Kubesarkan hatinya dengan menyampaikan bahwa seharusnya dia bersyukur atas keadaan tersebut. Sebab dengan menggeluti segudang tugas yang harus diselesaikan, berarti dia mendapat ilmu dan pengalaman langsung yang akan menuntunnya ke ranah positif. Dia tidak perlu lama menunggu untuk menjadi guru yang terampil, berdedikasi, serta profesional.
Hanya saja, guru baru itu masih kesulitan saat harus membina kegiatan ekstrakurikuler bidang literasi. Hambatan utamanya hanya satu, dia sendiri kurang suka membaca dan menulis. Saat bersekolah di SD hingga menyelesaikan kuliah, dia hanya membaca buku wajib sesuai tuntutan mata pelajaran dan mata kuliah, tanpa tambahan buku sastra atau yang lainnya.
Mendengar curhat lanjutannya, aku tersenyum lagi.
"Membaca dan menulis bagi guru hendaknya ditempatkan menjadi bagian aktivitas utama," ujarku.
"Tapi saya tidak suka membaca," elaknya.
Kuberi sebuah buku kumpulan cerpen milikku terbitan tahun 2019 yang tersedia di dalam tas. Wajahnya datar saja lalu membuka-buka isi buku. Rupanya dia tengah berselancar membaca judul-judul cerpen yang terdapat dalam Amplop buat Ibu.
Tidak terasa kantuk menyerang hingga aku terkulai dalam tidur yang lelap. Saat terbangun, kulirik teman ngobrolku tengah mengusap air mata. Kenapa menangis?
Kutatap wajahnya dengan pandang heran. Dia melihatku sambil tersipu.
"Ternyata membaca bikin baper ya, Bu," katanya.
"Oh, ya?" kutunjukkan senyum meski masih heran dengan air matanya.
"Iya. Tamu Malam Hari di buku ini bikin saya sedih. Ternyata ada ya, orang yang kayak gini," lanjutnya sambil menunjukkan cerpen yang baru selesai dibacanya.