Apa yang Bisa Kita Lakukan di Tengah Ekonomi yang Semakin Terhimpit?
Jelang tahun 2025, Indonesia menghadapi tantangan ekonomi yang semakin berat. Menghadapi kenyataan ekonomi yang semakin sulit, pasti banyak dari kita bertanya-tanya, "Apa yang bisa saya lakukan untuk bertahan?"Â
Ketika biaya hidup semakin mahal, dengan kenaikan PPN, iuran Tapera, dan BPJS Kesehatan yang tidak kunjung reda, rasanya seperti kita sedang benar benar dihantui untuk mendapatkan uang tambahan. Demi untuk sekadar bertahan hidup, setiap pengeluaran harus diperhitungkan dengan seksama.Â
Bagaimana juga ya, jika kita bisa mengelola keuangan dengan baik tetapi harga-harga terus meroket? Sementara pendapatan alias gaji tidak kunjung meningkat?
Tantangannya berat memang. Bukan berarti kita tidak bisa menemukan cara untuk tetap bertahan. Mungkin saatnya untuk mulai berpikir lebih kreatif tentang pengeluaran, mencari peluang investasi yang lebih aman, atau bahkan mulai membuat anggaran dengan lebih disiplin. Siapa tahu, dengan sedikit perencanaan dan pengelolaan yang lebih baik, kita bisa sedikit "menang" dalam permainan ekonomi yang serba ketat ini. Toh, siapa bilang menjadi pintar dalam mengelola uang itu tidak bisa jadi hiburan tersendiri?
1. Kenaikan PPN 12%: Membebani Konsumsi Rumah Tangga
Pemerintah Indonesia akan menerapkan kebijakan peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai tahun depan. Kebijakan ini diperkirakan akan memberikan dampak signifikan, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, karena kenaikan PPN berarti harga barang dan layanan akan semakin mahal, mulai dari kebutuhan pokok hingga produk lainnya.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga merupakan komponen terbesar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Oleh karena itu, kenaikan tarif PPN yang menyasar barang-barang konsumsi sehari-hari akan sangat memengaruhi daya beli masyarakat. Mereka yang sudah berjuang mengatasi inflasi dan harga barang yang terus meningkat kini harus menanggung beban tambahan berupa pajak yang lebih tinggi.
Perubahan ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang menetapkan tarif PPN 12% mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
2. Iuran Tapera: Beban Tambahan untuk Masyarakat Berpenghasilan di Atas UMR
Bagi para pekerja di Indonesia, memahami dan mengelola potongan iuran Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) kini menjadi bagian penting dalam perencanaan keuangan pribadi. Program Tapera, yang diwajibkan bagi pekerja di sektor formal maupun informal, bukan hanya sekadar tabungan wajib. Lebih dari itu, program ini juga menjadi investasi jangka panjang yang mendukung pembiayaan perumahan rakyat di masa depan.
Mulai 2024, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang mewajibkan potongan sebesar 3 persen dari pendapatan bulanan pekerja untuk iuran Tapera. Potongan ini dibagi antara pekerja dan pemberi kerja, di mana 2,5 persen harus dibayar oleh pekerja dan sisanya 0,5 persen ditanggung oleh perusahaan. Bagi pekerja mandiri, potongan ini disesuaikan dengan penghasilan yang dilaporkan. Program ini tidak hanya memberikan manfaat bagi peserta dalam bentuk tabungan pribadi, tetapi juga berperan penting dalam mendukung pembangunan perumahan yang lebih terjangkau di seluruh Indonesia.
Sebagai contoh, jika seorang pekerja dengan pendapatan Rp5 juta per bulan harus membayar 3 persen untuk Tapera, maka jumlah potongan yang harus disetorkan adalah Rp150 ribu per bulan. Dari jumlah tersebut, Rp125 ribu merupakan kontribusi pekerja, sedangkan Rp25 ribu ditanggung oleh perusahaan. Dengan demikian, meski terkesan sebagai beban tambahan, iuran Tapera sejatinya memberikan manfaat jangka panjang, baik bagi pekerja yang ingin memiliki rumah maupun bagi negara yang sedang mempercepat pembangunan infrastruktur perumahan yang lebih merata.
3. Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Tak hanya kebutuhan sehari-hari dan kepemilikan rumah, masyarakat juga semakin terhimpit oleh kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Program jaminan kesehatan yang seharusnya memberikan perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia kini menjadi beban bagi banyak keluarga. Iuran yang meningkat, baik bagi peserta mandiri maupun pekerja, membuat biaya kesehatan semakin tinggi.
Pada tahun 2025, kemungkinan besar iuran BPJS Kesehatan akan mengalami kenaikan untuk peserta kelas I dan kelas II. Kenaikan ini diperkirakan seiring dengan penerapan sistem kelas rawat inap standar (KRIS) yang dijadwalkan mulai berlaku pada 30 Juni 2025. Iuran kelas III, yang sebagian besar diikuti oleh Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), tidak akan terpengaruh.
Dengan adanya kenaikan iuran yang terus menerus, banyak keluarga mulai merasa terjepit antara memenuhi kebutuhan medis atau kebutuhan hidup lainnya. Ditambah dengan kualitas layanan kesehatan yang terkadang belum memadai, banyak yang merasa bahwa mereka membayar lebih banyak namun tidak mendapatkan kualitas layanan yang sesuai dengan harapan.
Tahun 2025 sepertinya akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi rakyat Indonesia, terutama bagi mereka yang berada di kelas menengah ke bawah.
Harapan Menyikapi Beban yang Semakin Berat
Tentu saja dalam menghadapi semua tantangan ini, ada beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah. Salah satunya adalah reformasi kebijakan yang lebih berpihak kepada masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah. Pemerintah harus lebih mendengarkan keluhan masyarakat dan merumuskan kebijakan yang tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga kesejahteraan rakyat. Misalnya, evaluasi terhadap kenaikan PPN yang bisa berdampak langsung pada daya beli, serta kebijakan yang lebih adil dalam program Tapera dan BPJS Kesehatan.
Selain itu, masyarakat juga perlu lebih diberdayakan dengan informasi dan akses untuk mengelola keuangan pribadi mereka. Di tengah ketidakpastian ekonomi, penting bagi masyarakat untuk memahami hak mereka, serta bagaimana merencanakan keuangan agar tidak terlalu terbebani dengan berbagai biaya hidup yang terus meningkat.
Kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk pembangunan ekonomi Indonesia sering kali membawa dampak yang tidak sebanding bagi masyarakat yang lebih rentan. Dalam jangka panjang, beban ekonomi yang semakin berat akan memengaruhi kualitas hidup rakyat Indonesia, terutama mereka yang sudah terhimpit dengan berbagai kebijakan baru yang tidak mampu diatasi secara mandiri. Oleh karena itu, keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat harus tetap menjadi prioritas utama.
Kalau menurut Anda, apakah yang harus dibenahi dalam setiap kebijakan pemerintah atas kenaikan-kenaikan ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H