Zaman saya dulu SMA penjurusannya bukan kelas IPA atau IPS, melainkan kelas Fisika (Fis), kelas Biologi (Bio), dan kelas Sosiologi (Sos). Adanya pengelompokkan kelas ini, ada semacam pengkotakan bahwa kelas Fisika adalah kumpulan orang-orang pintar, kelas orang-orang keren. Sementra Kelas Biologi dianggap sebagai "kelas dua" dan kelas Sos sebagai "kelas tiga".
Penjurusan di SMA cenderung menimbulkan diskriminasi. Tidak sedikit siswa yang memilih jurusan IPA bukan berdasarkan bakat, minat, dan rencana masa depan, tetapi mempertimbangkan privilege saat memilih program studi di perguruan tinggi.
"Privilege" kelas Fisika dan Biologi, mereka bebas pilih prodi apa saja ketika akan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Â Sementara kelas Sosial tidak bisa memilih sebebas mereka. Di sinilah letak tidak adilnya, menurut saya. Ada diskriminasi.
Harusnya, ya mereka pilih prodi sesuai bidangnya yang eksakta dong, bukan mengambil jatahnya kelas Sosial. Kan kasihan juga yang kelas Sosial jadi tergusur. Nih, seperti saya, bisa saja saya diterima di prodi pilihan saya, tapi karena kelas Fisika juga pastinya ada yang memilih itu, maka peluang saya untuk diterima kecil. Dan, itu terbukti (sepertinya sih begitu)
Nah, sekarang tidak ada kelas penjurusan, menjadi lebih adil bagi anak-anak. Siapa saja boleh mengambil prodi apa saja sesuai dengan minatnya. Tentu saja, sudah harus dipersiapkan dari awal agar pembelajarannya jadi lebih terfokus. Dengan demikian, tidam ada lagi waktu yang terbuang percuma.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H