Kerupuk di atas piring berjatuhan. Air dalam gelas bergoyang. Ini ada apa?
"Gempa? Bener gak sih? Lihat tuh pada goyang!"
Innalilahi wainnailaihi rajiuun. Iya gempa. Saya dan suami saling berpandangan di meja makan. Fahmi saya tarik duduk mendekat. Begitu juga teman-teman Clicker sempat gaduh dengan adanya goyangan sesaat itu.
Tak lama kejadian mengagetkan itu berlangsung, seolah hilang ditelan kesibukan. Setelah kejadian cukup mencekam saat makan malam itu, kami memang harus kembali ke aula, demi bisa menyerap ilmu sesi ke tiga dari Kelas Menulis bidang Ekonomi bersama Isson Khaerul, Direktur Program PPI (Persatuan Penulis Indonesia).
Workshop Menulis
Malam Sabtu itu 2-3 Agustus 2019, saya beserta keluarga dan empat puluh lima orang Kompasianer yang tergabung dalam komunitas CLICK (Kompasianer pengguna Commuter Line) memang menginap di Graha Wisma Taman Mini Indonesia Indah.
Demi bisa mencekau ilmu kepenulisan yang diramu dalam acara Workshop Menulis dan Tour Pulau Maju itu, saya beserta mantan pacar alias  mas bojo dan ekor semata wayang dari pelosok Cianjur bela-belain ngebut boncengan sepeda motor bertiga selama lebih dari 5 jam demi bisa sampai on time di TMII Jakarta. Termasuk lanjut ke Pulau Maju, bagian dari Pulau Reklamasi yang penuh kontoversi di wilayah Jakarta Utara itu.
Sungguh perjalanan kami dari ujung selatan di Pagelaran Cianjur kidul sampai Pulau Maju di Jakarta bagian Utara ini bener luar biasa. Dari selatan ke utara, dari kidul ke kulon, bidas demi bisa hadir di acara yang digagas Bu Muthiah, beserta PPI yang digawangi Pak Isson, Pak Yon Bayu dan Pak Thamrin.
Padahal sbelumnya saya hampir membatalkan keikutsertaan ini karena Kamis tanggal 1 Agustus paman tercinta meninggal. Hanya karena semangat untuk bisa belajar teramat tinggi, ditambah suport keluarga yang juga begitu besar, hingga saya bisa hadir di lokasi sesuai dengan ekspektasi. Malah suami dan anak bisa solat Jumat di masjid TMII dengan leluasa. Semesta mendukung.
Fiksi yang baik dan benar
Saya masih ingat apa yang disampaikan Bu Fanny Jonathans Pyok, sastrawan mantan redaktur Tabloit Fantasia yang karya cerpennya sudah tidak terhitung itu.
Menulis fiksi, meski bisa dibilang tulisan khayalan, namun tetap memiliki aturan dan konsekuensi. Jadi meski fiksi, supaya memiliki nilai dan manfaat, tulisan yang dibuat harus memiliki beberapa unsur. Begitu kata putri sastrawan asal Bima NTT ini.
Contoh dalam karya fiksi cerita pendek, setidaknya kalau membuat cerita harus memperhatikan kaidah unsur cerpen, seperti menentukan tema, lalu membuat kerangka yang nantinya tinggal mengembangkan, membuat plot, penokohan, seting dan amanat yang akan disampaikan.
Bu Fanny sendiri memberikan bocoran bagaimana cerpennya yang bernas lahir satu per satu. Ia bisa membuat tema dari kejadian yang dilihat atau dirasakan sehari-hari. Lanjut ke kerangka cerpen yang bisa dikembangkan dikemudian.
Supaya tidak lupa, catat ide dan gagasan yang sering terlintas secara tiba-tiba. Mulai rancang kata untuk judul, lalu uraikan melalui kerangka garis besar. Perhatikan dalam membuat cerpen pada alinea pertama harus ada kaitan erat dengan keseluruhan tema.
Membuat cerpen tidak harus selesai saat itu. Untuk mendapat konflik bisa saja penulis melihat dulu realitas, kejadian di depan mata, dll sehingga bisa jadi muncul ending yang tidak biasa. Tidak garing, tidak mudah ditebak.
Diakui atau tidak, penulis harus banyak membaca supaya menambah perbendaharaan kosa kata dalam kepala. Seorang penulis harus bisa menguasai ilmu pengolahan kata sedemikian rupa supaya tidak banyak pengulangan kata. Kita bisa melihat dan menilai akan terasa lain atau lebih hidup jika setiap alinea memiliki banyak kata memiliki arti sama tetapi dengan penyampaian yang berbeda.
Sebenarnya tidak sulit membuat karya fiksi itu karena kuncinya tulisan fakta bisa diolah dengan imajinasi sedemikian rupa sehingga menjadi fiksi.
Literasi Digital jaman nowÂ
Lanjut dengan materi sesi 2 setelah coffee break, pembicaranya adalah Iskandar Zulkarnaen atau yang lebih dikenal dengan panggilan Mas Isjet. Mantan admin Kompasiana yang sekarang aktif menjadi pelaku literasi digital ini memberikan gambaran jika di jaman sekarang literasi digital sudah hampir menguasai seluruh aspek kehidupan.
"Mau tidak mau netizen harus menguasainya karena jika tidak, akan jalan di tempat atau justru malah jauh tertinggal."
Saat jaman berubah setelah memasuki revolusi 4.0 bukan lagi orang yang door to door datang ke setiap pintu rumah orang, melainkan konten. Itu salah satu kekuatan literasi digital saat ini.
Konten yang dibutuhkan industri untuk mempercepat marketing bisa jadi acuan kita untuk menjadi branding seorang blogger. Content marketing ibarat sebuah kerjasama bisnis, siapa yg lebih dahulu mengambil kesempatan maka ia yang akan mengambil keuntungan.
Agar netizen dilirik oleh brand untuk membuat content, Mas Isjet selaku co-founder Kompasiana ini memberikan beberapa tips. Seperti blogger harus memiliki branding. Blogger harus Jadi diri sendiri dengan segala keunikan.
Blogger harus menghindari tindakan melakukan copas dan atau plagiat. Menyampaikan kutipan pun ada tipsnya lho, tips dari Mas Isjet adalah baca dulu keseluruhan, serap idenya, lalu sampaikan dengan gaya dan bahasa kita sendiri. Jika memungkinkan tambahkan unsur yang bersifat aktual.
Orang melakukan segala cara demi bisa bersaing namun blogger atau buzzer yang baik tetap akan mengedepankan ciri khas etika serta aturan. Tenang saja, karena yakin rezeki tidak akan tertukar.
Hampir menjelang magrib pembahasan Mas Isjet yang teramat bergizi itu harus diakhiri. Saatnya solat, istirahat dan makan. Maka setelah terpotong drama gempa di tempat makan itu tadi, yang belakangan diketahui sesuai konferensi pers BMKG, Jumat (2/8/2019), jika titik pusat gempa berada di Banten dengan magnitudo dimutakhirkan dari 7,2 sr jadi 6,9 sr, selanjutnya peserta siap menghadapi sesi ketiga: Kelas Menulis bidang Ekonomi bersama Pak Isson. Yeay!
Diselingi informasi dari Pak Yon mengenai adanya menulis serentak di Kompasiana malam itu juga, semangat para peserta semakin terlihat untuk membuktikan diri masing-masing sebagai penulis terbaik. Apalagi diiming-imingi tulisan terpilih akan mendapatkan hadiah. Super sekali hiruk-pikuk malam itu. Sungguh sebuah perjuangan para pejuang konten.
Tahukah kalau menjadi penulis tema ekonomi itu masa panennya tidak akan pernah ada habisnya? Selama manusia ada maka bahasan ekonomi dan lingkarannya akan semakin banyak bermunculan.
Hanya saja supaya waktu dan pengorbanan penulis tidak sia-sia kita harus jeli melihat peluang dan pandai mengambil kesempatan.
Penulis ekonomi juga bisa memiliki penghasilan yang menjanjikan lho. Senangnya ketika malam itu Pak Isson tidak pelit memberikan ilmu serta rahasianya. Tidak heran kalau lulusan dari workshop ini banyak yang berminat dan mau mencoba membidik menulis di tema ekonomi. Â Yuk kuy ah kita coba...
Selesai acara saya mendapat kunci kamar di nomor 319. Satu kamar dengan keluarga Sigit satu daerah dari pakidulan Cianjur. Hati penasaran ingin segera rebahan tapi berusaha untuk mencatat ulang semua materi supaya tidak menguap lalu hilang.
Sambil mendengar cerita teman-teman yang merubung colokan listrik demi nge-charge gadget masing-masing, keseruan malam semakin menjadi bersamaan dengan pengumuman peserta menulis serentak yang beruntung.
Usai acara, waktunya tidur menikmati ranjang susun empuk dengan bantal yang wangi nih... tiga ranjang untuk enam orang terbilang masih leluasa untuk segera beristirahat mengingat keesokan paginya kami akan jalan jalan ke Pulau Maju, pulau Reklamasi yang awalnya bernama Pulau D.
Menggunakan tiga buah kendaraan, selesai sarapan seluruh peserta dan panitia ngabring menuju Pulau Maju. Dulu tidak terbayang berdiri di atas pulau buatan itu kaya gimana.
Sekarang saya dan keluarga bisa menyaksikan sendiri bagaimana pulau buatan itu berkembang dengan pesat, jauh lebih maju dibanding kota kabupaten Cianjur tempat saya tinggal yang sudah berusia 342 tahun.
Jalan dan jembatan yang mulus, perumahan yang dibangun mewah, lingkungan asri yang ditunjang berbagai fasilitas supaya bikin penghuni nyaman, belum ditambah ruko dan lahan bisnis yang diperkirakan akan melaju pesat. Betah sekali pokoknya jika mengkhayal tinggal di Pulau Maju ini.
Ya mengkhayal saja, secara bagaimanapun besarnya keinginan semua itu jadi realita tapi buat blogger freelancer kaya saya mah mana mampu mengumpulkan bermiliar-miliar sebagai maharnya. Hahaha... Udah tetap jadi urang kampung saja.Â
Sayang tidak bisa lanjut karena dilarang satpam jaga. Baru bisa mengintip aktivitas di dalam lahan yang ditutup pagar seng itu setelah berhasil diantar sopir ke pinggiran pantai yang lokasinya memang dibuat lebih tinggi. Perbaikan dan percepatan pembangunan terus digenjot mengingat kabarnya peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus nanti Gubernur akan mengadakan upacara di pulau ini. Ya harus serba terlihat sempurna dong...Â
Puas tidak puas menikmati suasana lokasi food street yang masih pada tutup di jalan utama Pulau Maju karena mereka beroperasi mulai sore hingga dini hari kami semua keluar meninggalkan Pulau Maju sebelum pukul 10 pagi. Panas yang sudah tidak bersahabat mengantar setiap peserta ke tujuan kepulangan masing-masing.
Kami berpisah membawa kenangan dan ilmu tidak terhingga.
Semoga akan ada acara Click selanjutnya. Bidas dari Cianjur Selatan kami berusaha untuk selalu ikutan...
 #clickompasiana #clickppitmii.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H