Adalah Raja Kunca Tampe Kuawala Kembaren, yang merupakan salah seorang dari 7 bersaudara, putra dari Raja Pagaruyung yang mendirikan kerajaan Pagaruyung di Bangko Jambi.Â
Karena terjadi perselisihan di antara ke-7 bersaudara itu tentang warisan kerajaan yang tidak dapat didamaikan oleh para bijaksana, dan karena adanya bencana air bah, maka putra raja Bangko yang sudah mendapat wasiat untuk mewarisi kerajaan Bangko, yang bernama Raja Kunca Tampe Kuawala pergi bersama pengikutnya dengan perahu sambil membawa serta Pisau Bala Bari (dua pisau dengan satu gagang) yang merupakan tanda kerajaan Pagaruyung dan sebuah cap kerajaan berupa Materai Sembilan.
Dia menuju laut, terus mengitari pulau Sumatera hingga sampai di kali Alas pada kira-kira tahun 1180 Masehi. Di Alas, Raja Bangko ini mendirikan kerajaan yang berpusat di Ketangkuhen Alas. Saat ini kampung ini tidak ada lagi, tinggal namanya saja, Paya Ketangkuhen.
Wasana Kata
Meskipun tidak ada hubungan langsung antara sejarah Pulau Tuangku dan Kerajaan Haru, tapi ada peristiwa yang terselip setidaknya dalam hubungan keduanya dengan kerajaan Pagaruyung di Sumatera Barat.
Tentang jauh dan dekatnya hubungan itu, kembali menjadi tugas selanjutnya bagi insan manusia yang tertarik mendalaminya. Sebab, sebagaimana kalimat dari Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya "Anak Semua Bangsa", semua yang terjadi di bawah kolong langit adalah urusan setiap orang yang berpikir.
Bukankah faktanya, seringkali penemuan penting dan menarik dalam kehidupan berawal dari pikiran yang dipicu oleh rasa ingin tahu dan rasa penasaran yang menggerakkan petualangan.Â
Mungkin butuh perjalanan selanjutnya untuk kembali ke sana, melacak lebih cermat jejak sejarah yang terselip di Pulau Tuangku. Bisa saja, di sana kita akan menemukan diri kita sendiri dengan lebih jelas dan lebih jernih.
Rujukan:
Brahma Putro, Sejarah Karo dari Zaman ke Zaman Jilid I, Ulih Saber, Medan, 1979