Baca juga:Â Mengagumi Bangunan Kaya Makna, Gereja GBKP Lau Simomo Menjelang Seabad Usianya
Dalam catatan pribadi Pt. Em. Mengkat Barus, pada 16 April 1986, dalam perayaan pengumpulan dana pembangunan gedung gereja GBKP Buluh Awar di desa Tiang Layar, Â Kecamatan Sibolangit, di mana beliau ikut menjadi panitianya, beliau menciptakan sebuah lagu berjudul "Buluh Awar." Ada satu lagu lagi berjudul "Buluh Awar" diciptakan oleh Pdt. Soerya Ketaren, yang dirilis pada Januari 2020. Saat tulisan ini dibuat, jemaat GBKP di Buluh Awar dilayani oleh Pdt. Wilson Tarigan.
Jejak Jalur "Perlanja Sira" di Buluh Awar
Mengutip sebuah catatan sejarah suku Karo menurut Kol. (Purn) Sempa Sitepu dari buku "Sejarah Pijer Podi, Adat Nggeluh Suku Karo Indonesia" beliau mengemukakan silsilah etnis Karo yang diperoleh dari cerita lisan secara turun temurun yang dia dengar sendiri dari kakeknya yang lahir sekitar tahun 1838.
Menurutnya, leluhur etnis Karo berasal dari India Selatan berbatasan dengan Myanmar. Menurut cerita itu, pada awalnya seorang maharaja yang sangat kaya, sakti, dan berwibawa tinggal di sebuah negeri bersama permaisuri dan putra-putrinya yang terletak sangat jauh di seberang lautan.
Kerajaan itu mempunyai seorang panglima perang yang sangat sakti, berwibawa, dan disegani semua orang, bernama Karo. Pada suatu ketika, maharaja ingin pergi dari negerinya untuk mencari tempat yang baru dan mendirikan kerajaan baru. Raja mengajak putrinya yang bernama Miansari untuk ikut serta dalam perjalanan itu.
Miansari jatuh cinta kepada panglima perang kerajaan itu. Miansari satu kelompok perjalanan dengan sang panglima perang, mereka berlayar menyeberangi lautan dengan rakit yang mereka buat sendiri.
Mereka tiba si sebuah pulau yang bernama Pulau Pinang. Mereka tinggal di tempat itu untuk beberapa bulan, dan hidup di sana dari hasil berburu.
Suatu hari maharaja memandang ke sebelah selatan dan melihat sebuah pulau yang lebih luas dan lebih hijau dari tempat mereka saat itu. Ia pun berniat menyeberang ke sana.
Dalam perjalanan mereka di tengah laut, mereka dilanda angin ribut dan ombak yang sangat besar sehingga rombongan tercerai-berai. Tanpa dinyana, rombongan Miansari dan panglima perang itu terdampar di sebuah pulau yang tidak mereka kenal, mereka terpisah dari rombongan maharaja.