Mohon tunggu...
Tetirah Kalam
Tetirah Kalam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lelaki biasa saja.

Hidup bagi Dia, menulis untuk keabadian. (bung TK)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pesuling

17 Agustus 2016   06:18 Diperbarui: 17 Agustus 2016   07:45 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

sahabat tengah sakit bertanya:
engkau seorang kelana
wawasanmu melihat buana
apa harus kulakukan?
adakah suling pengobatan?
lalu pesuling menjawab:

dengan apakah semesta alam tercipta?
bukankah semua di alas pada kalam?
kehendakkah yang menjadikan ada?
bukankah suara yang mewujudkan?
maka iman yang disuarakan
terkandung kuasa penciptaan
apatah lagi kuasa penyembuhan

namun jangan lupakan
tiga hal dasar pengobatan
membuang racun
menguat vitalitas
menyerang penyakit

umumnya kita salah berperhatian
berfokus memaham karakter kuman
lalu dicari racun membunuhnya
pun kemudian tidak membuangnya

padahal dasar pertama sungguh utama
lenyapkanlah racun senantiasa

sebagaimana dingin adalah ketiadaan panas
sebagaimana gelap adalah ketiadaan cahaya
sebagaimana jahat adalah kekosongan kasih
maka bersihkan kotor pelita hatimu

dengarkanlah Pesuling Agung
telah kering dagingnya dengan tergantung
diarang hatinya agar menyerap racun
suara sulingnya suara penyembuh

tidakkah sulingnya mengalun indah?
dihampiri hati yang rasa tercampak
dipeluk kau hangat oleh suara harap
kesepianmu pergi
sambil nasihatnya menempelak

dituntun hatimu hampiri cahaya
diisi nadimu dengan jiwanya
didetak jantungmu hentak cintanya
dihembus parumu nafas sulingnya

bak suara langit bangunkan para gembala
suara malak yang mewarta kabar gembira
suara bapa bergetar peluk anak pulang
suara pengampunan yang meluruh semua salah
ia penuh hatimu kasih dan sukacita

bak lengking meroboh tembok jericho
bisik malam guncang terali penjara
tengking wibawa hardik perompak
ia rontok kerak dan tembok hatimu

sebab upah dosa adalah maut
maka dosa harus diserap dan dibuang
maka mautpun kuasanya hilang
olehnya ...
kembali gemilang pelita nyala

hai sobat
aku yang sama kini berbeda
dahulu tuli kini mendengar
dahulu buta kini melihat
dahulu hilang kini ditemukan
dahulu mati kini hidup lagi

kata sahabat pada pesuling:
suara sulingmu kurasa beda
dari suara pesuling lainnya
entah suara Pesuling Agung
tunjukkanlah daku kemana arah

ah...sahabatku
ikutilah suara sulingku pergi
ia menuju pujaan hatiku

jangan takut sahabatku
kau kelak mampu beda
lagunya jauh teramat indah
dan,
suara sulingku buluh kering
tak semewah suara logam
atau tulang berbau daging
sedang suling Pesuling Agung
adalah tubuhnya sendiri

sambil berjalan ke dalam kabut
pesuling mengangkat suling
ditaruh di atas bibir jiwa
dihembuskannya pujian cinta
sulingpun mengalunkan suara
suara yang patut sobatnya turut

jkt, 1707-1508/16

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun