Kami, para orang tua yang rerata sudah jelita (menjelang lima puluh tahun) menyesap memori masa lalu dengan cara masing-masing di bukit Simarjarunjung selama lebih kurang 90 menit. Perjalanan lanjutan sejauh 36,8 km dari Simarjarunjung hingga Parapat kami tempuh selama 1 jam. Tiba di tempat kami menginap, mess Marihat milik Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, pada pukul 15.00 WIB.
Lokasi mess ini bisa dikatakan sebagai titik akhir dari rute jalan darat berliku. Mulai dari Simarjarunjung hingga Parapat, jalanan naik turun di antara rimbunnya kanopi pohon-pohon pinus berukuran besar.
Mess ini berada di tepian danau Toba yang menjorok ke arah danau, dan hanya berjarak sekitar 1,7 km ke pelabuhan Ajibata. Tempat penyeberangan dari Parapat ke pulau Samosir.
Berada di puncak bukit, berdiri kokoh sebuah bangunan tua yang menawan dan sangat terawat. Dengan gagah menghadap bebas ke hamparan danau Toba dan pulau Samosir. Ini adalah rumah pengasingan Bung Karno di Parapat.
Gambaran ini sebagaimana pernah dituliskan oleh Cindy Adams dalam otobiografi Bung Karno yang berjudul "Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia." Bung Karno melukiskan rumah pengasingannya di Parapat ini sebagai tempat peristirahatan yang indah tapi tidak mudah dijangkau.
"Rumah itu di tiga sisinya dikelilingi air. Bagian belakang rumah berupa tanah darat, yang dapat dicapai melalui jalan berkelok-kelok," kata Bung Karno.