Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Film Sejarah, Kontroversi Bioskop, dan Budaya Cianjur

8 Agustus 2019   13:31 Diperbarui: 10 Agustus 2019   00:57 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bioskop rakyat, alias nobar di halaman rumah. Dokumentasi Febri Dwi Yanto dari Kompasiana.com

Bisa jadi sebagian masyarakat menolak adanya bioskop karena lemahnya ketegasan pemerintah. Bisa jadi alih-alih memunculkan manfaat dari sebuah tontonan, yang ada justru menimbulkan mudharat karena menyimpang dari tuntunan.

Padahal adanya sarana hiburan ini tidak usah mewah, yang penting bermanfaat. Ibarat nonton bareng menyaksikan pertandingan olahraga, ga harus di gedung mewah atau berpendingin ruangan, tapi cukup dengan sarana "bioskop rakyat" alias modal proyektor dan lokasinya di sawah kering depan rumah pun jadilah...

Bioskop rakyat, alias nobar di halaman rumah. Dokumentasi Febri Dwi Yanto dari Kompasiana.com
Bioskop rakyat, alias nobar di halaman rumah. Dokumentasi Febri Dwi Yanto dari Kompasiana.com
Dengan begitu yang tercipta bukan hanya sampainya "pesan" yang ditonton, tetapi juga dapat kebersamaan, silaturahmi yang terjaga dan kerukunan hidup bersama. Bukankah itu terlihat lebih bermanfaat?

Jika bioskop rakyat saja banyak manfaatnya, apalagi bioskop beneran? Pastinya dengan adanya bioskop, diharapkan dapat lebih mengembangkan industri perfilman (industri kreatif) di Indonesia.

Saya bangga lokasi Situs Megalitikum Gunung Padang di Campaka Cianjur sudah diangkat ke layar lebar dengan judul "Gerbang Neraka".

Tapi saya lebih bangga lagi kalau masyarakat Cianjur bisa menyaksikan film tersebut. Masyarakat mengetahui apa pesan yang disampaikan di dalamnya. 

Masyarakat bisa lebih mengenal sendiri wilayah yang sempat jadi bahan pembicaraan karena berita adanya penemuan "harta katun" di dalam gundukan tumpukan batu-batu Gunung Padang.

Meski pada kenyataannya masyarakat lokal Cianjur hare-hare karena tidak mengetahuinya. Miris, bukan?

Setidaknya meski film nasional tidak mendapat kesempatan diputar di Cianjur, kiranya bisa memberi ruang kepada generasi muda yang mendalami ilmu perfilman untuk membuat film dokumenter dengan mengangkat tema seperti adat tradisi serta kearifan lokal masyarakat Cianjur khususunya sebagai bahan pembelajaran, bahan informasi dan bahan hiburan itu sendiri.

Situs Megalitikum Gunung Padang Cianjur yang diangkat ke layar lebar. Sayang ga semua masyarakat Cianjur bisa menyaksikannya. Dok. Pribadi
Situs Megalitikum Gunung Padang Cianjur yang diangkat ke layar lebar. Sayang ga semua masyarakat Cianjur bisa menyaksikannya. Dok. Pribadi

Saya yakin jika kehadiran bioskop di Cianjur berfungsi tidak hanya sekadar sebagai sarana hiburan, tapi juga bisa dijadikan sarana pendidikan, itu akan dengan mudah diterima kehadirannya oleh banyak kalangan. Bukankah kehadiran bioskop secara langsung atau tidak juga bisa menjadi magnet daya tarik bagi para wisatawan ke Cianjur?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun