Stasiun Cawang di Kamis  3 Oktober 2024 sore, ramai seperti biasa. Ini adalah pemandangan sehari-hari di jam pulang kerja. Jadi tidak aneh dan tidak perlu heran. Penumpang menumpuk di peron. Ada yang berdiri di bibir peron, ada juga yang duduk sambil menunggu kereta ke arah Stasiun Bogor memasuki Stasiun Cawang.
Saya dan kawan saya, Dewi Syafrianis, menyeberangi peron dengan tujuan ke mushala. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.45 WIB. Kebetulan kami belum shalat Ashar seusai menghadiri agenda kegiatan di Central Park Mall, Tanjung Duren, Jakarta Barat.Â
Kami menumpang bus Transjakarta koridor 9 dari Halte Tanjung Barat (sebelumnya Mall Taman Anggrek) lalu turun di Halte Cikoko (sebelumnya Cikoko - Stasiun Cawang). Halte yang terintegrasi dengan Stasiun Cawang.Â
Seusai shalat Ashar kami tidak menyeberang ke peron arah Stasiun Bogor. Kami memasang telinga untuk mendengarkan informasi yang disampaikan petugas. Informasi mengenai kereta yang hanya sampai Stasiun Manggarai.Â
Petugas pun menginformasikan kereta yang masuk di peron 1 adalah kereta tujuan Jakarta Kota. Sedangkan kereta yang hanya sampai Stasiun Manggarai di belakang kereta yang akan masuk.Â
Mendengarkan informasi ini, kami saling melepas senyum lalu berjalan ke peron 1 paling depan. Mengapa paling depan? Karena pintu keluar Stasiun Cawang, tujuan kami turun, berada dekat gerbong paling belakang. Jadi, ketika kereta balik ke arah Stasiun Bogor, posisi jadi berubah. Semula gerbong depan menjadi gerbong belakang.Â
Setelah kereta tujuan Stasiun Jakarta lepas landas dari Stasiun Cawang, tidak lama kereta yang hanya sampai Stasiun Manggarai pun berhenti. Kami pun naik. Penumpang tidak begitu ramai sehingga kami leluasa memilih tempat duduk. Kami memilih di tengah agar duduk bisa lebih nyaman dan terbebas dari "interupsi". Kereta pun melaju meninggalkan Stasiun Cawang.
***
Siapapun pengguna kereta Commuterline pasti paham betul pulang naik kereta di jam sibuk atau di jam-jam pulang kerja, penumpang pasti penuh dan berdesak-desakan. Tidak jarang, malah tidak bisa terangkut karena tidak bisa lagi menyempil. Jangankan untuk duduk, berdiri saja tidak ada celah.
Kalau sudah begini, mau tidak mau harus mengalah dengan menunggu kereta selanjutnya. Sudah bisa diduga tentu saja kereta masih dalam keadaan penuh. Kalau sudah terdesak waktu, mau tidak mau ya naik saja.Â
Tidak apa-apa berdiri, tidak apa dalam keadaan lelah, dan tidak berharap dapat duduk karena semuanya juga dalam keadaan lelah. Terpenting cepat sampai rumah. Titik! Kalau penumpang skala prioritas, mungkin jadi pengecualian.
Kalau dulu, zamannya masih ada kereta ekonomi, ada cara agar saya bisa duduk di kereta saat jam pulang kerja. Ya apalagi kalau bukan menunggu kereta yang hanya sampai Stasiun Manggarai lalu balik lagi ke arah Stasiun Bogor. Cuma, ya begitu, peminatnya banyak. Jadi nasib-nasiban bisa dapat duduk. Saling rebut dan saling sodok. Jadwalnya juga tidak sepasti di saat sekarang ini.
Cara lainnya dengan ikut naik kereta yang ke Stasiun Jakarta Kota sebagai stasiun akhir dari Stasiun Manggarai. Kebetulan kantor saya ada di sekitar Pulogadung, Jakarta Timur. Saya pulang biasanya dari Stasiun Manggarai.Â
Biasanya, penumpang yang ke arah Stasiun Jakarta Kota tidak ramai penumpang. Jadi ketika ada penumpang yang turun masih bisa dapat duduk, meski juga harus berprinsip "siapa cepat, dia yang dapat".
Sesampainya di stasiun akhir, saya tidak turun, baru melanjutkan perjalanan ke arah Stasiun Bogor dengan kereta yang sama. Tidak apa-apa menunggu jeda agak lama. Tidak apa-apa juga sampai rumah lebih lambat dari biasanya. Terpenting, saya dapat duduk. Syukur-syukur bisa bobo cantik.
***
Zaman sudah berubah, tahun demi tahun berganti, jumlah penumpang semakin bertambah. Meski stasiun dan kereta sudah berbenah menjadi lebih nyaman, namun yang namanya "fenomena" kepadatan penumpang ya sama saja. Terutama di jam-jam sibuk pulang kerja.
Dari peron hanya sampai 10 gerbong lalu diperpanjang menjadi 12 gerbong, kalau di jam sibuk, penumpang padat ya padat aja. Tidak ada pengaruhnya. Mau direkayasa sekalipun, kalau di jam sibuk, ya sulit terurai.Â
Terlebih jika kereta yang beroperasi hanya 8 gerbong. Ya bersiap-siap saja "terjepit di antara ketiak para penumpang yang bergelantungan". Jangankan 8 gerbong, yang 10 atau 12 gerbong pun demikian. Jadi bisa dibayangkan kepadatan penumpang di kereta 8 gerbong.
Lalu, bagaimana caranya biar bisa duduk dalam perjalanan pulang ke rumah? Dalam kondisi lelah, bisa duduk di kereta itu sesuatu banget. Ibarat seteguk air di padang pasir. Apalagi kalau bisa tidur sejenak. Melegakan!
Ya tidak ada cara lain selain naik kereta yang hanya sampai Stasiun Manggarai. Itu jika naiknya dari Stasiun Cawang atau Stasiun Tebet. Biasanya, sesampainya di stasiun, saya pasang telinga untuk mendengarkan informasi yang terdengar dari pengeras suara.
Jika petugas menginformasikan kereta yang akan segera masuk hanya sampai Stasiun Manggarai, saya bersegera pindah peron. Sambil menunggu kereta tiba, saya berjalan menuju peron belakang karena Stasiun Citayam pintu keluarnya di belakang.
Sesampainya di Stasiun Manggarai, penumpang berebutan mencari duduk. Terlihat penumpang yang lain sigap masuk untuk mendapatkan tempat. Ada juga yang biasa-biasa saja seolah pasrah dengan keadaan. Berdiri pun tidak apa-apa, yang penting tidak sepadat kereta yang datang dari arah Stasiun Jakarta Kota.
Setelah menunggu beberapa menit, kereta ini pun melaju meninggalkan Stasiun Manggarai menuju tujuan akhir Stasiun Bogor. Saya sendiri turun di Stasiun Citayam setelah melewati 13 stasiun. Duduk tenang tanpa gangguan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI