Hari sudah menjelang sore ketika kami turun ke sungai. Sebagian puncak gunung tampak tersorot berkas cahaya mentari senja yang menguning dan semakin jatuh ke ufuk barat. Kicau burung berbaur dengan desau arus sungai yang semakin kuat begitu kami semakin berjalan mendekat.
Aroma jerami, pertanda panen baru saja usai sangat terasa ketika kami berjalan menyusuri pematang sawah yang sudah mengering. Rasanya sudah tak sabar untuk menceburkan diri ke sungai, keringat di badan sudah terasa sangat lengket karena memasak lemang di bawah panas terik matahari di antara jilatan lidah api dari pohon-pohon kopi yang dijadikan kayu bakar siang tadi.
Sejuknya aliran air yang berasal dari dalam perut bumi, keluar membuncah dari celah bebatuan di pegunungan, mengalir dalam gemercik, kemudian terbelah bebatuan besar dan kecil ketika mengalir ke hilir. Meskipun hanya sebentar saja, tapi sudah mampu membasuh peluh dan mengangkat penat di badan setelah memasak tadi siang.
Lukisan senja pun menggelayut turun ke horison di ufuk barat. Tonggeret dan serangga-serangga malam lain pun mulai mengeluarkan bunyi-bunyi pertanda sudah saatnya beranjak pulang ke rumah. Seperti kami datang jalan kaki, kami kembali ke rumah berjalan kaki dengan perasaan yang sudah jauh lebih lega.
3. Menonton Pertunjukan "Gendang Guro-Guro Aron"
Setelah makan malam, sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian orang yang datang dari kota lain atau dari perantauan, mengunjungi rumah-rumah keluarganya yang tinggal di desa untuk bersilaturahmi saat pesta kerja tahun. Bila tidak tuntas pada malam hari, maka bisa dilanjutkan pada keesokan harinya.
Pesta kerja tahun saat ini memang umumnya dilakukan selama dua hari. Hari pertama disebut "motong", karena pada hari inilah disiapkan ternak-ternak yang akan disembelih dan diolah menjadi hidangan bagi para tamu. Sementara itu hari kedua disebut "matana", di mana pada hari inilah perayaan utama pesta kerja tahun.
Bila sudah kenyang dengan aneka makanan enak, maka hal selanjutnya yang bisa dinikmati pada saat kerja tahun adalah pertunjukan tari tradisional Karo yang dinamakan "Gendang Guro-Guro Aron". Biasanya pertunjukan ini akan diawali oleh tarian bagi muda-mudi desa, setelah orang-orang desa dan para tamu dirasa selesai makan malam, maka pembawa acara akan mengundang para orang tua, kepala desa, dan tamu undangan untuk hadir ke balai desa, atau jambur, tempat pertunjukan itu dilakukan.