Bagi saya pribadi, keberadaan rumah pengasingan Sukarno yang diberi nama "Pasanggrahan Bung Karno Parapat" ini menarik untuk lebih digali. Ini adalah kesempatan saya yang kedua kali ke lokasi pengasingan Bung Karno ini.
Pertama, pada awal Maret 2020, tidak lama sebelum pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat akibat pandemi. Itu pun hanya melihat dari jauh dan sebentar saja.
Sekilas tentang Rumah dan Kisah Pengasingan Bung Karno di Parapat
Rumah pengasingan Bung Karno di tepi Danau Toba, Parapat, Kab. Simalungun, Sumatera Utara ini dibangun oleh orang Belanda pada tahun 1820. Rumah kayu berlantai 2 ini berukuran kurang lebih 10 x 20 m dan dikelilingi taman yang luas.
Rumah ini ditempati oleh pemiliknya sampai dengan tahun 1942, hingga masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Bangunan ini mengadopsi arsitektur bergaya klasik yang digunakan oleh masyarakat di negara-negara Eropa pada awal abad ke 19. Sebuah bangunan dengan gaya arsitektur yang disebut indische architectur.
Dari rumah ini kita bisa menikmati keindahan pulau Samosir dan danau Toba. Dekat dengan rumah itu ada sebuah mercusuar dengan atap di puncaknya berornamen Simalungun.
Di rumah inilah pemerintah kolonial Belanda pernah mengasingkan Presiden Sukarno, Kyai Haji Agus Salim, dan Sutan Sjahrir selama kurang lebih dua bulan sejak 4 Januari 1949. Sebelumnya Belanda mengasingkan mereka selama dua belas hari di desa Lau Gumba, Berastagi, Tanah Karo.