Bentuknya kenyal-kenyal seperti tidak padat membuat saya sama sekali tidak berminat mengkonsumsinya. Apalagi jika membayangkan penyu adalah binatang yang lucu.
Baru tahun 2021 saya tahu bahwa sebagian telur-telur itu dibawa dari Kabupaten Pesisir Selatan yang saya kunjungi saat ini.
Cerita dimulai saat Haritman dan kelompoknya melihat pantai tempat mereka berinteraksi setiap harinya mulai tergerus abrasi laut dan terlihat tandus karena kosongnya tanaman di pinggir pantai.
Setelah membentuk kelompok mereka membuat proposal untuk pendampingan kepada seluruh Dinas terkait seperti Kelautan Perikanan, Lingkungan Hidup, Kehutanan dan bahkan intansi BUMN dan sawasta lainnya. Berbagai bantuan dan pendampingan pun diterima oleh masyarakat.
Berawal dari menanam pohon cemara laut, ketapang dan jenis mangrove, kawasan Amping Parak akhirnya menjelma menjadi kawasan konservasi pesisir yang hijau dan lestari, dipenuhi cemara laut, mangrove, dan semakin banyak penyu mendarat untuk bertelur. Biota laut, seperti ikan-ikan, kepiting, udang, sampai penyu datang.
"Kadang dijumpai Penyu menepi di pantai dan bertelur. Jika ingin melihat atraksi ini cobalah berkunjung saat bulan Juni-September," cerita Haridman.
Ancaman bagi telur Penyu yang ditanam di pantai oleh induknya adalah dari manusia dan atau predator lainnya. Dijumpai tiga jenis penyu yang sering bertelur di Pantai Amping Parak, yakni, penyu sisik (Eretmochelys imbricata), lekang (Lepidochelys olivacea), dan hijau (Chelonia mydas).
"Jenis penyu Lekang adalah yang sering dijumpai di Pantai ini," tutur Haritman pada saya.