Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menemukan Inspirasi dari Semangkuk Mi Ayam Bakso di Sebuah Sudut Kota

23 Mei 2022   00:39 Diperbarui: 23 Mei 2022   01:19 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menemukan Inspirasi dari Semangkuk Mi Ayam Bakso di Sebuah Sudut Kota (Dok. Pribadi)

Ada kebaikan dari berbagai hal dalam kehidupan. Begitu pun dengan kehidupan di sebuah kota kecil.

Meskipun fasilitas umum dan tempat-tempat hiburan di kota kecil tidak selengkap dan semeriah kota besar, tapi ada banyak sekali kebaikan yang bisa kita temukan dalam keseharian hidup di sebuah kota kecil.

Kita sering kali menemukan berbagai hal yang menarik dan inspiratif dalam realitas kehidupan sehari-hari dari berbagai tempat dan beragam sosok. Hal-hal itu terkadang luput dari perhatian khalayak, tapi selalu ada jalan bagi hal yang menarik dan inspiratif untuk bisa ditemukan pada kesempatan yang tak terduga.

Tidak jarang satu inspirasi memandu kita kepada penemuan inspirasi lain yang saling berhubungan. Itulah yang kami temukan saat menyantap semangkuk mi ayam bakso di sebuah warung yang berlokasi di sebuah sudut kota di Kabanjahe.

Warung muslim Reza Cakwe, demikian merek warung mi ayam bakso itu. Berlokasi di jalan Samura, Kabanjahe. Jalan itu adalah akses menuju stadion sepak bola Samura, sebuah stadion sepak bola kebanggaan warga Kabanjahe.

Warung Muslim Reza Cakwe (Dok. Pribadi)
Warung Muslim Reza Cakwe (Dok. Pribadi)

Sebelumnya, ada juga sebuah kisah inspiratif lainnya dari waktu yang lebih lampau yang juga berasal dari jalan Samura. Itu adalah kisah tentang ibu Novi yang berjualan nasi uduk dan nasi kuning super murah, hanya Rp5.000 per porsi. Kisahnya bisa dibaca di sini.

Beberapa hari setelah artikel itu ditayangkan pada Desember 2020 yang lalu, saya sempat bertanya-tanya di dalam hati. Ibu Novi yang biasanya setiap hari berjualan nasi uduk dan nasi kuning dari atas mobilnya di pinggir jalan Samura tiba-tiba tidak lagi berjualan.

Ibu Novi dan keluarganya berasal dari Aceh. Rupanya dari penuturan bapak Chandra, pemilik warung muslim Reza Cakwe yang menjual mi ayam bakso ini, ibu Novi dan keluarganya sudah kembali ke kampung halamannya di Aceh untuk merawat orangtuanya yang sudah uzur.

Namun, inspirasi yang membuat saya terenyuh saat meliput kisah ibu Novi pada 2020 silam itu masih berlanjut dari warung muslim Reza Cakwe ini.

Sama dengan pengakuan ibu Novi, bahwa meskipun berjualan nasi uduk dan nasi kuning dengan harga yang super murah tapi masih bisa mendapatkan untung, pak Chandra dan istrinya pun memiliki prinsip yang sama. Meskipun mereka menjual mi ayam seharga Rp10.000 dan jus seharga Rp5.000 per porsi mereka mengaku masih mendapatkan untung, tapi kualitas dan rasanya pun tetap mereka jaga, dan enak.

Jus terong belanda seharga Rp5.000 (Dok. Pribadi)
Jus terong belanda seharga Rp5.000 (Dok. Pribadi)

Bahkan, jualan nasi uduk dan nasi kuning murah itu masih tetap dilanjutkan oleh bude, orang tua pak Chandra. Bagi mereka, berjualan dengan harga murah sambil tetap menjaga kualitas dan rasa adalah juga bagian dari ibadah dan sedekah.

Bagi saya pribadi, prinsip mereka yang tidak hanya memikirkan untung ketika berjualan, adalah sebuah hal yang sangat membantu bagi para pembeli. Terutama kepada mereka yang barangkali luput dari jangkauan bantuan pada masa-masa kesusahan mencari sesuap nasi.

Prinsip berjualan "biar murah yang penting perputaran jualannya lancar" tidak terlepas dari inspirasi yang didapatkan pak Chandra ketika ia bekerja sebagai karyawan selama lebih kurang 4 tahun pada sebuah usaha pembuatan roti cakwe yang dimiliki seorang pengusaha keturunan Tionghoa di kota Kabanjahe.

Kala itu pak Chandra kebagian tugas mengantarkan roti cakwe ke warung-warung kopi di berbagai desa di Tanah Karo. Seperti ke desa Gunung Saribu dan desa Kaban Tua yang cukup jauh jaraknya dari kota Kabanjahe.

Dari pengalamannya itulah akhirnya pak Chandra belajar membuat usaha pembuatan roti cakwe miliknya sendiri. Di lingkungan tempat tinggalnya di dekat stadion Samura ini, orang-orang lebih mengenalnya sebagai pembuat roti cakwe.

Dari latar belakang kisah itulah, sehingga walaupun dia kini membuka usaha warung mi ayam bakso, masih tetap menggunakan nama Reza Cakwe sebagai merek warungnya. Warung mi ayam bakso ini mulai mereka rintis pada awal masa pandemi pada tahun 2020 yang lalu.

Pak Chandra dan istrinya sama-sama asli kelahiran Solo. Namun, orang tua mereka sudah membawa mereka merantau ke Kabanjahe sejak mereka masih kecil.

Bapak Chandra dan istrinya di warung mi ayam bakso miliknya (Dok. Pribadi)
Bapak Chandra dan istrinya di warung mi ayam bakso miliknya (Dok. Pribadi)

Mereka dikarunian dua orang anak laki-laki. Anak yang sulung bernama Chandra, dan yang kedua bernama Reza.

Chandra dan Reza kini sama-sama sedang melanjutkan pendidikannya di pesantren. Chandra belajar pada sebuah pesantren di Bandung, sedangkan Reza di kota Stabat, Langkat.

Sambil menyiapkan mi ayam bakso pesanan pembeli, bapak Chandra bercerita bahwa anak-anak mereka juga berpesan agar ayah dan ibunya tidak usah terlalu mahal mematok harga untuk jualan mereka.

"Meskipun dijual murah, niscaya hasilnya akan menjadi berkah buat keluarga kita, Yah", kata bapak Chandra dengan sumringah sambil bekerja di dapur warungnya, menirukan pesan anak-anaknya yang kini tinggal jauh dari orangtua karena meneruskan pendidikannya.

Semangkuk mi ayam bakso yang kini sudah hampir ludes tandas di hadapan saya itu terasa semakin nikmat saja. Puji Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun