Mohon tunggu...
Teuku Azhar Ibrahim
Teuku Azhar Ibrahim Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Program Manager FDP

Lahir di Sigli Aceh, Menyelesaikan study bidang Filsafat di Univ. Al Azhar Cairo. Sempat Menetap Di Melbourne dan berkunjung ke beberapa negara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mahmoud Syaltout: Modernisasi Interprestasi Fiqih Islam

17 Desember 2023   18:26 Diperbarui: 17 Desember 2023   19:25 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagian dari kajian Islam sangat progresif adalah fiqih karenan bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu membutuhkan modifikasi dan interprestasi baru setiap zaman. Zaman terus berubah dan masalah yang sama punya visi berbeda dan tentunya perlu solusi sesuai zaman. Ada juga  bagian dari agama  tetap, tidak ada peruban sampai hari kiamat. Sebaliknya hukum fiqih  berkaitan dengan muamalah secara khusus terus berinovasi hingga kiamat. Cara pandang terhadap Islam secara keseluruhan terus berkembang sehingga pesan Islam sebagai Rahmat untuk semestas alam dapat terwujud.

Fiqih Islam terkandung  usul/pokok  ( tidak berubah) dan furu/cabang ( punya peluang untuk berbeda penafsiran dan perubahan dalam memahami),  dan  Para fuqaha  punya ruang modifikasi dan reformasi lewat  fatwa atas  prinsip dasar dan cara yang disepakati, untuk merespon tuntutan zaman. Persepsi manusia, pikiran manusia, dan kepentingan manusia di segala zaman terus berkembang dari masa ke masa.  Penafsiran yang dilakukan oleh para fuqaha berdasarkan  kaidah-kaidah hukumnya yang telah ditetapkan oleh syariat melalui teks (nash)  atau alasan yang sesuai dengan syariat melalui proses akal sehat dengan ijtihad.

Penafsiran modernis tersebut sebenarnya bukan hal baru dalam sejarah peradaban pemikiran Islam, lahirnya perbedaan mazhab buktinya nyata modernisasi interprestasi  figih, kajian ulang ayat-ayat Al Quran lewat penafsiran baru, dan itu diterima oleh jumhur ulama dan ummat Islam. Inilah yang dimaksud moderinisasi Islam, reformasi tradisi-tradisi lama, itu tidak menjadikan Islam sebagai sebuah agama baru, justru mengembalikan Islam pada tujuan Allah mengutus Nabi Muhammad saw. Moderasi ini selayaknya tidak hanya berhenti pada diskusi saja, atau sekedar kajian historis, tapi menjadi  tradisi keilmuan Islam untuk terus melakukan ijtihad dan penafsiran sesuai dengan lagam zaman.  Oleh karena itu, cabang-cabang fiqih sebagai asas hukum Islam, dari masa ke masa merupakan satu kesatuan saling melengkapi, tidak mungkin dipisahkan secara utuh dengan cara apa pun, Karena semuanya merupakan gabungan dari beberapa bagian kemudian disebut dengan fiqih Islam. Prosesnya sama, dibangun atas dasar-dasar nash, dan kaidah yang telah disepakati. 

Jika ijtihadi meninggalkan atau menghapuskan mazhab-mazhab fiqih yang sudah establish, dan ijtihadi berdiri sebagai sebuah fiqih baru. Ini juga akan  kehilangan arah sebagaimana menutup pintu ijtihad menjadikan Islam agama yang stagnan. Jika Umat Islam tidak punya jalan keluar dari persoalan-persoalan baru yang dihadapi setiap zaman. Fiqih Islam harus punya solusi dari setiap masalah umat manusia, tidak ada pertanyaan tanpa jawaban logis berasas nash. Oleh karena kehadiran ulama reformis, modernis suatu kebutuhan setiap zaman di era Islam mana pun, tidak ada masalah kehidupan tanpa solusi fiqih.  Dan sepanjang  zaman dalam sejarah Islam selalu lahir seorang ulama punya kemampuan menafsirkan kembali nash secara modernis, dan diatara para ulama tersebut Imam Besar Syeikh Mahmoud Shaltout. Beliau telah melalui perjuangan panjang untuk mencapai cita-cita pembaharuan, tetap menjaga nilai-nilai  luhur masyarakat.

Demikian landasan berfikir Mahmoud Shaltout dalam membangun kerangka berfikir untuk menciptakan sebuah perubahan dan menyesuaikan Islam sebagai jalan hidup (way of life)  sepanjang abad dan Islam rahmatan bagi semesta alam.  Proses penyesuain dalam reformas tersebut adalah sebuah cara berfikir modernis. Menurut kamus Bahasa Indonesia, modern bermakna; sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.

Profil dan Sejarah Perjuangan Mahmoud Shaltout.

Mahmoud Shaltout adalah seorang imam, ulama, peneliti, dan pemikir berwawasan luas, seluruh hidupnya dihibahkan untuk ilmu, penelitian, dan pemikirannya mewarnai pemikiran Islam moderen dan mewarnai para faqih moderen, beliau seorang peneliti yang inovatif,  pengkhotbah mencerahkan, penafsir yang membawa ide baru, ahli fiqih, dan ahli bahasa dengan nama lengkap Mahmoud bin Muhammad bin Abdul Hadi Shaltut. Lahir  pada tanggal, 5 Syawal 1310 H, bertepatan, 22 April 1892, di desa Manshiyat Bani Mansour (Minyat Bani Mansour), Propinsi Beheira Mesir.

Ketika Syekh Muhammad Mustafa Al-Maraghi diangkat menjadi Syekh Al-Azhar pada tahun 1928 dan beliau  melihat Mahmoud Shaltout memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kecintaannya terhadap reformasi dan modernis. Mahmoud Shaltout ditarik ke Kairo dan diberi tugas sebagai   dosen di tingkat lebih tinggi, hingga Syekh Al-Azhar mengangkat sebagai pengajar di Jurusan Khusus pada tahun 1930 untuk mengajar bagi mereka yang memegang Sertifikat Internasional.  Ketika Imam Al-Maraghi, Syekh Al-Azhar  menyampaikan nota reformasinya kepada penguasa pada saat itu, Syekh Mahmoud Shaltout  pendukung utama dari kalangan Al-Azhar, dan nota tersebut memuat rencana reorganisasi Al-Azhar. Untuk mendukung ide reformasi tersebut,  Syekh Mahmoud Shaltout menulis beberapa artikel di surat kabar harian Al-Seyassah yang menarik perhatian massa untuk memperluas dukungan  terhadap memorandum reformasi dan pelaksanaanya.

Salah satu ide reformasi fiqih Mahmud Syaltut, ketika  Majlis Tertinggi Al-Azhar memilihnya sebagai anggota delegasi yang mewakili Al-Azhar di Konferensi Perbandingan Hukum Internasional di Den Haag, Belanda.

               Syekh Mahmoud Shaltout mempresentasikan hasil penelitiannya (Peran Hukum Perdata dan Pidana dalam Syariah Islam), dan penelitian itu mendapat apresiasi dari para anggota konferensi, dan  berdasarkan penelitian itu, Konferensi Den Haag  memutuskan:

1- Mempertimbangkan Hukum Syariat Islam sebagai sumber perundang-undangan publik modern.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun