Mohon tunggu...
Tesalonika Hasugian
Tesalonika Hasugian Mohon Tunggu... Penulis - Host Foodie

Menyelami komunikasi pada bidang multidisipliner.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Membaca Buku vs Ngandelin AI: Siapakah yang Terhebat?

18 Desember 2024   12:59 Diperbarui: 18 Desember 2024   12:59 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membaca Buku (Sumber: Unsplash/Toa Heftiba)

Sejak zaman dahulu, buku telah menjadi simbol pengetahuan dan sumber wawasan bagi umat manusia. Kita mengenal buku sebagai jendela dunia. Namun berbeda di era teknologi saat ini. Kecanggihan AI telah mengambil peran baru sebagai alat bantu untuk menjawab berbagai pertanyaan dalam sekejap mata. 

Dari dua metode ini, siapa sebenarnya yang lebih unggul? Apakah membaca buku yang melatih ketekunan, atau AI yang menawarkan kecepatan?

Sejarah dan Peran Kedua Alat

Buku adalah salah satu media tertua untuk mentransfer pengetahuan. Dari era manuskrip hingga era digital, membaca buku selalu membutuhkan usaha dan dedikasi. Di sisi lain, AI adalah inovasi baru yang dirancang untuk mempermudah hidup kita. Bayangkan, dengan mengetik beberapa kata, kita bisa mendapatkan ribuan jawaban dalam hitungan detik.

Namun, kecepatan ini sering kali mengorbankan kedalaman. Sebuah studi dari MIT Technology Review menunjukkan bahwa pengguna AI cenderung mengandalkan jawaban permukaan tanpa mempertanyakan validitasnya. Bandingkan dengan membaca buku, yang melibatkan proses berpikir aktif untuk memahami dan menganalisis isi.

Dampak pada Cara Berpikir

Membaca buku melatih kemampuan berpikir kritis. Saat membaca, otak kita dipaksa untuk menghubungkan ide-ide, mengevaluasi argumen, dan mempertanyakan suatu asumsi. Sebaliknya, AI mempermudah kita untuk menerima jawaban cepat, yang sayangnya sering mendorong penggunanya untuk malas menggali lebih dalam.

Contohnya, seorang mahasiswa yang membaca buku referensi untuk esainya cenderung memiliki argumen yang lebih solid dibandingkan dengan mahasiswa yang hanya mengandalkan AI. Kenapa? Karena buku mengajarkan kita untuk memahami konteks, sementara AI memberikan jawaban tanpa latar belakang mendalam.

Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Cognitive Enhancement mengungkap bahwa kebiasaan membaca buku secara rutin mampu meningkatkan fungsi kognitif, seperti berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengasah kreativitas. Penelitian ini menemukan bahwa aktivitas membaca dapat merangsang koneksi sinaptik di otak, sehingga memperkuat kemampuan analitis dan pemahaman konsep.

Pengaruh pada Gaya Berkomunikasi

Orang yang rajin membaca buku cenderung memiliki kosakata yang lebih kaya dan cara berkomunikasi yang lebih terstruktur. Hal tersebut juga ada di dalam Journal of Applied Social Psychology menunjukkan bahwa membaca karya fiksi dapat memperkuat kemampuan empati serta meningkatkan pemahaman terhadap dinamika sosial. 

Di sisi lain, pengguna AI sering menggunakan jawaban generik tanpa menggali ide-ide baru. Akibatnya, gaya komunikasi mereka cenderung kurang mendalam. Pernahkah kamu bertanya kepada seseorang yang hanya mengandalkan AI untuk menjawab pertanyaan? Jawabannya terasa datar, kadang rancu jika tidak diperiksa kembali, dan tanpa emosi atau koneksi personal.

Menyelesaikan Masalah: Pendekatan Berbeda

Ketika dihadapkan pada masalah kompleks, orang yang terbiasa membaca buku akan cenderung lebih analitis. Mereka mampu melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang. AI, meskipun canggih, hanya memberikan jawaban berdasarkan pola data yang sudah ada.

Misalnya, seorang pengusaha yang membaca buku strategi bisnis memiliki dasar pengetahuan yang lebih kuat untuk mengambil keputusan jangka panjang, dibandingkan dengan pengusaha yang hanya menggunakan AI untuk menganalisis tren pasar.

Hebat mana?

Membaca buku unggul dalam membangun wawasan yang berkelanjutan, sedangkan AI lebih cocok untuk solusi jangka pendek.

Kreativitas dan Imajinasi

Buku, terutama fiksi, adalah jendela menuju dunia yang tak terbatas. Ketika membaca, kita diajak untuk membayangkan karakter, suasana, bahkan konflik yang tidak pernah kita alami. Ini adalah latihan terbaik untuk melatih kreativitas.

Sebaliknya, AI hanya bekerja berdasarkan data. Meskipun AI bisa membantu menghasilkan ide-ide baru, itu tetap terbatas pada pola yang sudah ada. Kreativitas sejati hanya bisa muncul dari proses berpikir manusia yang dipupuk melalui pengalaman, termasuk membaca buku.

Dampak Jangka Panjang

Ketergantungan pada AI dapat membuat kita kehilangan kemampuan untuk berpikir secara mandiri. Sebagai contoh laporan dari UNESA. Penggunaan aplikasi berbasis AI yang memberikan jawaban instan dapat mengakibatkan mahasiswa kurang terdorong untuk mendalami proses analisis atau mempertanyakan sumber informasi. Akibatnya, kemampuan berpikir kritis dalam mengevaluasi keakuratan dan relevansi data dapat menurun, padahal keterampilan ini sangat penting untuk memahami kompleksitas masalah konseling dan merancang intervensi yang tepat. 

Sebaliknya, kebiasaan membaca buku menciptakan landasan pengetahuan yang lebih kuat yang tidak hanya membantu individu, tetapi juga memberikan kontribusi pada masyarakat yang lebih berpengetahuan.

Kesimpulan: Siapakah yang Terhebat?

Membaca buku dan bergantung pada AI sebenarnya tidak perlu dipertentangkan. Keduanya punya peran masing-masing. Membaca buku membangun fondasi berpikir kritis, kreativitas, dan wawasan jangka panjang. Sementara itu, AI adalah alat yang hebat untuk membantu kita menyelesaikan tugas dengan cepat.

Namun, jika berbicara tentang siapa yang lebih hebat dalam melatih cara berpikir kritis, buku tetap menjadi pemenangnya. Jadi, jangan tinggalkan buku, ya! Mari gunakan AI sebagai pelengkap, bukan pengganti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun