Memasuki Pasir Limo dan Pasir Limo 2, jalur mulai menanjak dengan tajam. Keringat membanjiri tubuhku, namun tekadku tidak goyah. Gunung Hamerang, dengan puncaknya yang menjulang setinggi 1.111 meter di atas permukaan laut, adalah tantangan berikutnya. Pendakian ini bukanlah hal yang mudah, namun pemandangan dari atas memberikan kepuasan yang tak terlukiskan.
Aku terus berlari, menembus Pasir Jambe Atas, Gunung Sarongge, hingga mencapai Pasir Kumis. Kaki terasa semakin berat, tapi tekad justru semakin kuat. Aku tahu bahwa setiap langkah yang kuambil adalah lambang dari kebebasan, dari kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para pahlawan dulu.
Ketika sampai di Pasir Ceri, tubuhku hampir menyerah. Namun, pikiranku tetap fokus, tertuju pada Pink Lagoon, tujuan berikutnya sebelum kembali ke Pasir Pete. Warna merah muda air laguna seakan memberikan semangat baru, menandakan bahwa garis finish sudah semakin dekat.
Akhirnya, setelah berjam-jam berjuang, aku kembali ke Bukit Pasir Pete. Langit sudah berubah menjadi biru cerah, sinar matahari menyoroti setiap peserta yang berhasil menuntaskan rute penuh tantangan ini. Kelelahan yang melanda tubuhku seketika hilang digantikan dengan rasa bangga dan bahagia.
Dengan napas yang masih terengah-engah, aku menatap bendera yang masih berkibar di atas sana. Aku tersenyum, kali ini lebih lebar, lebih tulus.
"Ini untukmu, Indonesia," ucapku pelan. Dan dengan itu, aku merasakan bahwa perjuangan hari ini adalah sebuah penghormatan---tidak hanya untuk para pahlawan, tetapi juga untuk diriku sendiri.
Tak lama setelah itu, aku dan peserta lainnya disuguhi nasi tumpeng kemerdekaan. Tak lupa kita juga bersama-sama menikmati segarnya es cincau khas perbukitan Sentul. Warna-warni tumpeng dengan lauk-pauk yang melimpah seakan menjadi penutup yang sempurna untuk perjalananku hari ini. Aku duduk bersama pelari lain, saling berbagi cerita dan tawa, merayakan kemenangan atas diri sendiri dan momen kebersamaan yang terjalin di tengah-tengah keindahan alam Indonesia.