Hamparan sawah yang siap dibajak dan deretan rumah dengan atap bergonjong menjadi panorama awal saat memasuki wilayah kecamatan Payung Sekaki. Selanjutnya jalan berbatu akan kerap dijumpai saat menuju lokasi hutan nagari.
Sampai di hutan nagari Sirukam, kami bertemu dengan masyarakat desa yang bahu membahu menanam serei, kayu manis, kopi, pohon petai, pinus dan mahoni pada bagian kawasan hutan negara yang terdegradasi.
Melalui hutan nagari, masyarakat desa di Sumatera Barat diajak menjadi pemeran utama dalam mengelola hutan negara. Siapa sangka Nagari Sirukam di Sumatera Barat ini merupakan bagian hulu dari DAS Indragiri Rokan yang mengalir ke arah Provinsi Riau.
Melihat mayoritas ibu-ibu di nagari Sirukam menjadi aktor dalam kegiatan menanam kembali hutan di tingkat tapak, tentunya bisa menjadi cerita yang menarik tentang bagaimana perempuan dalam budaya matrilineal seperti di Minangkabau ini, berperan dalam menghijaukan bumi sekaligus memperkuat ekonomi keluarga.
Berat. Kau tidak akan sanggup. Biar saya saja.
Terdapat dome (rumah pengering kopi) yang terbuat dari terpal plastik bening tempat biji kopi yang telah dikupas dijemur dan diangin-angin serta dan pulper house.
Kami bertemu dengan salah seorang pengurus koperasi, Teuku Firmansyah. Menurutnya produksi Kopi Solok masih bisa dibilang sedikit, yakni hanya 6 ton per tahunnya. Sementara kebutuhan pasar sangat besar. Rasa kopi Solok yakni arabika sangat diminati oleh pencinta kopi. Solok Radjo juga sudah memiliki beberapa pelanggan di luar negeri, seperti Australia, Malaysia, Singapura, dan Amerika Serikat.