Mohon tunggu...
Astuhariani
Astuhariani Mohon Tunggu... Petani - Damai itu indah

berpikir, berucap dan bertindak negatif itu menguras energi seseorang 99 kali lebih besar dibanding berpikir, berucap dan bertindak positif

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Passampo Siri

21 Desember 2016   21:47 Diperbarui: 21 Desember 2016   22:00 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Ndi betulkan hari ini pulang“

“Insya allah deng, ini bentar lagi aku ke pelabuhan”

”Jangan bohong na dek”

“Iye deng, pasti aku pulang ini kan hari bahagia kakakku nggak mungkinlah aku lewatkaN”

“Betulan ya dek, kakak tunggu lho kalau adek tidak datang pesta pernikahan ini tidak jadi”

“Kakak ngomong apa sich kok cuma gara-gara aku pernikahannya tidak jadi, yang mau nikah kan kakak bukan aku”jawabku sewot

“Uda jangan cerewet cepat ke pelabuhan” kata kakakku

Cepat-cepat aku ke pelabuhan, sesampai di pelabuhan aku segera mengurus tiket dan masuk di kamar. Aku menyewa kamar 3 atau kelas 3 dimana di kamar tersebut ada 5 tempat tidur. Tidak apalah karena tinggal kamar itu yang kosong yang penting ada untuk merebahkan diri lagian besok siang aku sudah sampai koq di pelabuhan Pare-pare.

3 hari lagi pesta pernikahan kakakku, aku kasihan juga dengan kak Tenri dia terpaksa menerima pernikahan ini padahal aku tahu dia sangat mencintai kak Bahar pacarnya semasa masih SMA. Aku selalu iri melihat kebahagiaan mereka bahkan aku selalu berangan-angan nanti punya pacar seperti kak Bahar orang baik, pengertian, santun, shalatnya rajin, dan rajin puasa. Pokoknya dia bisa jadi imam dalam keluarga. Siang malam aku selalu berdoa semoga aja kak Tenri ama kak Bahar dapat restu dari orang tuaku tapi ternyata semua sia-sia 3 hari lagi kak Tenri akan menikah dengan orang lain. Aku tahu bagaimana kesedihan kak Tenri karena saat inipun aku merasakan hal sama aku ditinggal menikah oleh orang yang sangat aku cintai.

Tak terasa air mataku tidak terbendung. Untung aku dapat ranjang yang diatas jadi tidak terlalu keliatan sama yang lain kalau aku menangis. Aku menangis sedih memikirkan nasib kak Tenri, kak Bahar dan nasibku sendiri usai pesta nanti. Di pesta nanti keluarga berdatangan semua bergembira mengucapkan selamat, semua akan tersenyum bahagia tapi apakah kami juga bisa ikut tersenyum, kalau aku sich aku yakin bisa karena dari kemarin aku sudah janji akan melupakan perpisahanku dengan Kahar, salah satu alasanku juga pulang karena ingin larut dalam kebahagiaan agar bisa melupakannya, aku sudah ikhlas melepasnya dan mendoakan supaya dia berbahagia dengan pilihan orang tuanya.

Kenapa sich dijaman internet ini masih ada sistem perjodohan, apakah ayah dan ibuku masih orang kolot, mengapa mereka mementingkan siri, masih mementingkan kekekalan keturunan kebangsawanan, apasih artinya andi kalau kelakuannya melebihi ata, lebih baik ata tapi kelakuannya seperti andi. Kenapa kita anak-anak yang harus jadi korban, kenapa, kenapa??

Karena kecapean berpikir dan menangis akhirnya aku tertidur ketika terbangun bantalku basah dan mataku rasanya berat. Aku segara bangun kemudian ke kamar mandi cuci muka dan sikat gigi, sebenarnya sich mau mandi tapi... Nggak ach ntar aja kalau sampe di rumah lagian kalau cuma satu hari nggak mandi nggak akan bikin orang yang didekatku pingsan menciumi bauku lagian kan ada parfum, cukup semprot aja langsung wangi.

Kembali ke kamar aku melihat jam di HP, sudah jam 10 berarti sekarang sudah di perairan Mamuju, signal sudah ada cuma baru naik turun, sebentar lagi sampai di pelabuhan Cappa Ujung Pare-pare. Tiba-tiba Hpku berbunyi di layar tertulis nama Kak Tenri.

”Assalamualaikum Deng”

“Waalaikumsalam ndi, sudah dimana?”

“Sudah deat deng, sekitar sejam lagi kapalnya sandar di Pelabuhan”

“Kakak tunggu di pelabuhan”

“Lho kok ke pelabuhan kan tidak boleh, ini sudah hari-hari arapo-arapotta deng”

“Ceritanya panjang Nri, aku sama kak Bahar mau ke Nunukan jadi aku minta pertolongan adek tolong sampoi siri'na tomatoatta (selamatkan muka orang tua kita dari rasa malu), tennapodo iyya'na bawang molai iye laleng maja'e (semoga cuma aku melilih jalan yang tidak baik ini) aku tahu nri ini berat bagi anri tapi agana igaukengngi nulle makkuni toto purae napattentu Puang Alla Taala (apa boleh buat mungkin inilah takdir yang telah ditetapkan oleh Allah), pasti adek tahu gimana cinta kami jadi kami minta disini jadilah pahlawan kami bagi keluarga pasti adek akan mendapat balasan yang setimpal karena adek sudah berkorban demi kakak, demi orang tua, semoga Allah selalu memberi berkah dalam hidup adek dan semua keluarga. Kapal ke Nunukan sudah mau berangkat Ndi, sampaikan selleng uddanikku nennia parellau addampengekku ri Pueng sibawa Emma dan juga ke calon suamimu (salam rinduku dan permintaan maaf kepada Ayah Bunda), aku yakin dia baik dan bisa membahagiakanmu. Assalamualikum Nri”

Aku cuma terpana tidak sanggup berkata-kata lagi tidak pernah kubayangkan akan seperti ini, aku tidak sanggup membayangkan yang terjadi sekarang di rumah.

Tidak terasa kapal sudah sandar di pelabuhan sebagian penumpang sudah turun, aku segera membereskan barang-barang dan ikut turun dari kapal.

Selama 3 jam perjalanan ke rumah aku tidak bisa berpikir, pikiranku buntu. Apakah yang harus kulakukan barusan aku diputuskan pacar untuk dijodohkan dengan orang lain sekarang aku diminta kakak menggantikannya di pelaminan. Kenapa aku yang selalu mengalah, kenapa aku yang harus jadi korban, tidak bisakah aku menentukan nasibku sendiri, mulai dari sekolah, tempat kerja sampai jodohkupun harus dipilih orang lain. Rasanya ingin lari dari semua ini, tapi bagaimana nasib ayah dan ibu, mereka sudah renta seharusnya mereka sekarang bisa bahagia haruskah kami anak-anaknya mempermalukannya, bukankah dengan mempermalukannya berarti mempercepat... Uh, nggak ini tidak boleh terjadi aku tidak akan mempermalukannya, biarlah aku jadi passampo siri yang penting keluargaku tidak dapat malu, tidak mendapat cemoohan dari tetangga, aku harus menjaga kehormatan keluarga ini. Harus.. Tekadku dalam hati.

Tak terasa aku sampai dirumah, semua sudah terpasang, lawasoji sudah berdiri kokoh di depan rumah, sarapopun sudah jadi disamping, semua sudah terpasang lamming sudah nangkring sambil melambai seakan menyambut kedatanganku mengucapkan selamat datang pahlawanku.

Di samping mobil yang kutumpangi berdiri bapak dengan wajah mendungnya, aku tidak tahan melihatnya segera aku menghambur ke pelukan bapak.

“Pueng aja'na tomasara (tidah usah bersedih Bapak), aku tidak akan biarkan keluarga menanggung malu, aku siap menjadi pengganti daekku tarona mancaji passampo siri” bisikku memeluk bapakku

“Tongengka (benarkah) nak, terimakasih” bapak memelukku erat

Kemudian bapak menggandengku ke kamar ibu, ibu kelihatan lemah sekali matanya bengkak. Aku kasihan sekali melihat ibu. Aku segera memeluknya.

“Emma, ajana tamasara (Mama tidah usah bersedih) tidak akan kubiarkan keluarga kita menggung malu aku... “belum selesai ucapanku ibu memelukku. Entah kekuatan darimana dia segera bangun dan seperti sembuh seketika.

“Sekarang kamu mandi Nak, besok itu resepsinya bentar malam acara mappacci, pueng mau di pesta nanti anakku yang cantik kelihatan maccayya, bapak sudah mengutus orang ke rumah puang Bassi mengatakan besok pestanya tetap diselenggarakan” kata bapak dengan ceria.

Pernikahanku berjalan dengan lancar semua nampak berbahagia dan akupun berusaha untuk ikut larut dalam kebahagiaan tersebut. Aku cuma berdoa semoga kebahagiaan ini tidak cepat berlalu aku berharap semoga jodohku ini adalah jodoh pilihan Allah terhadapku.

“Assalamualaikum”

Aku terkejut ternyata tadi aku melamun hingga tidak sadar pengantin pria sudah berdiri di depan pintu kamar, aku malu-malu mencuri pandang dan tiba-tiba pandangan kami bertemu. Rasanya tidak percaya benarkah yang aku lihat sekarang pengantin pria yang menjadi suamiku itu adalah kahar pacarku. Kami sama-sama tersenyum ada kegelian dihati kami, mungkin inilah jalan kami untuk bersatu dan inilah hikmah menuruti kehendak orang tua, akhirnya aku betul-betul bahagia.

Terima kasih ya Allah, kau telah mempersatukan kami, terima kasih kak Tenri semoga suatu saat nanti kita bisa berkumpul lagi dan aku akan berusaha agar kakak bisa diterima kembali di keluarga besar kita.

(Semoga aja ceritanya nyambung, walau tulisan kacau balau yang penting bisa dibaca hehe..)

Cat:

Passampo siri : Penutup malu, biasanya diistilahkan untuk menyelamatkan malu karena salah satu mempelai meninggalkan pesta sebelum hari H

Ndi, nri, anri : adik

Deng : Kakak

arapo-rapotta : istilah yang dipakai untuk calon mempelai dimana calon mempelai pria maupun wanita tidak boleh lagi keluar beberapa sebelum hari H dikhawatirkan terjadi sesuatu sehingga acaranya tidak bisa berlangsung dengan lancar.

Andi : bangsawan Bugis

Ata : Pesuruh, budak, hamba sahaya

Sarapo : Tambahan bangunan atau tenda biasanya dibangun di samping rumah

Lawasoji : terbuat dari bambu dianyam bentuk segiempat biasanya diletakkan didepan jalanan masuk ke tempat resepsi

Lamming : dekorasi perkawinan terbuat dari kain dihiasi manic-manik biasanya digantung mengelilingi rumah dan sarapo tempat resepsi

Maccayya : bercahaya

Mappacci : acara malam Pacar atau ritual doa disertai pemberian pacci daun pacar kepada calon mempelai oleh kerabat yang diletakkan di tangan sang mempelai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun