Karena kecapean berpikir dan menangis akhirnya aku tertidur ketika terbangun bantalku basah dan mataku rasanya berat. Aku segara bangun kemudian ke kamar mandi cuci muka dan sikat gigi, sebenarnya sich mau mandi tapi... Nggak ach ntar aja kalau sampe di rumah lagian kalau cuma satu hari nggak mandi nggak akan bikin orang yang didekatku pingsan menciumi bauku lagian kan ada parfum, cukup semprot aja langsung wangi.
Kembali ke kamar aku melihat jam di HP, sudah jam 10 berarti sekarang sudah di perairan Mamuju, signal sudah ada cuma baru naik turun, sebentar lagi sampai di pelabuhan Cappa Ujung Pare-pare. Tiba-tiba Hpku berbunyi di layar tertulis nama Kak Tenri.
”Assalamualaikum Deng”
“Waalaikumsalam ndi, sudah dimana?”
“Sudah deat deng, sekitar sejam lagi kapalnya sandar di Pelabuhan”
“Kakak tunggu di pelabuhan”
“Lho kok ke pelabuhan kan tidak boleh, ini sudah hari-hari arapo-arapotta deng”
“Ceritanya panjang Nri, aku sama kak Bahar mau ke Nunukan jadi aku minta pertolongan adek tolong sampoi siri'na tomatoatta (selamatkan muka orang tua kita dari rasa malu), tennapodo iyya'na bawang molai iye laleng maja'e (semoga cuma aku melilih jalan yang tidak baik ini) aku tahu nri ini berat bagi anri tapi agana igaukengngi nulle makkuni toto purae napattentu Puang Alla Taala (apa boleh buat mungkin inilah takdir yang telah ditetapkan oleh Allah), pasti adek tahu gimana cinta kami jadi kami minta disini jadilah pahlawan kami bagi keluarga pasti adek akan mendapat balasan yang setimpal karena adek sudah berkorban demi kakak, demi orang tua, semoga Allah selalu memberi berkah dalam hidup adek dan semua keluarga. Kapal ke Nunukan sudah mau berangkat Ndi, sampaikan selleng uddanikku nennia parellau addampengekku ri Pueng sibawa Emma dan juga ke calon suamimu (salam rinduku dan permintaan maaf kepada Ayah Bunda), aku yakin dia baik dan bisa membahagiakanmu. Assalamualikum Nri”
Aku cuma terpana tidak sanggup berkata-kata lagi tidak pernah kubayangkan akan seperti ini, aku tidak sanggup membayangkan yang terjadi sekarang di rumah.
Tidak terasa kapal sudah sandar di pelabuhan sebagian penumpang sudah turun, aku segera membereskan barang-barang dan ikut turun dari kapal.
Selama 3 jam perjalanan ke rumah aku tidak bisa berpikir, pikiranku buntu. Apakah yang harus kulakukan barusan aku diputuskan pacar untuk dijodohkan dengan orang lain sekarang aku diminta kakak menggantikannya di pelaminan. Kenapa aku yang selalu mengalah, kenapa aku yang harus jadi korban, tidak bisakah aku menentukan nasibku sendiri, mulai dari sekolah, tempat kerja sampai jodohkupun harus dipilih orang lain. Rasanya ingin lari dari semua ini, tapi bagaimana nasib ayah dan ibu, mereka sudah renta seharusnya mereka sekarang bisa bahagia haruskah kami anak-anaknya mempermalukannya, bukankah dengan mempermalukannya berarti mempercepat... Uh, nggak ini tidak boleh terjadi aku tidak akan mempermalukannya, biarlah aku jadi passampo siri yang penting keluargaku tidak dapat malu, tidak mendapat cemoohan dari tetangga, aku harus menjaga kehormatan keluarga ini. Harus.. Tekadku dalam hati.