Mohon tunggu...
Khulfi M Khalwani
Khulfi M Khalwani Mohon Tunggu... Freelancer - Care and Respect ^^

Backpacker dan penggiat wisata alam bebas... Orang yang mencintai hutan dan masyarakatnya... Pemerhati lingkungan hidup... Suporter Timnas Indonesia... ^^

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dapatkah Hutan menjadi Media Pemulihan Ekonomi yang Inklusif, Tangguh dan Berkelanjutan?

20 Juni 2023   11:54 Diperbarui: 22 Juni 2023   10:03 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arboretum Manggala Wana Bakti (Foto Khulfi)

Baru pertama kali dalam sejarah, bahwa Presiden menginstruksikan program perhutanan sosial dan multiusaha kehutanan sebagai salah satu upaya pengentasan kemiskinan ekstrem di negara ini. Yaitu melalui Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.

Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan Hutan lestari yang dilaksanakan dalam Kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan. 

Perhutanan sosial diyakini mampu meningkatkan produktivitas kelompok miskin dan rentan untuk meningkatkan kapasitas ekonomi atau pendapatan melalui akses pemanfaatan kawasan hutan negara.

Sedangkan Multi Usaha Kehutanan adalah penerapan beberapa kegiatan usaha kehutanan berupa usaha pemanfaatan kawasan, usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dan/atau usaha pemanfaatan jasa lingkungan untuk mengoptimalkan kawasan hutan pada Hutan Lindung dan Hutan Produksi. 

Tentunya belum lepas dari ingatan, beberapa waktu yang lalu Covid-19 telah menjadi ujian berharga bagi bangsa ini. Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia, diyakini telah membuat target pencapaian agenda global Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) menjadi sulit tercapai. Ruang mobilisasi barang dan orang yang terbatas membuat banyak sektor ekonomi yang mengalami kemunduran dan berimbas pada kehidupan sosial masyarakat, seperti kemiskinan, kelaparan dan pengangguran.

Saat Pandemi yang lalu, Presiden RI telah menyampaikan empat pandangan terkait SDGs di Forum Tingkat Tinggi Dewan Ekonomi Sosial PBB pada Juli 2021. Pidato Presiden tersebut sampai saat ini masih bisa kita akses melalui UN Web TV.

Pertama, kita harus membuat dunia untuk segera pulih dari Pandemi. Vaksin adalah harapan untuk mempercepat dunia keluar dari krisis ini. Kedua, perlu peningkatan perhatian dan bantuan kepada kelompok rentan akibat melambatnya kegiatan perekonomian. 

Ketiga, kedepan kita harus mendorong investasi dalam pemulihan yang berketahanan, berkeadilan dan hijau. Pembangunan yang lebih berkelanjutan, inklusif dan mendukung pengentasan kemiskinan harus menjadi landasan. Keempat, kemitraan global harus diperkuat. Prinsip "no one left bebind" harus diwujudkan dalam bentuk nyata.

Saat ini di tengah tahun 2023, Pandemi Covid-19 telah dianggap usai. Kondisi dunia telah membaik dan penggunaan masker sudah tidak diwajibkan lagi.

Namun demikian perlu pembelajaran dari adanya Covid-19, sektor ekonomi apakah yang mampu bertahan dan bisa menjadi andalan disaat terjadi krisis?

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia di kuartal II 2020 mengalami kontraksi atau tumbuh negatif 5,32% secara year on year. Dibanding kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2020 adalah minus 4,19%. Meski demikian, masih ada sektor yang tetap tumbuh di tengah kondisi ekonomi yang minus. Yakni, sektor pertanian termasuk kehutanan di dalamnya, informasi dan komunikasi, serta pengadaan air.

Pandemi covid-19 telah mengajarkan kita semua bahwa pembangunan ekonomi hijau telah menjadi kebutuhan di negeri ini. Sektor-sektor kerakyatan berbasis hutan dan lahan terbukti mampu menjadi benteng perekonomian nasional yang mampu bertahan menopang sektor lainnya.

Laporan FAO-PBB, The State Of The World's Forests 2022, menyebutkan bahwa Kehidupan manusia menghadapi berbagai ancaman global. Ini termasuk pandemi dan kesulitan ekonomi, kerawanan pangan, kemiskinan, perubahan iklim, konflik, degradasi lahan dan air, dan hilangnya keanekaragaman hayati. 

Dunia membutuhkan solusi berskala besar yang hemat biaya dan merata serta dapat dilaksanakan dengan cepat, dan hutan dan pohon memiliki potensi yang jelas. Masyarakat dapat memanfaatkan hutan dengan lebih baik dan pohon untuk sekaligus melestarikan alam, lebih baik menyediakan untuk kesejahteraan manusia, dan menghasilkan pendapatan, khususnya bagi masyarakat pedesaan.

Capaian Perhutanan Sosial hingga 19 Mei 2023 (Sumber: KLHK)
Capaian Perhutanan Sosial hingga 19 Mei 2023 (Sumber: KLHK)

Belajar dari pengalaman kontraksi ekonomi Indonesia di saat pandemi dan bagaimana banyak teori lainnya menyebutkan bahwa hutan bisa menjadi media pemulihan ekonomi yang efektif, maka sudah pas jika Presiden menerbitkan intruksi tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem pada Juni 2022 yang didalamnya memuat starategi pemberian akses kelola dan peningkatan kapasitas kelompok usaha perhutanan sosial dan multiusaha kehutanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun