MERAIH TAQWA DI BALIK JERUJI BESIÂ
TERRY URICK ORISU
POLITEKNIK ILMU PEMASYARAKATAN
Â
Sebagai sebuah negara hukum, sudah seharusnya segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat akan disesuaikan dengan aturan-aturan yang ada dan telah disepakati sebelumnya yang bertujuan untuk menciptakan keamanan bagi pihak lain. Seorang manusia selama hidupnya pasti pernah berbuat salah, akan tetapi besar kecil kesalahan tersebut untuk saat ini di dunia hanya bisa diukur melalui sanski atau hukuman yang diberikan kepada pelaku yang melakukan kesalahan tersebut. Salah satu sanksi yang diberikan kepada pelaku kejahatan yakni pidana penjara.
Yang dimaksud dengan pidana penjara adalah salah satu dari jenis pidana yang diberikan kepada terpidana dalam sistem hukum pidana yang ada di Indonesia, hal tersebut sebagaimana yang tertulis di dalam Pasal 10 KUHP yang menyatakan bahwa pidana terdiri dari : Pidana pokok meliputi pidana mati, pidana penjara, kurungan dan denda; serta pidana tambahan, yang meliput pencabutan beberapa hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman keputusan hakim.
Akan tetapi, selama narapidana tersebut menjalankan masa hukumannya di penjara tidak menjadi alasan bagi para warga binaan untuk tetap melakukan berbagai kegiatan yang dapat membangun kepercayaan yang mengarah kearah positif ataupun tetap menjadi pribadi yang kreatif selama berada di penjara.
Pemberian fungsi dari pemidanaan yang pada awalnya sebagai sebuah sistem pemenjaraan yang berubah menjadi sistem pemasyarakatan pada saat ini membuat warga binaan di Indonesia tetap mendapatkan hak-haknya, seperti hak untuk tetap hidup dan diperlakukan secara manusiawi. Selain itu, pemberlakuan yang diberikan terhadap warga binaan juga dilakukan dengan mengusung pendekatan secara keagamaan, sehingga hal tersebut diharapkan bisa menstimulasi rasa sadar dalam tubuh dan pikiran atas kesalahan yang telah diperbuat.Â
Pembinaan yang diberikan kepada narapidana di Lembaga Pemasyarakat yang secara sah telah mendapatkan kekuatan hukuman yang tetap atau sudah di vonis oleh hakim dapat dilakukan dengan pemberian binaan dalam meningkatkan nilai-nilai kerohaniannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan mengusung sikap dan perilaku yang biak, profesional, berintelekual, serta tetap memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang baik dan dilakukan secara konsisten dan terstruktur.
Pembinaan dilakukan dengan bertujuan unutk bisa membina sikap dan perilaku dari narapidana yang sedang menjalankan masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan agar bisa kembali sesuai dengan norma-nroma yang saat ini berlaku di dalam masyarakat, seperti contohnya norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum. Untuk norma agama sendiri dapat sikap yang diberikan oleh seseorang dapat terwujud seperti melakukan penyembahan, puji-pujian, shalat, puasa, dan hal-hal lainnya dalam aspek kerohanian.
Kebutuhan dari pembinaan kerohanian juga dilakukan dengan cara melakukan ibadah dan berdoa dengan tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar membuat jiwa warga binaan menjadi lebih tenang dan aman. Karena seorang narapidana selama berada di Lembaga Pemasyarakatan cenderung akan mengeluarkan reaksi yang mengarah kepada stres dengan gejala gelisah, kebingungan dan sebagainya maka meningkatkan level keagamaan narapidana akan membuatnya menjadi lebih tenang.
Pembinaan yang di dasarkan dengan keagamaan dikatakan memiliki kontribusi yang sangat baik dalam memperbaiki dan menentukan karakter seseorang dan sudah seharusnya menjadi suatu hal yang diberikan kepada pihak yang dibina.
Peranan dari nilai-nilai keagamaan terhadap pembentukan kembali karakter warga binaan merupakan salah satu cara dalam memberikan pembinaan yang baik, karena hal tersebut dilakukan langsung untuk membersihkan pikiran-pikiran narapidana dari berbagai pikiran negatif yang selama ini dilakukan oleh narapidana tersebut. Dalam hal ini, narapidana akan diajarkan untuk memulai mengerti bagaimana makna kehidupan dalam perspektif keagaaman, seperti bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.