Namun, harapanku kandas  begitu saja karena aku malah ditenggelamkan ditengah kolam renang dan langsung ditinggalkan begitu saja, beruntungnya aku masih bisa kembali keatas setelah berusaha dengan segenap jiwa raga, kalo engga kayanya aku ga mungkin cerita ini deh.
 Sosial media juga menjadi salah satu hal yang malas aku buka, karena disana aku juga sering di Bully dengan berbagai hujatan Body Shamming yang biasanya dilontarkan oleh seseorang yang aku benci sampai saat ini, mereka adalah Badar dan Arif. "Dasar Item, Jelek," tulisan komentar yang memenuhi beranda Facebookku yang tak lain-tak bukan pelakunya adalah mereka.
Kehidupanku saat sekolah dasar cukup membuatku merasa seperti orang gila yang kesepian, sehingga pada saat masuk ke Sekolah Menengah Pertama aku berencana merubah kepribadian untuk menjadi seorang yang kuat agar orang lain tidak berani merendahkan dan menggangguku. Namun, hal ini justru membuat aku menjadi sedikit keras kepala, egois dan mulai merasakan gangguan emosional. Terbukti baru saja dua minggu aku bersekolah, aku langsung mendapatkan panggilan guru Bimbingan Konseling karena berbagai masalah.Â
Namun, pada saat SMP inilah aku mulai memiliki teman dekat yakni Oca, Answi, dan Aulia. aku juga mulai aktif disalah satu ekstra kurikuller bernama 'Disiplin'. Sehingga memaksaku menjadi seseorang yang idealis serta tegas untuk bisa membantu siswa lainnya menaati peraturan. Sehingga banyak teman-teman yang tidak suka denganku.
Selain itu, aku juga mengikuti kegiatan di luar kelas yakni 'Karate', saat dikarate aku memiliki hal-hal yang hampir sama dengan kisah sebelumnya. Bima yang merupakan teman Karateku yang selalu iri kepada segala pencapaianku atau ia yang selalu berlagak 'si paling' dalam segala hal. Bima ini memiliki ayah yang notabbennya adalah pemiliki sanggar Karate  dengan didampingi oleh Si Han, sensei Iman, dan Sensei Firman. Dengan segala permasalahan legalitas tempat Karate membuatku dan teman-teman lainnya keluar dari tempat tersebut.Â
Hal ini membuat Bapak Bima marah dan menyudutkan aku seolah-oleh akulah provokatornya. Bukan hanya kata-kata yang menyakitkan, bahkan ilmu hitam pun sudah kuterima dari Bapak Bima dan Si Han. Diasingkan pada saat perpisahan sekolah merupakan penutupan masa SMP yang membuatku semakin menjadi, aku mulai sukar bersosialisasi, bahkan tingkat bicara sendiri sudah semakin menjadi sampai fluktuasi emosi yang tak terbendung lagi.
Lagi-lagi aku mau merubah diriku saat masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan style yang berbeda, saat itu aku memakai baju Syar'I agar terkesan memiliki pribadi yang baik. Bukan pujian, malah ujian kembali yang aku dapatkan. Aku malah sering disebut dan diteriaki "Syiah," oleh Gilang teman sebangkuku. Ataupun aku sangat diasingkan seperti seorang teroris yang dipandang aneh oleh teman-teman se-angkatanku.Â
Pada saat inilah aku menjadi semakin parah dengan kondisi yang sangat sering berbicara sendiri, emosi yang tidak stabil, kesepian, sulit senyum sampai suatu ketika pada saat jam pelajaran sunda "Senyum dulu atuh Lam," celetuk Ibu Yuyun sambil mengerutkan dahi. Hal yang sama juga terjadi kembali yakni Perpisahan SMA yang ternyata wajib diikuti, aku malah diasingkan, dijauhi, dan direndahkan, kayaknya lama-lama aku udah bersahabat deh sama kebiasaan ini.
*POV NILAM END*
"Demi apa?!" kataku sambil tercengang mendengar cerita seseorang yang luar biasa gila. "Jadi, itu hal yang jadi pemicu kamu punya penyakit mental Lam?" sambungku sambil bertepuk tangan karena terlalu bersemangat mendengar cerita Nilam. "Yaa begitu deh.." jawabnya dengan nada yang sedikit di ayun, "Ya, tapi terlepas dari gen mamaku yaa," celetuknya sambil menyeruput energen yang baru saja disiapkan oleh petugas piket. "Terus, teruss gimana kelanjutannya sampe kamu tau" pungkasku dengan semangat ingin mendengar cerita kelanjutannya.
*POV NILAM*