Pernah nggak lagi asyik-asyiknya santai scroll media sosial, tiba-tiba ada yang curhat panjang soal hidupnya?Â
Dari drama keluarga, pengalaman asmara yang tak mengenakkan, sampai luka masa kecil yang belum sembuh. Kadang ceritanya dikemas dalam thread penuh detail atau video dramatis dengan backsound sedih. Tanpa kita sadari yang awalnya cuma mau lihat meme, malah ikutan hanyut dalam kesedihan orang lain.
Fenomena ini disebut trauma dumping: curhat tanpa filter yang seringkali terlalu berat untuk konsumsi publik. Beda dari curhat biasa, trauma dumping sering dilakukan tanpa mempertimbangkan perasaan orang yang mendengar atau membacanya.Â
Yang penting lega, walau followers-nya jadi kebingungan harus menanggapi apa. Apakah harus kasih semangat? Harus relate juga? Atau cuma di-scroll aja biar nggak kebawa suasana?
Apa Itu Trauma Dumping?
Trauma dumping adalah ketika seseorang menceritakan pengalaman traumatis atau emosional mereka secara berlebihan, tanpa mempertimbangkan perasaan pendengar (atau dalam hal ini, followers di media sosial).Â
Berbeda dengan curhat biasa, trauma dumping sering dilakukan tanpa filter dan bisa jadi terlalu berat bagi orang lain yang membacanya.
Contohnya aja nih, "Dulu aku diperlakukan seperti sampah sama keluargaku, nggak ada yang peduli, dan sampai sekarang aku masih trauma."
"Aku baru aja putus dan ini kayak kejadian buruk yang terus terulang. Kenapa hidup aku kayak gini?"
"Sejak kecil aku selalu dibanding-bandingin sama saudara, makanya sekarang aku selalu ngerasa nggak cukup baik."