontribusi dalam pendidikan dan kesehatan, sehingga masyarakat Muslim dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan nasional.

E. Faktor-faktor Berdirinya Muhammadiyah

Berdirinya Muhammadiyah dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yang terbagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Faktor Subjektif:
Faktor subjektif utama adalah kecintaan KH. Ahmad Dahlan terhadap Alquran. Beliau sangat tekun mengkaji Alquran secara mendalam dan termotivasi untuk mengajak masyarakat mempraktikkan ajaran Islam secara murni. Kajian mendalam terhadap surat Ali Imran ayat 104 mendorongnya untuk membentuk sebuah organisasi yang teratur, yang memiliki misi dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar.

2. Faktor Objektif:
a. Internal: Ketidakmurnian amalan Islam di Indonesia akibat tercampurnya ajaran Islam dengan tradisi dan kepercayaan lokal yang bertentangan dengan tauhid. Hal ini menimbulkan banyak praktik yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti kepercayaan pada benda-benda keramat dan praktik-praktik syirik lainnya.
b. Eksternal: Kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang terpuruk akibat penjajahan, terutama dalam aspek pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Penjajahan Belanda menyebabkan banyak kemunduran yang menyulitkan masyarakat Muslim dalam menjalankan ajaran Islam dengan baik.

F. Kesimpulan

Seiring berjalannya waktu, Muhammadiyah terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar yang diajarkan oleh KH. Ahmad Dahlan. Dengan semangat reformasi dan pemurnian ajaran Islam, Muhammadiyah berperan penting dalam pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hingga saat ini, Muhammadiyah tetap menjadi salah satu organisasi terbesar yang membawa manfaat nyata bagi masyarakat, serta menjadi pilar penting dalam pembangunan Indonesia yang modern dan berkeadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun