Mohon tunggu...
Tesalonika Hasugian
Tesalonika Hasugian Mohon Tunggu... Penulis - Host Foodie yang gemar menulis

Pemerhati media dan seisi kata-katanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ujian Nasional vs Kurikulum Merdeka: Manakah yang Lebih Membentuk Generasi Mandiri?

21 November 2024   09:10 Diperbarui: 21 November 2024   09:17 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa Belajar (Sumber: Unsplash/Emmanuel Ikwuegbu)

Generasi mandiri adalah mereka yang mampu berpikir kritis, mengambil keputusan, dan belajar dari kesalahan. Hal ini lebih mungkin dicapai melalui pendekatan yang menekankan proses pembelajaran, seperti yang ditawarkan oleh Kurikulum Merdeka.

Pendidikan idealnya bukan hanya tentang mengukur hasil, tetapi juga tentang membentuk karakter. Dengan segala kelebihan dan tantangannya, keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen semua pihak, mulai dari pemerintah, guru, hingga siswa itu sendiri. Guru yang dapat menilai sejauh mana kompetensi dan karakter anak bisa dibangun melalui sistem Ujian Nasional atau Kurikulum Merdeka. Keterlibatan dari seluruh pihak bisa menumbuhkan ruang publik yang dinamis dan mengambil keputusan yang tepat.

Perspektif Guru, Siswa, dan Orang Tua: Menimbang Dua Sistem Pendidikan

Guru
Bagi banyak guru, Ujian Nasional (UN) memberikan pedoman yang jelas dan terstruktur, memberikan arah yang pasti dalam mengukur keberhasilan siswa. Namun, sistem ini sering membatasi kreativitas pengajaran mereka, seolah mengharuskan mereka untuk mengajarkan materi sesuai dengan standar ujian semata. 

Sebaliknya, Kurikulum Merdeka menawarkan kebebasan dan fleksibilitas yang lebih besar, memberi ruang bagi guru untuk berinovasi dan mengeksplorasi metode pengajaran yang lebih hidup. Namun, fleksibilitas ini datang dengan tantangan besar: adaptasi terhadap cara baru yang memerlukan pemahaman mendalam dan kesiapan yang tidak sedikit.

Siswa
Bagi siswa, UN mungkin membentuk kebiasaan belajar yang disiplin dan terstruktur, tetapi tak jarang, sistem ini terasa membebani dan mengikis semangat mereka dalam belajar. Ada tekanan besar untuk sekadar memenuhi standar, tanpa memberi ruang untuk mengeksplorasi minat mereka. 

Kurikulum Merdeka, di sisi lain, menawarkan pembelajaran yang lebih relevan dengan kehidupan nyata---sesuatu yang membuat siswa merasa lebih terhubung dan termotivasi. Namun, di balik kebebasan itu, ada juga kekhawatiran akan kurangnya tantangan yang bisa memacu semangat kompetitif mereka.

Orang Tua
Bagi orang tua, UN memberikan tolak ukur yang jelas tentang pencapaian anak mereka---angka yang bisa dibaca, dimengerti, dan dibandingkan. Namun, dengan Kurikulum Merdeka, orang tua mungkin merasa kesulitan untuk mengikuti perkembangan anak mereka yang tidak lagi diukur dengan cara yang konvensional. Kurikulum ini mengharuskan orang tua untuk lebih terlibat dalam memahami proses belajar anak, bahkan mungkin berusaha lebih keras untuk mendukung anak mereka dalam mencapai tujuan yang lebih holistik.

Jika Anda bisa memilih, sistem manakah yang menurut Anda paling sesuai untuk membentuk generasi muda sekarang?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun