Di ruang tunggu
Suara-suara menggema menyebut Kalam-Mu
Sekeliling terlihat lesu
Mendadak kelu
Di ruang tunggu
Suara tangisan sahut-menyahut menyatu
Berusaha tegar tetapi tak mampu
Rapuh
Tak mampu
Tak mau
Tak mampu
Tak mampu
Orang-orang sibuk menengadah tangan
merapal doa-doa untuk yang dicinta
Harap dan cemas membabi buta
Melihat tubuh kecilmu lemah tak berdaya
Tiba-tiba kalimat istirja menggema
Dadaku semakin sesak tak terkira
Aku hampa
Tak berdaya
Tak bernyawa
Ribuan belati seakan menikam dada
Nafasku terengahÂ
Aku menyerahÂ
Aku pasrah
"Tuhan, mengapa Engkau selalu mengambil apa yang kucinta?"
Sungguh aku tak rela
Aku tak bisa
Aku seperti mati berulang kali
Melihat orang-orang tercinta hilang tanda
Melebur bersama kenangan yang tercipta
Rindu yang menggila
Tetapi, Engkau menenangkanku dalam hal segala. Engkau berkata;
"Demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tidak pernah meninggalkanmu, tidak pula membencimu."
Aku membeku
Jiwaku terpaku
Engkau menenangkanku sekali lagi
"Sesungguhnya hari kemudian itu, lebih baik bagimu."Â
Aku Bisu
Aku Malu.
Bukankah Semua hanyalah Titipan, kataku
Tapi mengapa begitu menyesakkan ketika menyaksikan orang terkasih kembali padaMu
Allah, bantu diriku Ridha
Bantu aku merelakan
Bantu aku mengikhlaskan
Alfatihah, untuk almarhumah tercinta
18 Syawal 1445 H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H