Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menemukan Inspirasi dari Semangkuk Mi Ayam Bakso di Sebuah Sudut Kota

23 Mei 2022   00:39 Diperbarui: 23 Mei 2022   01:19 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jus terong belanda seharga Rp5.000 (Dok. Pribadi)

Sama dengan pengakuan ibu Novi, bahwa meskipun berjualan nasi uduk dan nasi kuning dengan harga yang super murah tapi masih bisa mendapatkan untung, pak Chandra dan istrinya pun memiliki prinsip yang sama. Meskipun mereka menjual mi ayam seharga Rp10.000 dan jus seharga Rp5.000 per porsi mereka mengaku masih mendapatkan untung, tapi kualitas dan rasanya pun tetap mereka jaga, dan enak.

Jus terong belanda seharga Rp5.000 (Dok. Pribadi)
Jus terong belanda seharga Rp5.000 (Dok. Pribadi)

Bahkan, jualan nasi uduk dan nasi kuning murah itu masih tetap dilanjutkan oleh bude, orang tua pak Chandra. Bagi mereka, berjualan dengan harga murah sambil tetap menjaga kualitas dan rasa adalah juga bagian dari ibadah dan sedekah.

Bagi saya pribadi, prinsip mereka yang tidak hanya memikirkan untung ketika berjualan, adalah sebuah hal yang sangat membantu bagi para pembeli. Terutama kepada mereka yang barangkali luput dari jangkauan bantuan pada masa-masa kesusahan mencari sesuap nasi.

Prinsip berjualan "biar murah yang penting perputaran jualannya lancar" tidak terlepas dari inspirasi yang didapatkan pak Chandra ketika ia bekerja sebagai karyawan selama lebih kurang 4 tahun pada sebuah usaha pembuatan roti cakwe yang dimiliki seorang pengusaha keturunan Tionghoa di kota Kabanjahe.

Kala itu pak Chandra kebagian tugas mengantarkan roti cakwe ke warung-warung kopi di berbagai desa di Tanah Karo. Seperti ke desa Gunung Saribu dan desa Kaban Tua yang cukup jauh jaraknya dari kota Kabanjahe.

Dari pengalamannya itulah akhirnya pak Chandra belajar membuat usaha pembuatan roti cakwe miliknya sendiri. Di lingkungan tempat tinggalnya di dekat stadion Samura ini, orang-orang lebih mengenalnya sebagai pembuat roti cakwe.

Dari latar belakang kisah itulah, sehingga walaupun dia kini membuka usaha warung mi ayam bakso, masih tetap menggunakan nama Reza Cakwe sebagai merek warungnya. Warung mi ayam bakso ini mulai mereka rintis pada awal masa pandemi pada tahun 2020 yang lalu.

Pak Chandra dan istrinya sama-sama asli kelahiran Solo. Namun, orang tua mereka sudah membawa mereka merantau ke Kabanjahe sejak mereka masih kecil.

Bapak Chandra dan istrinya di warung mi ayam bakso miliknya (Dok. Pribadi)
Bapak Chandra dan istrinya di warung mi ayam bakso miliknya (Dok. Pribadi)

Mereka dikarunian dua orang anak laki-laki. Anak yang sulung bernama Chandra, dan yang kedua bernama Reza.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun