Mohon tunggu...
Teuku Parvinanda
Teuku Parvinanda Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati kebijakan aneh nan menyimpang yang menyengsarakan rakyat

Nulis aja

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Oposisi Ditinggal, Rakyat Tanpa Suara

20 Agustus 2024   13:57 Diperbarui: 22 Agustus 2024   09:17 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di negara-negara Eropa Barat, seperti Jerman atau Inggris, peran oposisi di parlemen sangatlah penting dalam menjaga akuntabilitas pemerintah. 

Ketika di Jerman, sistem koalisi multiparti memungkinkan partai kecil tetap memiliki suara dalam pemerintahan. Di Inggris, konsep Her Majesty's Loyal Opposition memberikan tempat resmi bagi oposisi untuk menantang kebijakan pemerintah.

Dampak Hilangnya Oposisi
Ketika oposisi melemah, risiko terhadap demokrasi dan kesejahteraan rakyat meningkat. Di Filipina, di bawah kepemimpinan Presiden Rodrigo Duterte, serangan terhadap oposisi politik dan media berujung pada pengurangan kebebasan sipil dan meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia. 

Situasi ini mengakibatkan rakyat semakin sulit menyuarakan aspirasi mereka, dan kebijakan yang dihasilkan sering kali tidak berpihak kepada kepentingan publik.

Di Indonesia, contoh lain dapat dilihat pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto. Dengan tidak adanya oposisi yang efektif, pemerintahan Orde Baru berlangsung tanpa kritik berarti selama lebih dari tiga dekade. 

Akibatnya, korupsi merajalela, kebijakan otoriter diberlakukan, dan aspirasi rakyat ditekan. Rakyat akhirnya kehilangan kepercayaan terhadap sistem politik, dan krisis ekonomi 1998 memicu jatuhnya rezim tersebut.


Demokrasi Tanpa Oposisi, Rakyat Tanpa Suara
Perubahan politik Indonesia pasca-Pemilu 2024 mengindikasikan risiko serius terhadap demokrasi jika oposisi terus melemah. 

Tanpa oposisi yang kuat, tidak ada mekanisme efektif untuk menyeimbangkan kekuasaan dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil pemerintah benar-benar merefleksikan aspirasi rakyat.

Demokrasi yang sehat membutuhkan oposisi yang aktif dan kuat sebagai suara kritis yang menuntut akuntabilitas, transparansi, dan representasi yang adil. 

Demokrasi yang berjalan tanpa oposisi berisiko menjadi autopilot, di mana penguasa berjalan tanpa arahan dari rakyat. Ketika oposisi mulai ditinggalkan, kita harus bertanya apakah rakyat masih memiliki suara dalam sistem ini atau malah menjadi monopoli kekuasaan yang tak terbantahkan?

Jika rakyat dibiarkan tanpa oposisi, suara mereka tidak akan didengar, dan politik akan menjadi monopoli kekuasaan yang semakin jauh dari nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun