Karya: Teti Taryani  Guru SMKN 1 Tasikmalaya
Mungkin banyak orang yang berpikir kalau anak-anak itu identik dengan sesuatu yang masih berbau kencur (eh mungkin sekarang berbau kayu putih atau parfum anak, ya), masih mentah, masih harus banyak dikasih tahu, masih banyak salahnya. Meskipun tidak seratus persen benar, sepertinya orang-orang dewasa mulai membuka diri untuk menerima anak-anak sebagai pribadi yang unik dan perlu mendapat perhatian.
Dalam beberapa hal, anak-anak menyampaikan pikiran apa adanya. Bahkan perkataannya sering asal ceplos. Padahal di balik ceplas-ceplosnya terkandung 'sesuatu' jika kita bijak menerimanya. Tidak jarang kepolosan dan cara berpikirnya bisa membuat orang terhenyak. Yang mereka katakan memang apa adanya tanpa rekayasa.
Seperti sore itu, saat tengah berada di toko kosmetik, seorang anak kecil rupanya ikut mamanya yang tengah memilih lipstik. Anak perempuan dengan baju kasual terlihat manis dan matanya menyiratkan keberanian. Entah mengapa perhatianku agak khusus tertuju padanya.
"Mami, udah belum milih lipstiknya?" tanya gadis cilik itu pada ibunya.
"Bentar atuh ih, yang sabar ya, nanti mami beliin es krim," jawab ibunya sambil menutup buka beberapa batang lipstik yang dipegangnya.
"Mami pilih warna apa?"
"Emang kenapa?"
"Jangan yang warna gitu, kayak monster!" bisiknya sambil menunjuk seorang ibu yang baru masuk. Bibirnya berbalut warna merah membara berhias bulu mata plus eye shadow tebal.
Tentu saja sang ibu jadi blingsatan karenanya. Dengan santun, dia meminta maaf pada wanita itu.
Lain waktu, kujumpai seorang anak laki-laki sekira umur lima tahun di warung bersama neneknya.