Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Healing di Tengah "Kerja Tahun" Pasca Pandemi

19 Juli 2022   13:38 Diperbarui: 19 Juli 2022   13:48 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkai padi di sawah yang baru selesai dipanen (Dok. Pribadi)

"Sejarah adalah catatan peristiwa, filsafat adalah cerminnya" -anonim

Sudah dua tahun sejak pandemi melanda seluruh negeri, "kerja tahun" yang merupakan perayaan atas hasil panen padi kembali dilakukan dengan meriah oleh warga desa kami pada tahun ini. Pada tahun pertama pandemi bahkan sama sekali tidak dilakukan pesta "kerja tahun." Meskipun dilakukan pada tahun berikutnya, tapi dengan pembatasan dan penerapan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan.

Berikut ini adalah potret "kerja tahun" yang kembali dilakukan secara meriah pada tahun ini, dengan latar desa Serdang, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo. Ada terselip berbagai aspek makna healing di sela pelaksanaan kerja tahun kali ini.

Mengutip pernyataan dari psikolog klinis, Veronica Adesla, sebagaimana dimuat pada Kompas.com (6/2/22), healing bisa berarti bermacam-macam. Ada yang healing dengan makan enak, atau healing dengan liburan ke tempat wisata, dan sebagainya.

"Healing adalah termin untuk penyembuhan atau pemulihan secara general," ujar Vero. Sebagaimana liburan yang dipandang oleh orang-orang dewasa ini sebagai tindakan self healing, itu sah saja sebab aktivitas yang dilakukannya selama liburan bermanfaat membantu yang bersangkutan untuk memulihkan dirinya dari kelelahan fisik maupun mental yang sedang dialami.

Bisa dikatakan bahwa penyembuhan diri ini berkaitan dengan pemulihan fungsi organ tubuh secara fisik, serta pemulihan aspek mental dan spiritual. Dalam bahasa yang lain, pemulihan jasmani dan rohani.

Dalam kedua aspek pribadi utuh manusia ini, kita akan terhubung dengan setidaknya makanan, pemandangan, dan hiburan ketika berada di desa merayakan kerja tahun.

1. Memasak dan Makan Enak

Tidak ada bedanya kerja tahun pada masa sebelum, saat, dan pasca pandemi. Sebagai pesta perayaan ungkapan syukur atas hasil panen, maka lemang merupakan masakan khas yang sudah pasti dibuat pada saat kerja tahun.

Memasak lemang pada saat
Memasak lemang pada saat "kerja tahun" di Desa Serdang, Kec. Barusjahe, Kab. Karo (Dok. Pribadi)

Namun, di desa-desa lainnya ada juga yang tidak memasak lemang sama sekali. Penganan khasnya diganti dengan cimpa unung-unung, terbuat dari tepung beras dan isian berupa gula merah dan parutan kelapa.

Namun, karena kali ini kerja tahun dirayakan dengan lebih meriah, maka lebih banyak orang memasak lemang, dan jumlah porsi lemang yang dibuat pun mungkin lebih banyak dari tahun yang lalu karena lebih ramai kerabat yang diundang pada tahun ini.

Memasak lemang hingga malam saat
Memasak lemang hingga malam saat "kerja tahun" di Desa Serdang (Dok. Pribadi)

Selain lemang, setiap keluarga juga memasak aneka sajian berbahan baku daging sebagai santapan makan bersama keluarga besar dan kerabat yang diundang. Bagi sebagian orang yang jiwa dan raganya sudah letih karena kurang enak makan, tantu berbagai sajian pada saat kerja tahun akan membawa kesembuhan.

Menikmati makan malam sambil memasak saat
Menikmati makan malam sambil memasak saat "kerja tahun" di Desa Serdang, Kec. Barusjahe, Kab. Karo (Dok. Pribadi)

Namun, perlu tetap dijaga bahwa makan terlalu banyak, tidak saja makanan yang enak, akan membawa dampak bagi kesehatan tubuh. Oleh sebab itu, tiap-tiap orang perlulah memperhatikan batas kemampuan dan tingkat toleransi tubuhnya sendiri atas berbagai hidangan yang disantapnya.

2. Mandi ke Sungai Bersama dengan Anak-anak

Healing adalah istilah yang kini semakin banyak digunakan di media sosial. Terutama sejak konsep berwisata semakin bergeser selama masa pandemi, di mana orang-orang semakin menggemari wisata ke alam terbuka.

Menarik untuk menyelami makna healing dalam hubungannya dengan pandemi dan pengaruh alam bagi jiwa dan raga manusia. Sadar atau tanpa kita sadari, pandemi sebenarnya menunjukkan bukti kepada setiap kita bahwa alam benar-benar memiliki kekuatan untuk memberikan kesembuhan bagi jiwa dan raga kita yang sakit.

Bila demikian halnya, tentu tidak ada lagi alasan bagi kita untuk tidak menjaga kesehatan dan kelestarian alam. Oleh sebab kesehatan dan kelestariannya berhubungan dengan kesehatan dan kelangsungan hidup kita sendiri.

Berhubung karena air ledeng di rumah pun tersendat karena banyak orang yang menggunakan air pada saat bersamaan saat kerja tahun seperti ini, kami pun memutuskan untuk mandi ke sungai bersama anak-anak.

Hari sudah menjelang sore ketika kami turun ke sungai. Sebagian puncak gunung tampak tersorot berkas cahaya mentari senja yang menguning dan semakin jatuh ke ufuk barat. Kicau burung berbaur dengan desau arus sungai yang semakin kuat begitu kami semakin berjalan mendekat.

Tangkai padi di sawah yang baru selesai dipanen (Dok. Pribadi)
Tangkai padi di sawah yang baru selesai dipanen (Dok. Pribadi)

Aroma jerami, pertanda panen baru saja usai sangat terasa ketika kami berjalan menyusuri pematang sawah yang sudah mengering. Rasanya sudah tak sabar untuk menceburkan diri ke sungai, keringat di badan sudah terasa sangat lengket karena memasak lemang di bawah panas terik matahari di antara jilatan lidah api dari pohon-pohon kopi yang dijadikan kayu bakar siang tadi.

Sejuknya aliran air yang berasal dari dalam perut bumi, keluar membuncah dari celah bebatuan di pegunungan, mengalir dalam gemercik, kemudian terbelah bebatuan besar dan kecil ketika mengalir ke hilir. Meskipun hanya sebentar saja, tapi sudah mampu membasuh peluh dan mengangkat penat di badan setelah memasak tadi siang.

Segarnya aliran air sungai dari alam pegunungan (Dok. Pribadi)
Segarnya aliran air sungai dari alam pegunungan (Dok. Pribadi)

Lukisan senja pun menggelayut turun ke horison di ufuk barat. Tonggeret dan serangga-serangga malam lain pun mulai mengeluarkan bunyi-bunyi pertanda sudah saatnya beranjak pulang ke rumah. Seperti kami datang jalan kaki, kami kembali ke rumah berjalan kaki dengan perasaan yang sudah jauh lebih lega.

Suasana senja hari di sekitar persawahan desa kami (Dok. Pribadi) 
Suasana senja hari di sekitar persawahan desa kami (Dok. Pribadi) 

3. Menonton Pertunjukan "Gendang Guro-Guro Aron"

Setelah makan malam, sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian orang yang datang dari kota lain atau dari perantauan, mengunjungi rumah-rumah keluarganya yang tinggal di desa untuk bersilaturahmi saat pesta kerja tahun. Bila tidak tuntas pada malam hari, maka bisa dilanjutkan pada keesokan harinya.

Pesta kerja tahun saat ini memang umumnya dilakukan selama dua hari. Hari pertama disebut "motong", karena pada hari inilah disiapkan ternak-ternak yang akan disembelih dan diolah menjadi hidangan bagi para tamu. Sementara itu hari kedua disebut "matana", di mana pada hari inilah perayaan utama pesta kerja tahun.

Bila sudah kenyang dengan aneka makanan enak, maka hal selanjutnya yang bisa dinikmati pada saat kerja tahun adalah pertunjukan tari tradisional Karo yang dinamakan "Gendang Guro-Guro Aron". Biasanya pertunjukan ini akan diawali oleh tarian bagi muda-mudi desa, setelah orang-orang desa dan para tamu dirasa selesai makan malam, maka pembawa acara akan mengundang para orang tua, kepala desa, dan tamu undangan untuk hadir ke balai desa, atau jambur, tempat pertunjukan itu dilakukan.

Gendang Guro-Guro Aron, Kerja Tahun Desa Serdang, Kec. Barusjahe, Kab. Karo (Dok. Pribadi)
Gendang Guro-Guro Aron, Kerja Tahun Desa Serdang, Kec. Barusjahe, Kab. Karo (Dok. Pribadi)

Biasanya pada saat pelaksanaan gendang guro-guro aron diundang juga artis bintang tamu dan biduan serta biduanita yang disebut perkolong-kolong untuk menghibur hadirin yang menonton pertunjukan yang bisa berakhir sampai dini hari itu.

Wasana Kata

Kita dapat mengetahui dari cerita-cerita, tentang berbagai fakta menarik bahwa di masa-masa yang dahulu pun orang-orang sudah melakukan kebiasaan yang masih dilakukan oleh orang- orang yang hidup beratus tahun sesudahnya. Berjabat tangan saat mereka berjumpa, memasang taruhan saat menonton pacuan kuda di arena, menonton teater, berdebat dalam diskusi, keluarga besar dengan jadwal berlibur, bahkan kebiasaan mengikuti tradisi-tradisi yang bagi sebagian terkesan tak masuk akal, termasuk perayaan-perayaan seperti kerja tahun.

Banyak manusia yang hidup di masa kini masih melakukan perayaan-perayaan dan upacara walaupun terkadang kurang memahami untuk apa semua itu dilakukan. Begitulah, manusia menemukan dirinya sendiri dalam cermin sejarah, dan tanpa disadari ia masih melakukannya sama seperti dahulu orang-orang melakukannya. Hanya saja orang dahulu mungkin belum biasa menyebutnya, healing.

Pojok Baca: 1, 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun