Mohon tunggu...
Yayat Nurkholid
Yayat Nurkholid Mohon Tunggu... Administrasi - Mengamati dan Mengomentari

Di dunia ini tidak ada yang sempurna, untuk itulah harus ada yang bisa menjadi pengingat bahwa semuanya harus saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Maraknya Penambangan Ilegal di Provinsi Sulawesi Tenggara; Sinergitas dan Kolaborasi Sebagai Langkah Solusi

20 September 2022   16:15 Diperbarui: 20 September 2022   16:28 1420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu permasalahan yang beberapa tahun terakhir kerap menjadi perhatian di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah aktivitas penambangan ore nikel secara ilegal. Data Gakkum Bidang Pertambangan Ditreskrimsus Polda Sultra dan Jajaran Polres setempat tahun 2020  melalui Rapat Koordinasi dengan Dinas Terkait menyebutkan bahwa  7 perusahaan tambang nikel telah melakukan pelanggaran. 5 perusahaan di Kabupaten Konawe Utara dengan kasus penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) di luar dan di dalam kawasan hutan, dan 3 lainnya berada di Kabupaten Kolaka Utara dengan kasus yang serupa.

Penambangan ilegal di Areal Penggunaan Lain (APL) maupun di dalam kawasa hutan dianggap telah merugikan masyarakat, daerah, dan negara. Disisih lainnya juga telah memicu terjadinya kerusakan alam dan lingkungan (Degradasi hutan, Deforestasi, dan Perubahan Tutupan lahan) yang dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat setempat. 

Berbagai kalangan masyarakat mulai dari LSM pemerhati lingkungan, pemerhati hukum, hingga mahasiswa terbilang tidak kurang dalam menyampaikan aspirasinya berharap aktivitas penambangan ilegal ditindak secara tegas berdasarkan hukum yang berlaku sehingga dapat memberi efek jera terhadap pelaku. Namun fakta di lapangan aktivitas penambangan secara ilegal hingga saat ini masih terus berjalan dan diprediksi akan terus mengalami penambahan jumlah maupun luasan areal. 

Munculnya perspektif yang menilai tumbuh suburnya pertambangan ilegal merupakan akibat dari lemahnya penegakkan hukum bukan tanpa dasar. Tidak sedikit yang menduga bahwa lemahnya penegakkan hukum terhadap illegal mining di Sulawesi Tenggara dikarenakan adanya keterlibatan beberapa oknum penegak hukum dan lingkaran penguasa. Termasuk penyebab minimnya informasi dan rill data perihal jumlah dan luasan areal tambang ilegal yang dapat diakses oleh publik. Secara teori pendekatan kelembagaan dan penegakkan hukum, penindakan tambang ilegal secara tegas dan profesional adalah hal yang sulit dilakukan apabila beberapa aktor penambangan ilegal itu sendiri berasal dari lembaga penegak hukum dan jajaran penguasa. Itulah sebabnya mengapa sebagian besar aspirasi dan laporan kasus dugaan tambang ilegal cenderung hanya sampai di meja dan selesai di warung kopi. Anehnya, beberapa pihak menjadikannya sebagai perkara yang berpotensi memberikan keuntungan.

Maraknya kasus pertambangan ilegal di Sulawesi Tenggara mestinya menjadi perhatian yang serius bagi beberapa pihak dalam upaya meminimalisir penambangan secara ilegal. Tidak hanya dengan mendesak konsistensi penegakkan hukum, tetapi juga dengan skema dan metode pendekatan sosial yang mengarah pada pemenuhan hak dan kebutuhan dengan tetap mengedepankan prosedur dan kewajiban demi terwujudnya pengelolaan yang memberikan aliran manfaat ekonomi dan ekologi secara lestari.

Pendekatan tersebut merupakan konsep yang dapat menjadi alternatif untuk mendorong kemudahan akses pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan melalui usaha skala besar maupun skala kecil. Konsep yang dapat meminimalisir keterlibatan oknum penegak hukum dan penguasa dalam penambangan ilegal. Selain kemudahan akses pengelolaan sumber daya alam, konsep tersebut bermaksud untuk mempermudah dan mendorong institusi penegakkan hukum dalam menjalankan tugas secara profesional dan transparan. Konsep yang komprehensif dan mengakomodir seluruh kepentingan terhadap sumber daya alam bukanlah hal yang dapat dilakukan secara instan. Perlu dilakukan identifikasi dan kajian yang mendalam mulai dari akar masalah ditingkat tapak hingga persoalan kebijakan baik ditingkat nasional maupun daerah. Artinya perlu ada pendalaman terlebih dahulu mengenai akar yang menimbulkan masalah, sebelum menetapkan langkah solusi. 

Pertambangan ilegal merupakan fenomena yang timbul akibat adanya suatu masalah. Penulis coba membaginya ke dalam dua sub masalah. Pertama adalah masalah terkait kerumitan dan tingginya cost dalam memperoleh legalitas akses pengelolaan sumber daya alam, khususnya di dalam kawasan hutan. Kedua, penetapan atau klaim kawasan hutan tidak dilakukan dengan mendahulukan identifikasi yang benar dan tidak melakukan tahapan sesuai kaidah yang ilmiah. Kasus tersebut mengakibatkan jumlah luas kawasan hutan yang tidak sejalan dengan tingkat kebutuhan untuk memenuhi permintaan sumber daya alam khususnya nikel. 

Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2021, luas Kawasan hutan Sultra sebesar 2,34 juta Ha atau sekitar 61% dari total luas daratan Provinsi Sulawesi Tenggara. Di dalamnya hanya terdapat Izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan seluas 163,467 Ha yang terbagi atas Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) seluas 29,221 Ha, IUPHHK_HTI 54.280 Ha, Izin Perhutanan Sosial 60.156 Ha, Kerjasama Penggunaan dan Pemanfaatan 20.000 Ha. Secara matematis 2,17 juta Ha diantaranya masih berstatus sebagai kawasan hutan tanpa Izin pemanfaatan maupun penggunaan di dalamnya. Namun setelah dilakukan analisis, pada kenyataannya di dalam 2,17 juta Ha tersebut sebagiannya sudah mengalami perubahan Tutupan dari berhutan menjadi lahan terbuka. Artinya sebagian sudah tidak berhutan akibat ditambang secara ilegal. 

Selain penambangan ilegal, masalah lainnya yang juga kerap disorot adalah maraknya tumpang tindih perizinan. Bahkan dalam suatu areal lahan terdapat lebih dari dua izin operasional produksi dan juga terdapat peruntukan lainnya seperti perhutanan sosial. Tumpang tindih izin tersebut dapat diakibatkan oleh lemahnya verifikasi administrasi oleh instansi terkait. Pelanggaran ini dapat terjadi berupa ketidaklengkapan persyaratan administrasi dan materil, ketidak sesuaian informasi dalam dokumen dengan fakta lapangan, serta mekanisme perizinan yang kurang terintegrasi satu sama lain. Ketidakjelasan izin yang menyebabkan tumpang tindih mengakibatkan ketegangan sosial antara sesama pemilik izin yang juga terkadang antara pemilik izin dan masyarakat. 

Penambangan nikel secara ilegal ibarat pemilik motor hasil curian yang tidak akan melakukan pelaporan pajak dan kewajiban lainnya. Demikian juga dengan penambang ilegal di luar maupun di dalam kawasan hutan. Tidak akan melakukan reklamasi, rehabilitasi DAS, pembayaran PNBP, dan kewajiban lainnya. Sehingga konsekuensinya mengakibatkan tingginya degradasi dan deforestasi hutan. Sedangkan tumpang tindih izin tambang ibarat satu unit motor di klaim oleh 2 orang yang sama-sama memiliki BPKB. Hal itu akan menyebabkan kekacauan diantara kedua belah pihak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun