Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - hanya ibu rumah tangga biasa

Hobby sederhana: membaca, menulis, memasak, travelling

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tidak Ada Kelas IPA dan IPS, Siswa Dikelompokkan dalam Peminatan yang Sama

31 Juli 2024   20:35 Diperbarui: 31 Juli 2024   20:50 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: sman3depok.sch.id

Anak kedua saya, Annajmutsaqib yang biasa disapa Najmu, sekarang kelas 12 di SMA Negeri 3 Kota Depok, Jawa Barat. Sejak anak saya kelas 11, SMA ini sudah menerapkan tidak ada lagi penjurusan. Tidak ada kelas IPA dan tidak ada kelas IPS. Saat itu, istilahnya kelas prototipe.

Ini adalah tahun kedua bagi anak saya menjalani penerapan Kurikulum Merdeka. Merdeka dalam memilih mata pelajaran yang diminatinya, yang sesuai dengan karier yang diimpikannya.

Sosialisasi mengenai tidak ada lagi kelas IPA dan kelas IPS dilakukan ketika anak-anak masih di semester ganjil kelas 10. Jadi, ketika anak-anak berada di kelas 11, anak-anak dikelompokkan dalam kelas yang memiliki peminatan yang sama.

Misalnya, anak yang lebih berminat pada bidang Biologi akan dikelompokkan dengan anak-anak yang memiliki minat yang sama. Anak yang memiliki peminatan di bidang kedokteran dikelompokkan dengan anak-anak yang memiliki minat yang sama.

Anak saya ditempatkan di kelas 11.4. Di kelas ini adalah anak-anak yang memiliki peminatan di bidang kedokteran, farmasi dan kesehatan. Anak saya memang bercita-cita ingin menjadi dokter, maka ia memilih mata pelajaran yang linear dengan peminatan itu.

Ada 11 kelas untuk kelas 11. Dari masing-masing kelas, saya tidak tahu kelompok peminatan mata pelajaran, selain kelas anak saya di kelas 11.4. Apakah kelas 11.1 untuk anak-anak peminatan di bidang bahasa? Kelas 11.2 untuk peminatan di bidang sosial? Kelas 11.3 untuk peminatan di bidang Matematika? Kelas 11.5 untuk peminatan di bidang Olahraga? Entahlah.

Sebelum kenaikan kelas, anak-anak memang diminta untuk mengisi google form mengenai bidang-bidang yang diminati. Selain itu, ada Tes Bakat Minat untuk mengidentifikasi seperti apa bakat serta potensi yang dimiliki oleh anak-anak. Selanjutnya, guru Bimbingan Konseling akan menuntun, memberikan masukan dan nasihat kepada siswa.

Menurut penjelasan sekolah saat itu, dihapusnya kelas IPA dan IPS agar anak-anak lebih fokus pada bidang yang diminatinya. Anak-anak pun mempunyai waktu yang lebih banyak untuk menguatkan kompetensi dirinya. Anak-anak menjadi lebih menguasai mata pelajaran yang mereka pilih.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Misalnya, anak yang berminat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi pada program studi teknik dapat memilih mata pelajaran Matematika tingkat lanjut dan Fisika tanpa mengambil pelajaran Biologi. Anak yang bercita-cita menjadi dokter bisa memilih mata pelajaran Biologi dan Kimia tanpa harus menempuh pelajaran Matematika tingkat lanjut.

Dengan demikian, semakin membantu anak-anak mempersiapkan diri menuju ke jenjang pendidikan tinggi. Ke depannya, dapat dijadikan sebagai basis karier masa depan. Menuntun anak-anak menuju cita-cita dan karier yang diimpikannya.

Kalau sebelumnya, anak masuk kelas IPA belum tentu si anak berminat masuk kelas IPA. Sebagian besar siswa memilih jurusan IPA karena lebih privilese lebih banyak dalam memilih prodi di perguruan tinggi. Bukan karena berdasarkan potensi minat dan bakatnya. Sehingga persiapan menjadi lebih tidak terarah dan "membuang waktu".

Penghapusan jurusan di SMA juga bertujuan menghapus diskriminasi terhadap murid jurusan selain IPA dalam seleksi nasional penerimaan mahasiswa baru. Dengan kata lain, semua lulusan SMA dan SMK Kurikulum Merdeka dapat melanjutkan ke semua program studi melalui jalur tes, tanpa dibatasi oleh jurusan ketika SMA atau SMK.

Dengan kebijakan ini, diharapkan anak-anak dapat lebih fokus mempersiapkan diri sesuai minat, bakat, dan rencana karier mereka. Kebijakan ini juga menghapus diskriminasi dalam seleksi masuk perguruan tinggi, memberikan kesempatan yang lebih adil bagi semua murid.

Dalam Kurikulum Merdeka Fase F (kelas 11 dan 12), struktur mata pelajaran dibagi menjadi dua kelompok utama. Pertama, kelompok mata pelajaran umum meliputi Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila, Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, Sejarah, serta Seni dan Budaya.

Kedua, kelompok mata pelajaran pilihan meliputi Biologi, Kimia, Fisika, Informatika, Matematika Tingkat Lanjut, Sosiologi, Ekonomi, Geografi, Antropologi, Bahasa Indonesia Tingkat Lanjut, Bahasa Inggris Tingkat Lanjut, Bahasa Korea, Bahasa Arab, Bahasa Mandarin, Bahasa Jepang, Bahasa Jerman, Bahasa Prancis, Prakarya dan Kewirausahaan.

Dikatakan pula, penghapusan jurusan di SMA itu sebagai bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka yang sudah diimplementasi secara bertahap sejak 2021. SMA Negeri 3 Depok termasuk sekolah yang dinyatakan siap menerapkan Kurikulum Merdeka.

Usai pengambilan nilai mapel Seni dan Budaya kelas XI.4 (dokpri)
Usai pengambilan nilai mapel Seni dan Budaya kelas XI.4 (dokpri)

Semula banyak orang tua yang masih kurang paham dengan maksud penerapan Kurikulum Merdeka ini. Namun, selang satu tahun baru bisa "melihat" manfaatnya hingga akhirnya anak-anak kini berada di kelas 12. Tadinya masih banyak yang bertanya-tanya, sekarang sudah bisa memahami.

Saya tanya anak saya, bagaimana suasana belajar yang kini tanpa penjurusan lagi? Katanya, lebih fokus saja dengan mata pelajaran yang diminati. Meski pada kenyataannya tidak semudah apa yang diucapkan, anak saya merasa tidak terbebani dengan mata pelajaran lain yang tidak dia minati.

Menurut saya sebagai orang tua, dihapuskannya kelas IPA dan IPS adalah bagus karena akan memudahkan profiling siswa. Misalnya, jika dulu ada siswa yang memilih jurusan IPS karena menghindari Fisika, padahal, ia menyukai Biologi, kini siswa bisa mempelajari mata pelajaran yang disukainya tanpa harus "belajar" mata pelajaran lain yang tidak ia minati.

Zaman saya dulu SMA penjurusannya bukan kelas IPA atau IPS, melainkan kelas Fisika (Fis), kelas Biologi (Bio), dan kelas Sosiologi (Sos). Adanya pengelompokkan kelas ini, ada semacam pengkotakan bahwa kelas Fisika adalah kumpulan orang-orang pintar, kelas orang-orang keren. Sementra Kelas Biologi dianggap sebagai "kelas dua" dan kelas Sos sebagai "kelas tiga".

Penjurusan di SMA cenderung menimbulkan diskriminasi. Tidak sedikit siswa yang memilih jurusan IPA bukan berdasarkan bakat, minat, dan rencana masa depan, tetapi mempertimbangkan privilege saat memilih program studi di perguruan tinggi.

"Privilege" kelas Fisika dan Biologi, mereka bebas pilih prodi apa saja ketika akan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.  Sementara kelas Sosial tidak bisa memilih sebebas mereka. Di sinilah letak tidak adilnya, menurut saya. Ada diskriminasi.

Harusnya, ya mereka pilih prodi sesuai bidangnya yang eksakta dong, bukan mengambil jatahnya kelas Sosial. Kan kasihan juga yang kelas Sosial jadi tergusur. Nih, seperti saya, bisa saja saya diterima di prodi pilihan saya, tapi karena kelas Fisika juga pastinya ada yang memilih itu, maka peluang saya untuk diterima kecil. Dan, itu terbukti (sepertinya sih begitu)

Nah, sekarang tidak ada kelas penjurusan, menjadi lebih adil bagi anak-anak. Siapa saja boleh mengambil prodi apa saja sesuai dengan minatnya. Tentu saja, sudah harus dipersiapkan dari awal agar pembelajarannya jadi lebih terfokus. Dengan demikian, tidam ada lagi waktu yang terbuang percuma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun