"Bang, jangan lupa, dekorasinya harus sesuai tema. Warnanya dominan putih dan variasi hijau jangan lebih dari lima puluh persen. Terus, daunnya menjuntai seperti sosok rambut putri yang seksi."
Amy menyampaikan hal itu untuk ketiga kalinya. Bibir merah delimanya bergerak-gerak semakin menambah daya tarik aura kecantikannya yang tak lekang sepanjang tatap mataku.
Kutarik napas yang sedikit sesak. Ah, tak sepantasnya aku memanfaatkan kesempatan untuk menikmati kecantikan yang bukan milikku.
"Gimana, Bang? Kok bengong?" tanya Amy dengan bola mata yang menembus lapisan hatiku yang paling dalam.
"Habis aneh! Sejak kapan ada putri berambut hijau menjuntai?" ledekku menggodanya.
Amy menjulurkan lidah. Membuatku merinding lantaran tak ingin kehilangan momen indah semacam ini.
"Baaang! Ih, ngeledek mulu!"
"Ya, deh! Siap, laksanakan!" jawabku dengan sikap sempurna plus hormat di dahi.
"Harusnya kamu bersyukur dapat orderan dari sahabat terbaik," gerutunya lucu.
"Seneng sih, iya. Cuma bawelnya itu, ampyuun...!" bisikku sedikit keras.
"Apaaa? Awas, ya!"
Amy merajuk. Dihentakkannya kaki bersepatu high heels itu. Tubuhnya sedikit miring dan hampir terjatuh. Tangannya menggapa-gapai mencari pegangan.
Sesaat aku terpana. Lalu, hap! Amy yang masih tergkaget-kaget kini berada dalam tangkapan dan pelukan. Kedua lenganku terjulur hendak menahan tubuhnya yang oleng. Hanya selisih sepersekian detik, lengan kekar Abimanyu berhasil menahan tubuh Amy dan menyandarkan gadis cantik itu dalam pelukannya. Tatap keduanya menyiratkan cinta yang begitu hangat.
Kubiarkan keping-keping hatiku berserakan.
Kutarik kedua lenganku. Kuusahakan ekspresiku kembali datar dan biasa-biasa saja. Tak lupa segaris senyum pertanda turut bahagia atas cinta mereka yang akan segera disahkan.
"Ya, udah. Pokoknya, dekorasi sudah oke. Nanti, jika sudah siap, segera saya kirim gambar dan video dekornya," ujarku disertai segaris senyum.
"Oke, makasih, ya. Kalau begitu, kami pamit pulang. Masih ada yang harus chek and rechek," jawab Abimanyu.
Sikapnya santun. Dengan uluran tangan dan senyum menawan, Abimanyu segera mengajak Amy keluar dari ruang kerjaku.
Kutatap keduanya. Kubiarkan keping-keping hatiku kian berserakan. Kututup lembar-lembar harap yang bertuliskan nama gadis itu. Meski demikian, aku tak akan bisa menutup rasa cintaku untuknya. Biarlah kunikmati cinta ini dalam senyap.
*Cerpen ini pernah dimuat dalam antologi Mencintaimu dalam Sunyi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H