Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Healing di Tengah "Kerja Tahun" Pasca Pandemi

19 Juli 2022   13:38 Diperbarui: 19 Juli 2022   13:48 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana senja hari di sekitar persawahan desa kami (Dok. Pribadi) 

Hari sudah menjelang sore ketika kami turun ke sungai. Sebagian puncak gunung tampak tersorot berkas cahaya mentari senja yang menguning dan semakin jatuh ke ufuk barat. Kicau burung berbaur dengan desau arus sungai yang semakin kuat begitu kami semakin berjalan mendekat.

Tangkai padi di sawah yang baru selesai dipanen (Dok. Pribadi)
Tangkai padi di sawah yang baru selesai dipanen (Dok. Pribadi)

Aroma jerami, pertanda panen baru saja usai sangat terasa ketika kami berjalan menyusuri pematang sawah yang sudah mengering. Rasanya sudah tak sabar untuk menceburkan diri ke sungai, keringat di badan sudah terasa sangat lengket karena memasak lemang di bawah panas terik matahari di antara jilatan lidah api dari pohon-pohon kopi yang dijadikan kayu bakar siang tadi.

Sejuknya aliran air yang berasal dari dalam perut bumi, keluar membuncah dari celah bebatuan di pegunungan, mengalir dalam gemercik, kemudian terbelah bebatuan besar dan kecil ketika mengalir ke hilir. Meskipun hanya sebentar saja, tapi sudah mampu membasuh peluh dan mengangkat penat di badan setelah memasak tadi siang.

Segarnya aliran air sungai dari alam pegunungan (Dok. Pribadi)
Segarnya aliran air sungai dari alam pegunungan (Dok. Pribadi)

Lukisan senja pun menggelayut turun ke horison di ufuk barat. Tonggeret dan serangga-serangga malam lain pun mulai mengeluarkan bunyi-bunyi pertanda sudah saatnya beranjak pulang ke rumah. Seperti kami datang jalan kaki, kami kembali ke rumah berjalan kaki dengan perasaan yang sudah jauh lebih lega.

Suasana senja hari di sekitar persawahan desa kami (Dok. Pribadi) 
Suasana senja hari di sekitar persawahan desa kami (Dok. Pribadi) 

3. Menonton Pertunjukan "Gendang Guro-Guro Aron"

Setelah makan malam, sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian orang yang datang dari kota lain atau dari perantauan, mengunjungi rumah-rumah keluarganya yang tinggal di desa untuk bersilaturahmi saat pesta kerja tahun. Bila tidak tuntas pada malam hari, maka bisa dilanjutkan pada keesokan harinya.

Pesta kerja tahun saat ini memang umumnya dilakukan selama dua hari. Hari pertama disebut "motong", karena pada hari inilah disiapkan ternak-ternak yang akan disembelih dan diolah menjadi hidangan bagi para tamu. Sementara itu hari kedua disebut "matana", di mana pada hari inilah perayaan utama pesta kerja tahun.

Bila sudah kenyang dengan aneka makanan enak, maka hal selanjutnya yang bisa dinikmati pada saat kerja tahun adalah pertunjukan tari tradisional Karo yang dinamakan "Gendang Guro-Guro Aron". Biasanya pertunjukan ini akan diawali oleh tarian bagi muda-mudi desa, setelah orang-orang desa dan para tamu dirasa selesai makan malam, maka pembawa acara akan mengundang para orang tua, kepala desa, dan tamu undangan untuk hadir ke balai desa, atau jambur, tempat pertunjukan itu dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun