1. Pendahuluan
Fenomenal! Kata itulah yang pantas dialamatkan kepada pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahya Purnama pada Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta 2012 lalu. Betapa tidak, pasangan yang dikenal dengan sebutan Jokowi-Ahok ini memenangkan baik di putaran pertama maupun kedua.
Pada putaran pertama, hasil survei quict count Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dirilis tiga jam setelah pemungutan suara, Jokowi-Ahok meraih 42,56 persen. Pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) meraih 33,60 persen suara. Kemenangan di putaran ini sangat jauh dari prediksi. Pasalnya, sejumlah lembaga survei dan pengamat politik mengunggulkan pasangan Foke-Nara. Lingkaran Survei Indonesia misalnya, pada 1 Juli 2012 melansir hasil penelitiannya bahwa Foke-Nara memenangkan Pemilukada DKI Jakarta. Hasil perolehan suaranya diperkirakan 49,1 persen suara sedangkan Jokowi-Ahok hanya 14,4 persen suara (Majalah Detik, 16-22/07/2012).
Pada putaran kedua, pasangan Jokowi-Ahok pun unggul. Melalui perhitungan cepat, LSI-TV One menyatakan 53,68 persen untuk Jokowi dan 46,32 persen untuk Foke-Nara. Hasil perhitungan cepat Kompas, Jokowi-Ahok unggul 52,97 persen, Foke-Nara 47,03 persen. Indo Barometer-Metro TV 54,11 persen untuk Jokowi-Ahok, 45,89 persen untuk Foke-Nara. Ines 42,61 untuk Foke-Nara dan 57,39 persen untuk Jokowi-Ahok. Hasil MNC Media-SMRC, 52,63 persen untuk Jokowi-Ahok dan 47,37 persen untuk Foke-Nara. Sedangkan LSI-SCTV 46,19 persen untuk Foke-Nara dan 53,81 persen untuk Jokowi-Ahok (Majalah Detik, 24-30/09/2012).
Kemenangan ini sungguh luar biasa. Pasalnya, pasangan Jokowi-Ahok hanya didukung dua partai, yaitu PDI Perjuangan dan Partai Gerindra. Sedangkan pasangan Foke-Nara, didukung dari mulai partai besar seperti Partai Golkar, Partai Demokrat, PKS, PPP, PAN hingga partai gurem seperti, Partai Barisan Nasional, PDP, PPRN dan Partai Karya Perjuangan. Sehingga Jokowi menyebutnya sebagai semut melawan gajah.
Sebelum bertarung dalam Pemilukada DKI Jakarta, Jokowi-Ahok tidak dikenal oleh masyarakat Jakarta. Kemenangan pasangan Jokowi-Ahok tidak lepas dari peran media termasuk di dalamnya sosial media. Sejumlah surat kabar, media elektronik memberitakannya. Siti Juhro, pengamat politik dari LIPI, menyebutkan banyak sekali pemberitaan positif terkait Jokowi. Ia menjadi ikon dan kesayangan media (detik.com, 21/09/2012).
Dalam Koran Harian Kompas edisi 24 September 2012 mengupas mengenai dukungan media sosial terhadap pasangan Jokowi-Ahok dan Foke-Nara. Dukungan media sosial berbanding lurus dengan pemberitaan di media massa.
Dalam laman web analytics.topsy.com, salah satu situs menyediakan pelacakan brand, terutama di jejaring sosial Twitter, sejak 24 Agustus 2012, kata kunci Jokowi rata-rata dibicarakan 15.000-30.000 kali setiap hari.
Dari grafik yang dihasilkan Topsy, banyaknya mention atau penyebutan terhadap brand Jokowi ataupun Foke berbanding lurus dengan berita yang ada di media massa
Nama Jokowi di dunia maya terutama melonjak dibicarakan orang pada 16 September, dipicu berita di sebuah media massa berjudul "Foke Pertanyakan Motivasi Jokowi Jadi Cagub".
Berita itu tampaknya lebih condong mengekspos nilai negatif dari Jokowi, tetapi kenyataannya justru memberi umpan balik atau sentimen positif terhadap Jokowi dengan menghasilkan sebanyak 88.441 percakapan di Twitter. Pada hari yang sama, percakapan terhadap brand Foke menghasilkan 58.511 kali dengan berita "Inilah 'Positifnya' Jokowi di Mata Foke".
Untuk lebih memfokuskan tulisan ini, penulis akan mengambil tema Peran Media Massa dalam Kemenangan Jokowi-Ahok pada Pemilukada DKI Jakarta.
2. Perumusan Masalah
1. Siapakah Joko Widodo?
2. Bagaimana media mengkonstruksi Jokowi-Ahok?
3. Pembahasan
3.1 Sosok Joko Widodo
3.1.a Sosok Sebagai Pengusaha
Joko Widodo lahir dari pasangan Noto Miharjo dan Sujiatmi Notomiharjo. Sewaktu kecil ia berdagang, mengojek payung, kuli panggul untuk membiayai kehidupan sehari-harinya. Dikala anak-anak sekolah seusianya berangkat ke sekolah dengan naik sepeda, ia jalan kaki (wikipedia.org)
Bapaknya seorang tukang penjual kayu di pinggiran jalan. Di usia 12 tahun ia belajar menggergaji kayu. Kemampuannya dalam perkayuan diwarisi dari ayahnya. Keahlian menggergaji kayu itulah kemudian membawanya ingin ilmu tentang perkayuan. Lalu ia melanjutkan ke perguruan tinggi Universitas Gajah Mada jurusan Ilmu Kehutanan kayu (kompas.com).
Setamat kuliah pada tahun 1985, lulusan SMAN 6 Solo itu tidak langsung pulang ke Solo. Dia merantau ke Aceh untuk bekerja di salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara. Namun tidak berlangsung lama, ia pulang ke Solo dan bekerja di CV Roda Sejati, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perkayuan (tokohindonesia.com).
Pada tahun 1988 di berhenti bekerja dan mulai merintis usaha di bidang mebel. Dengan kesabaran dan kerja keras ia mengembangkan bisnis tersebut dari pemain lokal menjadi eksportir.
Jokowi dipercaya menjadi ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo). Perjumpaannya dengan politik saat ia mengikuti konvensi calon Walikota Solo yang digelar DPD PDI Perjuangan pada tahun 2005 silam (26/3-1/4/2012). Begitu lolos, dia disandingkan dengan Ketua DPD PDI Perjuangan Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo.
3.1.b Mulai Dikenal
Pada tahun 2005, Joko Widodo menjabat sebagai Walikota Solo wakilnya FX Hadi Rudyatmo. Di bawah kepemimpiannya, Solo mengalami perubahan yang cukup pesat. Gebrakan awal yang dilakukannya adalah membenahi Solo dengan menjadikannya kota tersebut sebagai The Spirit of Java. Pria bertubuh kurus itu juga mengajukan Surakarta menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Kemudian, Surakarta berhasil menjadi tuan rumah konferensi organsasi tersebut pada Oktober 2008. Pada tahun 2007, Surakarta menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang digelar di kompleks Benteng Vastenburg. Pada tahun 2008 FMD diselenggarakan di kompleks Istana Mangkunegaran (tokohindonesia.com).
Ia juga dinilai berhasil menyelesaikan kekumuhan Taman Banjarsari yang disebabkan oleh kesemrawatuan para pedagang barang bekas. Keberhasilannya itu dilakukan bukan dengan cara-cara pada umumnya pemegang otoritas. Seperti yang terjadi pada umumnya, tidak sedikit kepala daerah melalui tangan Satuan Polisi Pamong Praja melakukan kekerasan seperti pengusiran, pemukulan dengan pentungan dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan oleh kepala daerahnya.
Sementara Jokowi memiliki penyelesaian dengan cara lain. Ia mengajak para pedagang kaki lima itu makan bersama. Pada saat makan itu ia berdiskusi dengan para pedagang kaki lima. Memang, ketika diajak makan, para pedagang kakil lima itu tidak langsung bersedia pindah. Membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 54 kali. Jamuan makan tersebut kadang dilakukan di rumah dinasnya, atau ada kalanya di pasar.
Pria kelahiran Surakarta, 21 Juni 1961 itu juga meraih sejumlah prestasi dan penghargaan. Ia tercatat sebagai peraih Kota Pro-Investasi dari Badan Penanaman Modal Daerah Jawa Tengah, Kota Layak Anak dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan selanjutnya Wahana Nugraha dari Departeman Perhubungan. Politisi dari PDI Perjuangan itu juga meraih Sanitasi dan Penataan Permukiman Kumuh dari Departeman Pekerjaan Umum (Majalah Tempo, 12 Januari 2012, hal: 105). Pria murah senyum ini juga menjadi salah satu ikon pemimpin daerah terbaik versi majalah Gatra 2011.
3.2 Jokowi Vs Bibit Waluyo
Awalnya, terutama di awal tahun 2012, masyarakat Jawa Tengah kurang mengenal nama Jokowi. Ia hanya dikenal di Kota Surakarta, tempat ia bertugas sebagai wali kota. Dalam lingkup regional, nama Jokowi mencuat setelah ia berseberangan pendapat dengan Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, terkait pembangunan Saripetojo di Purwosari Kecamatan Laweyan Kota Surakarta (bagian barat Kota Solo).
Perbedaan pendapat berawal ketika Perusahaan Daerah Citra Mandiri, milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, membongkar eks gedung pabrik es Saripetojo pada Juni 2012. Pemprov beralasan, lahan tersebut akan digunakan untuk pembangunan pasar modern atau mal. Tujuannya untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga setempat. Namun proyek tersebut tidak berjalan mulus. Wali Kota Surakarta Joko Widodo bersama masyarakat setempat menolak rencana pemerintah tersebut. Mendapat tentangan dari pemerintah setempat dan warga, Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, pun berang. Ia menuding walikota Surakarta, Joko Widodo, bodoh (Warta Jateng, 22/07/2012).
Dikatakan bodoh oleh Bibit Waluyo, tidak membuat Joko Widodo surut pada kebijakannya. Alumnus Universitas Gajah Mada jurusan Kehutanan itu beralasan, pertama, gedung bekas pabrik es itu memiliki cagar budaya, untuk itu eksistensi harus dipertahankan karena amanat undang-undang. Alasan kedua, pembangunan mall akan mengancam eksistensi para pedagang menengah ke bawah atau wong cilik. Baginya, pengusaha kecil dan menengah harus ditingkatkan perekonomiannya.
Soal status eks gedung pabrik es Saripetojo memang terjadi perbedaan pendapat. Menurut Ketua Tim Independen Pengkaji Bekas Pabrik Es Saripetojo yang juga mantan rektor Universitas Diponegoro, Prof Eko Budiharjo, bangunan tersebut bukan termasuk cagar budaya. Namun akhirnya, Prof Eko Budiharjo meralat pernyataan tersebut dan menyebut bangunan eks Saripetojo sebagai cagar budaya. Kemudian ia meminta maaf (Warta Jateng, 22/07/2012). Sementara pihak Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah memberikan penjelasan bahwa tidak seluruhnya termasuk benda cagar budaya. Tetapi, penetapan Saripetojo sebagai benda cagar budaya merupakan kewenangan Kementaran Pariwisata dan Kebudayaan. Selain itu juga, Wali Kota Surakarta juga dapat menetapkan lahan tersebut sebagai benda cagar budaya.
Dengan penetapan gedung eks Saripetojo sebagai cagar budaya, merupakan representasi "kemenangan" Jokowi di mata masyarakatnya. Hal tersebut juga semakin mengukuhkan Jokowi sebagai wali kota yang pro rakyat kecil, pembela wong cilik. Sementara Bibit Waluyo terpojok dan dianggap terlalu berpihak kepada kalangan menengah atau yang pro terhadap pemilik modal.
Selanjutnya, kontroversi dengan Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, terkait parsel atau bingkisan Lebaran. Bibit Waluyo tidak melarang kepada staf dan jajaran di lingkungan pemerintah provinsi untuk menerima bingkisan lebaran. Bahkan ia menganjurkan untuk tidak menolak pemberian tersebut. Ia beralasan, parsel merupakan bagian dari tradisi budaya yang turun temurun. Sementara Joko Widodo melarang jajaran birokrasi di pemerintah Kota Solo menerima parsel. Alasannya, guna mencegah praktik korupsi dan kolusi (Warta Jateng, 16/08/2012).
Kemudian, hubungan Jokowi dan Bibit Waluyo kembali menghangat terkait dengan penggunaan mobil esemka. Jokowi mengganti mobil dinas jenis sedan "Camry" buatan Jepang dengan mobil "Kiat Esemka". Mobil tersebut merupakan rakitan para siswa salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Surakarta. Bibit Waluyo menilai, langkah Jokowi itu sebagai tindakan yang gegabah dan sembrono. Lebih pedas lagi, Bibit mengatakan bahwa Jokowi hanya cari muka. Pasalnya, kendaraan tersebut belum teruji kelayakannya. Mendapat penilaian miring tersebut, Jokowi tidak menanggapinya. Ia tetap menggunakan mobil Esemka (tempo.co, 04/01/2012). Sementara itu, langkah Jokowi ini mendapatkan acungan jempol dari Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh serta sejumlah kalangan di DPR (suaramerdeka.com, 04/01/2012).
Banyaknya perbedaaan pendapat sekaligus kebijakan yang berbeda terkait objek yang sama ini termasuk kategori konflik. Hellriegel dan Slocum (dalam Jonkman, 2006: 10) menjelaskan bahwa konflik adalah opposition arising from disagreement about goals, thoughts or emotions within or among individuals, teams, departemens or organisation. Artinya, perselisihan atau pertentangan yang timbul dari perbedaan pendapat tentang tujuan, pikiran atau emosi di dalam atau di antara individu, tim departemen atau organisasi. Lebih menariknya lagi dua kepala daerah ini sama-sama berasal dari satu partai politik, yaitu PDI Perjuangan.
3.3 Jokowi dan Mobil Esemka
Seolahsudah lumrah hampir di seluruh Indonesia, kepala daerah lebih memilih mobil-mobil mewah untuk kendaraan dinasnya. Mereka umumnya menggunakan jenis minibus sekelas Toyota Landcruiser, Toyota Alphard. Paling murah para pejabat menggunakan Fortuner atau Pajero Sport (detik.com, 22/11/2012). Ada pun untuk jenis sedan seperti Camry, Altis.
Daftar Harga Mobil
Nama
Model
Automatic
(Harga dalam Rupiah)
Manual
(Harga dalam Rupiah)
Corola Altis
E1800 cc
G1800 cc
V2000 cc
-
-
-
350.800.000
373.800.000
405.500.000
All New Camry
Camry 2.5 G A/T
Camry 2.5 V A/T
Camry 2.5 H V A/T (Hibryd)
507.000.000
534.000.000
675.000.000
-
-
-
Fortuner (Diesel)
Fortuner (Diesel VNT)
Fortuner (Bensin)
G 4x2 2500 cc
G 4x2 TRD 2500 cc
G 4x2 2500 cc -VNT (New)
G 4x2 TRD 2500 cc -VNT (New)
G 4x2 Luxury 2700 cc
G 4x2 Luxury TRD 2700 cc
V 4x4 2700 cc
402.000.000
427.300.000
412.000.000
437.300.000
455.100.000
480.900.000
507.700.000
391.000.000
416.300.000
401.000.000
426.300.000
-
-
-
Alphard
X2400 cc
G2400 cc
V3500 cc
675.300.000
824.400.000
1.061.600.000
-
-
Landcruiser
LC 200 Std A/T
LC 200 Full Spec A/T
1.230.000.000
1.520.000.000
-
-
Pajero Sport
GLS 4x2
Exceed 4x2
GLX 4x4
Dakar 4x2 AT HI-POWER
Dakar 4x4 AT HI-POWER
-
381.000.000
-
-
-
364.000.000
-
415.000.000
419.000.000
484.500.000
Sumber: Nasmoco dan Okezone
Para kepala daerah itu berdalih, mobil-mobil tersebut sesuai dengan UU Lalu-Lintas, UU Keprotokoleran dan Standarisasi Kendaraan. Selain itu, dari aspek pengadaan mobil dinas harus melalui lelang. Kendaraanya harus memiliki kriteria; komponennya harus SNI dan wajib memiliki nomor identifikasi kendaraan --NIK- (suaramerdeka.com, 5/01/2012). Alasan lainnya, penggunaan mobil mewah guna menunjang mobilitasnya dalam bekerja. Dengan dasar itu pulalah, tidak sedikit kepala daerah yang bergonta-ganti mobil dinas. Bahkan, setiap pergantian kepala daerah ganti pula kendaraan dinasnya meski kendaraan tersebut masih layak pakai.
Di tengah glamornya para kepala daerah, Wali Kota Solo Jokowi mengganti mobil jenis sedan Camry dengan mobil Esemka. Harga mobil hasil rakitan SMKN 2 Surakarta ini hanya Rp 94 juta. Tentu harga mobil tersebut lima kali lipat dari harga mobil Camry (lihat tabel daftar harga mobil).[1]
Menurut Elihu Katz sebagaimana dikutip oleh Harsono (1997:7) dan Lely Arrianie (2010:16) ada dua tipe politikus. Tipe pertama, wakil rakyat atau partisian. Ciri-cirinya mencari prestise, kemudahan-kemudahan atau kekuasaan yang diperjuangkan oleh kelompok. Tipe kedua, ideolog atau policy formulator, yaitu memperjuangkan nilai-nilai seseorang di dalam memperjuangkan suatu perubahan pembaharuan secara revolusioner. Nah, dari dua kategori itu, Jokowi termasuk pada tipe kedua. Penggunaan mobil Esemka juga merupakan perlawanan simbolik kepada para pejabat negara yang suka menggunakan mobil mewah (Ari Dwipayana dalam tempo.co, 05/01/2012).
Keputusan Jokowi mengganti mobil dinas dari pabrikan Jepang ke produk hasil rakitan karya Siswa SMKN 2 Surakarta dan SMK Warga Surakarta ini mendapatkan pujian dari berbagai kalangan dari mulai masyarakat biasa hingga politisi di Senayan (baca: DPR RI). Sekretaris FPPP DPR Muhammad Arwani Thomafi menyebutnya sebagai momentum untuk membangkitkan industri nasional khususnya di bidang otomotif (suaramerdeka.com, 03/01/2012). Presiden SBY pun memberikan apresiasi. Bahkan SBY, melalui juru bicara kepresidenan, mempersilakan kepada pejabatnya untuk menggunakan mobil kiat Esemka sebagai kendaraan dinasnya (tempo.co, 04/01/2012).
Popularitas Jokowi pun naik. Hampir semua media massa memberitakan Jokowi dan mobil Esemka. Ditambah dengan perseteruan antara Jokowi dan Bibit Waluyo yang memojokan Jokowi terkait penggunaan mobil Esemka. Isu mobil itu telah dimanfaatkan sebagai bahan komunikasi politik dengan harapan muncul pencitraan tentang sosok Jokowi yang apreasitif dan mendukung karya anak bangsa (Gunawan Permadi, 2012).
Sebagai politisi, Jokowi cukup piawai sebagai komunikator politik. Menurut Nimmo (dalam Lely Arrianie, 2010: 17), komunikator politik memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam proses pembentukan opini publik. Politisi atau politikus berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok dan pesan-pesan politikus itu adalah untuk mengajukan dan melindungi tujuan kepentingan politik.
Ada teori komunikasi massa yang namanya komunikasi politik empati. Komunikasi politik diukur dari keberhasilan komunikator (subjek komunikasi) memproyeksi diri dalam sudut pandang orang lain. Komunikasi politik berhasil apabila dapat menanamkan citra diri si komunikator dalam suasana alam pikiran masyarakat atau secara ringkas membangun empati masyarakat (Gunawan Permadi, 2012). Melihat teori tersebut, mobil Esemka, nama Jokowi menjadi tertanam di masyarakat. Sehingga masyarakat pun bersimpati kepadanya.
3.4 Jokowi, Sinarnya Terik Tapi Tak Menarik
Wacana mobil Esemka telah membuat nama Jokowi terik. Namanya dikenal bahkan ia dan mobil Esemka telah menjadi isu mobil nasional. Karena popularitasannya itulah sehingga ia masuk dalam bursa calon kepala daerah pada pemilukada DKI Jakarta.
Namun sayangnya, partai dimana dia bernaung kurang mendapatkan sambutan. Sudah menjadi rahasia umum, mencalonkan kepala daerah haruslah memiliki uang yang sangat banyak. Untuk tingkat bupati atau walikota minimal harus memiliki modal 1 - 10 miliar rupiah. Sedangkan untuk tingkat gubernur 10 -100 miliar rupiah. Dana tersebut digunakan untuk membeli nakoda (partai), biaya sosialisasi termasuk juga untuk biaya kampanye. Hampir mustahil, mencalonkan kepala daerah itu bisa gratis.
Munurut Danny JA (dalam Akhmad Danial, 2009: 6) ada tiga hal yang menjadi alasan pemilu ini mahal. Pertama, kebutuhan kandidat untuk menjangkau pemilih sebanyak mungkin karena sistem pemilihan tidak elitis, tetapi terletak langsung di tangan rakyat. Kedua, penggunaan iklan politik televisi untuk menjangkau sebanyak mungkin masyarakat. Terakhir, pelibatan para konsultan komunikasi (pemasaran politik) oleh partai-partai politik dan para kandidat presiden untuk mempengaruhi masyarakat.
Joko Widodo pun sempat tidak percaya diri saat pencalonan kepala daerah DKI Jakarta. Pasalnya, ia tidak memiliki uang. Karena ia bukan orang Jakarta. Asumsinya, pencalonan kepala daerah gubernur biaya sosialisasi dan kampanyenya lebih mahal termasuk untuk mahar ke partai politik.
Kedua, PDI Perjuangan, partai dimana dia bernaung kurang mendukung. Di saat bakal-bakal calon kepala daerah lain sudah mendaftarkan KPU, Jokowi masih belum ada kepastian. Calon lain pun sudah mulai mendekati calon pemilih seperti Alex Nurdin dan Nono Sampono, pasangan yang diusung oleh Partai Golkar, PDS dan PPP pada 8 Maret 2012, telah intensif mendekati suporter bola fanatik Persija-Jakmania. Sementara Jokowi masih sibuk dengan aktvitasnya di Kota Solo.
Kabar yang beredar, Taufik Kiemas sebagai ketua DPP PDI Perjuangan kurang mendukung. Malah PDI Perjuangan menggelar audisi bakal calon gubernur DKI, 6 Maret 2012 (Majalah Detik, 19-25 Maret, 2012). Beberapa figur pun datang di antaranya Nono Sampono, mantan ketua DPD PDI DKI Jakarta, Adang Ruchiatna[2] dan Jokowi. Namun Nono Sampono membatalkan dan lebih memilih pinangan dari Alex Nurdin, bakal calon dari Partai Golkar. Nama Adang rencananya akan disandingkan dengan Foke (Majalah Tempo, 25 Maret 2012). Pasangan Foke-Adang pun sudah disetujui Taufik Kiemas. Sebagai politisi senior sekaligus suami dari ketua umum PDI Perjuangan, ia menjamin istrinya bakal mendukung pasangan tersebut (Majalah Tempo, 1 April 2012, hal: 38).
Namun pasangan Foke-Adang berubah setelah ada lobi-lobi Ketua Pembina Partai Gerinda, Prabowo Subianto, dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri. Prabowo Subianto menginginkan Joko Widodo sebagai calon gubernur DKI, ada pun wakilnya Basuki Tjahya Purnama,[3] dari Partai Gerindra. Megawati pun menyetujui.
Otomatis, dukungan terhadap Foke-Adang itu berubah pada hari terakhir pendaftaran calon Gubernur Jakarta. Akhirnya, Joko Widodo dipasangkan dengan Basuki Cahya Purnama.[4] Prabowo mensponsori pasangan ini. Bahkan mantan panglima komando strategi TNI AD itu siap menanggung semua biaya kampanye (Majalah Tempo, 1 April 2012, hal: 35).
Ada pun nama-nama pasangan calon-calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada putaran 1 berdasarkan normor urut yang ditetapkan oleh KPU Jakarta.
Tabel 2
No
Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur
Partai Pendukung
1.
Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli
Demokrat+PKB
2.
Hendarji Supandji-Ahmad Riza Patria
Independen
3.
Joko Widodo- Basuki Tjahya Purnama
PDI Perjuangan+ PGerindra
4.
Hidayat Nurwahid-Didik Junaidi Rachbini
PKS-PAN
5.
Faisal Basri-Biem Benjamin
Independen
6.
Alex Nurdin-Nono Sampono
Golkar+ PPP
3.5 Jokowi-Ahok Kesayangan Media
Banyak kalangan dari mulai politisi hingga pengamat politik yang meragukan pasangan Jokowi-Ahok. Bukan tanpa alasan, keduanya bukan orang Jakarta. Berbeda dengan politik terberatnya, Foke-Nara. Mereka adalah orang asli Jakarta. Jokowi dinilai berprestasi di Solo yang hanya terdiri dari beberapa kecamatan. Sungguh berbeda dengan Jakarta yang memiliki karakteristik dan kultur yang beranekaragam. "Pak Jokowi kalau mau jadi gubernur di Jawa Tengah, menang 100 persen. Tapi belum tentu di Jakarta" kata Max Sopacua, politisi dari Partai Demokrat (tempo.co, 20/03/2012).
Hal serupa juga diungkapkan pengamat politik, Dr Mahmudi Asyari, peneliti dari ICIS Jakarta dalam artikel tulisannya di koran Suara Merdeka (15/05/2012) bahwa, pencalonan Jokowi pada Pemilukada DKI Jakarta hanya bermodalkan popularitas karena mobil Esemka. Ia mengibaratkan, Jokowi dengan Jenderal McArthur. Arthur yang juga jenderal bintang lima mendapat pujian pada Perang Dunia Kedua, namun tidak mendapatkan tempat saat ia mencalonkan presiden. Menurut analisa Asyari, kondisi serupa juga bakal sama terjadi dengan Jokowi. Begitu juga Ahok, ia telah berprestasi di Singkawang, namun belum tentu ia bisa berprestasi di Jakarta. Singkawang memiliki kondisi penduduk yang homogen terdiri dari etnis melayu sementara Jakarta yang sangat beragam. Dengan kondisi tersebut, keduanya sangat berat untuk bisa memenangkan Pemilukada DKI Jakarta.
Hasil-hasil lembaga survei pun tidak ada yang mengunggulkan pasangan Jokowi-Ahok. Seperti Jaringan Suara Indonesia (2/7/12) merilis Pemilukada DKI Jakarta dimenangkan oleh kandidat pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Pasangan ini meraih dukungan tertinggi, 49, 6 persen suara. Disusul kandidat Jokowi-Ahok 15,8 persen, Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini 6,4 persen, Alex Noerdin-Nono 4,3 persen. Sedangkan kandidat dari jalur Independen keempat dan kelima yaitu, Faisal Basri-Biem Benyamin 1,9 persen dan Hendarji Soepandji-Riza Patria 1,0 persen (kompas.com, 06/07 2012).
Begitu juga hasil Lingkaran Survei Indonesia. Pasangan pertama Fauzi Bowo-Nachrawi Ramli berpeluang besar untuk menang. Pasangan Foke-Nara didukung oleh 43,7 persen pemilih. Urutan kedua, ditempati pasangan Jokowi-Basuki dengan 14,4 persen. Empat pasangan lainnya masih di bawah 10 persen.
Menurut hasil survei atas 440 responden yang tersebar di seluruh zona dan kelas sosial, ada tiga alasan mengapa pasangan lain sulit menandingi pasangan Foke-Nara. Pertama, pasangan lain hanya dikenal di bawah 70 persen, kecuali Jokowi, 71,8 persen. Semakin calon tak dikenal, semakin kecil kemungkinan untuk dipilih.
Kedua, hingga H minus 14 hari (pemungutan suara), tingkat kesukaan terhadap calon lain, relatif kecil dibandingkan tingkat kesukaan publik terhadap petahana. Pemilih yang menyukai Foke, 81,2 persen. Sementara terjadi penurunan terhadap tingkat kesuksesan kompetitor, Jokowi dari 75 persen, menjadi 66,6 persen. Stagnasi tingkat kesukaan bagi Hidayat dan Alex di angka 66,8 persen dan 50,5 persen. Sementara calon Hendardji dan Faisal mengalami peningkatan kesukaan sekitar 10 persen diangka 56,2 persen dan 60,2 dari pemilih yang mengenalnya.
Faktor ketiga adalah, sentimen negatif publik pada kompetitor terdekat Fauzi Bowo. Pasangan Jokowi-Basuki dinilai publik kurang representatif dari mayoritas penduduk DKI.
Unggulnya kandidat pertama tidak lepas dari perannya sebagai incumbent. Ia sudah melakukan sosialisasi dan pengenalan diri selama lima tahun. Pasangan pertama juga rawan sekali dengan penyalahgunaan kewenangan. Contoh paling kecilnya adalah, menjelang pemilukada ada peningkatan tunjangan untuk ketua RT dan RW dari yang sebelumnya hanya Rp 700.000 per triwulan menjadi Rp 750.000 (Majalah Detik, 9-15 Juli 2012).
Belum lagi mengenai biaya kampanye pasangan Foke-Nara yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kandidat-kandidat lain. Biaya kampanye pasangan ini sebesar.[5] Dengan biaya yang sangat besar, melalui marketing politiknya, incumbent berpotensi untuk memanipulasi opini publik dengan mengontrol media. Karena bagaimana pun masyarakat hanya dapat menerima informasi secara tidak langsung dari sumber berita (Firmanzah,2007: 329).
Incumbent juga berpotensi untuk iklan atau branding politik secara jor-joran. Istilah ini dikenal dengan serangan udara. Tujuannya untuk mempengaruhi opini publik.
Mekipun kandidat petahana lebih siap, Jokowi berhasil mencuri perhatian media dalam cara dia berkampanye dan pencitraan. Pola pencitraan dia tidak menggunakan uang untuk menjadi mesin politik atau pun tergopoh-gopoh bertemu wartawan atau sibuk mencari slot talk show (Silih Agung Wasesa, 2011: Hal.4). Jokowi-Ahok menggunakan konsep buzzing, yaitu cara menjadikan pesan politik sebagai bahan pembicaraan positif di kalangan masyarakat sekaligus cara menggerakan target audiens dengan membangun kesadaran mereka sendiri (Silih Agung Wasesa, 2011: Hal.5). Ia berjualan baju kotak-kotak untuk mencari dana kampanye, lalu turun ke lapangan dengan cara blusukan ke pasar, hingga bersantap siang dengan pedagang kaki lima. Ia juga naik kereta rel listrik dari Tanah Abang ke Universitas Indonesia guna memberikan kuliah umum dan lain-lain.
Cara-cara tersebut ternyata ampuh. Tidak sedikit warga khususnya dari kalangan menengah ke bawah yang mengaguminya (Majalah Detik, 9-15/04/2012). Begitu juga media massa. Porsi pemberitaan-pemberitaan lebih banyak kepada pasangan Jokowi-Ahok. Dari 3448 berita yang berasal dari 16 media[6]: terdiri dari 4 media online, 8 media cetak dan 4 stasiun televisi, hasil riset Aliansi Jurnalis Independen merilis (5/8/12) pasangan Jokowi-Ahok ditampilkan secara tunggal dalam 599 berita atau sekitar 17,37 persen.
Selain itu, AJI juga menemukan bahwa Jokowi merupakan kandidat yang kerap mendapatkan berita positif yaitu 441 berita atau 12,79 persen. Sebaliknya, Fauzi Bowo mendapat pemberitaan bernada negatif paling banyak, yaitu 98 berita atau 2,84 persen (tempo.co, 5/8/12).
Banyaknya pemberitaan terhadap Jokowi, membuat pasangan Foke-Nara iri. Ia sudah merasa kalah dalam sisi pencitraan.
Kalah di media massa, kalah juga di dunia nyata mengutip Wiston Churcill menyatakan bahwa untuk dapat menguasai dunia, cukup hanya dengan menguasai pikiran masyarakat luas (Firmanzah, 2008: xxx). Berdasarkan hasil resmi KPU DKI Jakarta, Jokowi-Ahok menang. Baik diputaran pertama maupun putaran kedua.
Tabel 3
Hasil Resmi Perolehan Suara Penghitungan KPU
No
Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
Jumlah Hasil Perolehan Suara dan Persentase
1.
Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli
1.476.648 suara (33,57)
2.
Hendarji Supandji-Ahmad Riza Patria
85.990 suara (1,98)
3.
Joko Widodo- Basuki Tjahya Purnama
1.847.157 suara (42,6)
4.
Hidayat Nurwahid-Didik Junaidi Rachbini
508.113 suara (11,72)
5.
Faisal Basri-Biem Benjamin
215.935 suara (4,98)
6.
Alex Nurdin-Nono Sampono
202.643 suara (4,67)
Sumber: Majalah Detik, 23-29 Juli 2012
Kedudukan media sebagai alat untuk merekonstruksi dan mempengaruhi opini publik mampu mengarahkan pemikiran khalayak untuk mendukung, menentang atau netral terkait kandidat gubernur di Pemilukada DKI 2012. Sikap media tersebut tentunya ada kaitannya baik dalam urusan bisnis maupun politik. Ibu Hamad (dalam Zia El Muttaqin, Susilastuti DH, Christina Rochayanti, 2008, hal: 192), dalam kerangka pembentukan opini publik media massa umumnya melakukan tiga kegiatan sekaligus. Pertama, menggunakan simbol-simbol politik (language of politic). Kedua, melaksanakan strategi pengemasan pesan (framing strategis). Ketiga, melakukan fungsi agenda setting (agenda setting fungtion).
Media sebagai simbol-simbol politik, semua media baik yang dimiliki swasta atau pun pemerintah, sebenarnya merupakan aparatur ideologi karena kemampuannya untuk menyebarluaskan pendapat, dinilai sebagai sumber kekuasaan (Astrid, 1981 dalam modul materi Kuliah Komunikasi Politik Fisip UR dengan judul Media Massa Sebagai Sumber Pengaruh Politik). Ditinjau dari pengusaan media massa, struktur politik suatu negara, mengenal proses sebagai berikut:
Pertama, fase pengaruh politik melalui aparatur ideologi (ditinjau dari segi kepemilikan media. Kedua, fase informasi oleh aparatur ideologi (ditinjau dari kegiatan komunikasinya sendiri dan penilaian komunikan terhadap komunikator serta kesadaran komunikator akan kehadiran komunikan. Ketiga, fase pembentukan /perwujuduan pemupukan pengaruh politik aparatur ideologi yang bersangkutan (ibid.
Kedudukan media sebagai pelaku framing strategis, cara media membingkai sebauh peristiwa untuk dijadikan sebuah berita yang akan disajikan kepada khalayak (Danang, 2006: 223). Informasi yang diolah menjadi berita bisa merekonstruksi dan mempengaruhi opini publik sesuai dengan bingkai visi perusahaan media tersebut (Zia El Muttaqin dkk, 2008: 193). Media sejalan dengan konstruksi realitas. Realitas menurut Peter L Burger (dalam Danang, 2006: 224) tidak dibentuk secara alamiah. Tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi dibentuk dan dikonstruksi. Bingkai berita yang disampaikan ke publik terkait kandidat calon gubernur DKI Jakarta pada pemilukada tergantung dari pihak media itu sendiri, bisa berupa dukungan, sebaliknya atau juga netral. Dengan banyaknya media yang memberikan opini positif terhadap Jokowi, bisa dikatakan bahwa media tersebut memberikan dukungan kepada Jokowi.
Sedangkan media sebagai fungsi agenda setting, media tidak selalau berhasil memberitahu apa yang kita pikir, tetapi media benar-benar berhasil memberitahu kita berpikir apa (Bernard Cohen dalam Stanley J Baran dan Dennis K Davis yang dikutip lagi...). Media selalu mengarahkan kita pada apa yang kita harus lakukan. Media juga memberikan agenda-agneda, sedangkan masyarakat mengikutinya. Asumsi dari teori ini adalah media mempunyai kemampuan menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu. Media mengatakan pada kita apa yang penting dan apa yang tidak penting (Nurudin dalam Muh.Bahruddin, ende).
Daftar Pustaka
Arrianie, Lely. 2010. Komunikasi Politik: Politisi dan Pencitraan di Panggung Politik. Bandung: Widya Padjadjaran
Danial, Akhmad. 2009. Iklan Politik TV: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru. Yogyakarta: LKiS
Firmanzah. 2008. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
--------------, 2007. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Wisesa, Silih Agung. 2011. Political Branding & Public Relations: Saatnya Kampanye Sehat, Hemat dan Bermartabat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Jonkman, Ndhlovu, 2006 dalam Tesis Managment of Conflict by Principals in Selected Soshanguve Secondary School. Departemen of Educational Studies Faculty of Education, Tshwane University of Technology.
Jurnal
Muttaqin, Zia Ell dkk. 2008. Pemberitaan Mengenai Poligami di Surat Kabar Nasional (Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Poligami di Surat Kabar Harian Nasional Seputar Indonesia Edisi Desember 2006-Januari 2007. Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3 September-Desember 2008.
Nur Ihsan, Danang. 2006. Analisis Framing Pemberitaan Dugaan Korupsi APBD Solo tahun 2003 di DPRD Solo Periode 1999-2004 di SKH Solopos (Tanggal 1 Januari Sampai 31 April 2005). Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 4 No.3 September-Desember 2006.
http://bellinasution.staff.unri.ac.id/files/2012/03/Materi-Kuliah-Kompol-5.pdf
http://edukasi.kompasiana.com/2010/02/03/kekuatan-agenda-setting-dalam-membentuk-opini-publik/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17020/4/Chapter%20II.pdf
Koran
Kompas, 24/09/2012
Suara Merdeka,15/05/2012.
Warta Jateng, 22/07/2012.
---------------, 22/07/2012.
---------------, 16/08/2012.
Majalah
Majalah Detik, 9-15/04/2012
-----------------, 16-22/07/2012
-----------------, 23-29/07/2012
-----------------, 24-30/09/2012
-----------------, 19-25/03/2012.
-----------------, 26/3-1/4/2012
Majalah Tempo, 01/04/ 2012.
------------------, 01/04/ 2012.
------------------, 12/01/ 2012
Internet
detik.com, 21/09/2012
detik.com, 22/11/2012.
kompas.com, 06/07 2012. http://nasional.kompas.com/read/2012/07/06/20545582/Survei.JSI.untuk.Kepentingan.Foke-Nara
--------------, 08/04/2012 http://megapolitan.kompas.com/read/2012/04/08/13164651/LSI.Foke-Nara.Berpotensi.Menang.Satu.Putaran
--------------, 01/07/2012. http://megapolitan.kompas.com/read/2012/07/01/14452150/LSI.Satu.atau.Dua.Putaran.Foke-Nara.Menang
--------------. http://kfk.kompas.com/blog/view/118659-Kisah-Hidup-Jokowi
okezone.com 20/10/2011.http://autos.okezone.com/read/2011/10/20/52/518145/harga-pajero-sport-model-2012-mulai-rp364-juta.
suaramerdeka.com, 04/01/2012. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/01/04/172371/Menteri-Memuji-Gubernur-Mencibir-
---------------------, 05/01/2012. http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/01/05/106068/Jokowi-Semangat-Bibit-pun-Benar
---------------------, 03/01/2012. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/01/03/105867/Keputusan-Jokowi-Dorong-Kebangkitan-Industri-Nasional
-------------------------, 03/01/2012. http://blog.suaramerdeka.com/2012/01/03/komunikasi-politik-yang-rasional/
tempo.co, 20/03/2012.
----------, 05/01/2012. http://www.tempo.co/read/news/2012/01/05/078375444/Mobil-Esemka-Simbol-Perlawanan-Simbolik-Jokowi
----------, 04/01/2012. http://www.tempo.co/read/news/2012/01/04/058375221/Gubernur-Bibit-Sindir-Jokowi-Soal-Mobil-Esemka.
----------, 04/01/2012. http://www.tempo.co/read/news/2012/01/04/124375308/SBY-Apresiasi-Mobil-Esemka-Jokowi
----------, 03/08/2012. http://www.tempo.co/read/news/2012/08/03/228421246/Dana-Kampanye-Rp-16-Miliar-Ini-Reaksi-Jokowi
Tokohindonesia.com. Diunduh 27/11/2012 pukul 18.30. http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/3831-walikota-surakarta-yang-fenomenal
tribunnews.com, 01/09/2012. http://m.tribunnews.com/2012/09/01/penulis-jokowi-mampu-menjadi-media-darling-seperti-sby
nasmoco.com. http://nasmoco.co.id/car/program-penjualan/harga-mobil-toyota/
wikipedia.com. http://id.wikipedia.org/wiki/Joko_Widodo
[1] Ia mengganti mobil dinas Toyota Camry dengan Kiat Esemka, mobil 1.500 cc yang belum jelas uji kelayakannya. Ia mengatakan sebagai usaha terakhirnya dalam upaya mengembangkan produk Esemka di pasaranan nasional. Ia mengaku, mobil tersebut telah beberapa kali mengikuti pameran seperti di Semarang, Jakarta dan Surabaya, namun tidak ada yang melirik, (Majalah Tempo, 22 Januari 2012, hal:105)
[2] Adang Ruchiatna merupakan wakil ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI. Ketuanya Puan Maharani. Adaang adalah jenderal bintang dua yang pernah menajdi Panglima Komando Daerah Militer Udayana. Pengalaman di bindang militer dan birokrasi dinilai klop dengan Foke (Majalah Tempo, 25 Maret 2012).
[3] Pada saat itu, Basuki Tjahcya Purnama merupakan anggota DPRRI dari Fraksi Partai Golkar. Untung kepentingan pencalonan wakil gubernur Jakarta, ia mengundurkan diri dari partai berlambang pohon beringin tersebut dan memilih ke Partai Gerindra.
[4] Pasangan ini dikenal menjadi Jokowi-Ahok.
[5] Berdasarkan hasil audit Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, calon incumbent jumlah pengeluaran Jokowi memang jauh lebih kecil. Pemasukkan dana kampanye kubu Foke-Nara mencapai Rp 62,63 miliar sedangkan penggunaannya Rp 62,57 miliar. Penerimaan kubu Jokowi-Ahok tercatat Rp 16,31 miliar sementara pengeluaran mencapai Rp 16,09 miliar. Mayoritas dana digunakan untuk spanduk, alat peraga serta bahan kampanye. Penyebaran bahan kampanye mencapai Rp 4,2 miliar, alat peraga berjumlah Rp 2,6 miliar, dan rapat umum Rp 2,1 miliar. Untuk iklan cetak dan radio, kubu Jokowi hanya mencapai Rp 729 juta dan Rp 516 juta.
[6] Adapun 16 media ini terdiri dari empat media online yaitu Kompas.com, Detik.com, Vivanews dan Okezone. Kemudian empat media cetak nasional yaitu Kompas, Koran Tempo, Republika dan Suara Pembaruan, media cetak lokal yaitu Warta Kota, Pos Kota, Indopos dan Koran Jakarta, serta empat stasiun televisi yaitu RCTI, Metro TV, TVOne dan JakTV.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H