Ayam hitam, telurnya putih..
Mencari makan, di pinggir kali..
Sinyo hitam, giginya putih..
Kalau tertawa manis sekali..
Kurang lebih satu jam perjalanan dari pusat kota Ambon, keramahan masyarakat adat Negeri Hukurila menyambut kita sesampainya di sini.
Belasan anak-anak menyanyikan lagu yang ceria. Serempak masing-masing memainkan ukulele dan gitar. Membuat kita refleks ikut berdendang dan atau ikut menggerakkan kepala. Menumbuhkan semangat dan harapan dari tawa ceria senandung mereka.
Hamparan bukit berhutan, pemukiman, pantai, perahu nelayan, bongkah karang dan laut bersih menjadi satu lanskap utuh yang diberikan Tuhan untuk masyarakat setempat agar selalu dijaga.
Sebuah harmoni kearifan lokal yang sayang untuk tidak diceritakan saat pertama kali saya mengunjunginya di awal bulan Maret 2024.
Adalah hutan adat Hukurila, salah satu dari skema perhutanan sosial yang telah diberikan Pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada masyarakat negeri Hukurila sejak tahun 2021.
Negeri Hukurila memiliki wilayah adat yang disebut dengan istilah "petuanan" atau hak ulayat yang pemanfaatannya diatur secara adat berdasarkan kepemilikan secara turun temurun.
Hutan Adat Negeri Hukurila berada dalam Petuanan Negeri Hukurila yang terdiri dari kepemilikan dati oleh marga asli. Petuanan selain di darat juga mencakup wilayah laut.
Negeri Hukurila adalah salah satu dari desa-desa adat yang berada di Jazirah Leitimur Selatan kota Ambon. Sebutan Negeri bagi Hukurila didasarkan pada peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 3 tahun 2008 tentang Negeri.