Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mengunjungi Museum Pusaka Karo, Koleksi Warisan Budaya di Jantung Kota Berastagi

3 April 2022   22:55 Diperbarui: 4 April 2022   23:01 2204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lantai II Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)

Semoga semakin banyak orang yang menaruh perhatian terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan museum yang berlokasi di jantung kota Berastagi ini.

Menuntaskan rasa penasaran yang tersimpan sejak masa kanak-kanak, pada Minggu (3/4/2022) kami mengunjungi desa Sempajaya, Kecamatan Berastagi. Saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar pada tahun 1990-an, saya sering mendengar bahwa di desa Sempajaya ini masih terdapat beberapa rumah adat Karo.

Wah, ini bagus sekali, pikirku pada waktu itu. Lagi pula letak desa ini sangat dekat dengan Berastagi, hanya sekitar 3 kilometer dan dapat dicapai dalam 10 menit perjalanan.

Sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang ramai dikunjungi di Sumatra Utara, persimpangan jalan menuju desa Sempajaya ini selalu dilintasi wisatawan setiap kali menuju Berastagi. Namun peninggalan budaya Karo dalam wujud rumah adat ini tampaknya tidak dirancang sebagai salah satu destinasi wisata untuk jangka panjang, begitulah kenyataannya.

Ketika kami berkunjung ke sana, tinggal tersisa satu rumah adat Karo di desa ini yang kini hanya dihuni oleh satu keluarga saja. Sayang sekali, karena penghuninya tidak di rumah jadi kami tidak bisa melihat-lihat suasana di dalamnya.

"Rumah Sendi", satu-satunya rumah adat Karo yang tersisa di Desa Sempajaya, Kec. Berastagi (Dokumentasi Pribadi)

Mencoba mencari benang merah antara laju kepunahan rumah adat Karo yang tampak jelas di depan mata dengan upaya pelestariannya yang tidak mudah, maka kami melanjutkan perjalanan ke lokasi yang tidak jauh dari desa ini.

Adalah sebuah gereja Katolik, Gereja Inkulturatif Santo Fransiskus dari Assisi yang bercorak tradisional Karo di Berastagi. Masih dalam komplek gereja ada berdiri sebuah bangunan rumah adat Karo yang diberi nama "Rumah Gugung" Tirto Meciho.

Bahan-bahan pembangunan rumah adat ini asli bahan bangunan rumah adat Karo yang didatangkan langsung dari desa Dokan, Kecamatan Merek. Rumah adat Karo ini adalah salah satu di antara lima rumah adat Karo yang sebelumnya berada di desa Dokan, tapi karena kondisinya yang kurang terawat maka atas prakarsa mendiang Pastor Leo Joosten Ginting yang banyak berkiprah dalam upaya pelestarian kekayaan budaya Karo, rumah ini pun dipindahkan ke Berastagi.

Rumah Gugung - Tirto Meciho di komplek Gereja Inkulturatif Santo Fransiskus dari Assisi (Dokumentasi Pribadi)
Rumah Gugung - Tirto Meciho di komplek Gereja Inkulturatif Santo Fransiskus dari Assisi (Dokumentasi Pribadi)

Baca juga: Mengenali dan Mencintai Budaya Sendiri Melalui Sosok Pater Leo Ginting

Rumah adat ini direnovasi dengan bantuan donatur ibu Lisa Tirto Utomo, karenanya nama Tirto Meciho ikut melekat di nama rumah adat ini. Meciho adalah kata dalam bahasa Karo yang berarti bening dan jernih.

Rumah adat ini diresmikan pada 9 Februari 2013. Tanggal peresmian rumah adat yang direnovasi ini bersamaan dengan peresmian Museum Pusaka Karo oleh Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Prof. Dr. HM. Ahmansya, dan diberkati oleh Uskup Agung Medan, Mgr. Anicetus B. Sinaga, OFM, Cap.

Baik renovasi rumah adat "Rumah Gugung" Tirto Meciho maupun pembangunan Museum Pusaka Karo adalah merupakan inisiatif mendiang Pastor Leo Joosten Ginting. Karena kecintaannya kepada Indonesia, dan budaya Karo khususnya, ia pun resmi menjadi WNI pada tahun 1994.

Begitu besarnya peran dan kecintaan beliau terhadap upaya pelestarian budaya Karo. Pastor Leo Joosten meninggal dunia pada Minggu (28/02/2021) dalam usia 79 tahun, dan dikebumikan pada Selasa (2/3/2021) di Sinaksak, kota Pematang Siantar.

Museum Pusaka Karo dan Koleksi Warisan Budaya Karo di Dalamnya

Berdasarkan data pada laman Asosiasi Museum Indonesia, per Januari 2016, terdapat 428 museum di Indonesia. Hingga diakses pada Minggu (3/4/2022) masih tertulis di sana bahwa daftar nama-nama museum anggota asosiasi yang disusun per Januari 2016 itu masih dalam penyempurnaan.

Sementara itu berdasarkan data Kemendikbud, terdapat 436 museum di Indonesia yang terbagi dalam masing-masing pulau dan provinsi di Indonesia. Terdaftar salah satu di dalamnya adalah Museum Pusaka Karo yang berlokasi di Jl. Perwira, Kelurahan Gundaling I, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Meskipun berada di jantung kota Berastagi, dekat dengan Tugu Perjuangan Berastagi, dan Pasar Buah Berastagi, tapi tampaknya museum ini sangat sepi dari kunjungan. Padahal koleksinya cukup lengkap bila dibandingkan dengan museum lainnya di Sumatra Utara yang juga memamerkan artefak dan lain-lain peninggalan budaya Karo.

Baca juga: Wisata Murah dan Aman, Sambil Meluhurkan Museum dan Memuliakan Kebudayaan

Warga Tanah Karo sendiri seharusnya cukup berbangga hati. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdapat tiga museum di Kabupaten Karo dari 21 museum yang terdaftar di provinsi Sumatra Utara.

Selain Museum Pusaka Karo, ada juga Museum Karo di Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat yang dikelola oleh Yayasan Museum Karo Lingga. Namun, museum ini saat ini sedang direnovasi dan belum dibuka bagi pengunjung.

Museum Karo di Desa Lingga, Kec.Simpang Empat, Kab. Karo dalam tahap renovasi (Dokumentasi Pribadi)
Museum Karo di Desa Lingga, Kec.Simpang Empat, Kab. Karo dalam tahap renovasi (Dokumentasi Pribadi)

Desa Lingga sendiri merupakan salah satu desa pemajuan kebudayaan yang ada di Kabupaten Karo ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2021 yang lalu. Desa pemajuan kebudayaan yang satu lagi adalah desa Dokan, Kecamatan Merek.

Sementara itu, museum yang satu lagi bernama Museum Pahlawan Nasional Jamin Gintings yang berlokasi di desa Suka, Kecamatan Tigapanah.

Baca juga: Kisah Sang Mahaputera Utama di Museum Djamin Gintings

Berdasarkan penjelasan dari Kriswanto Ginting, kurator di museum Pusaka Karo ini, hingga saat kedatangan kami ke museum ini sudah ada 1.031 koleksi di museum Pusaka Karo.

Menariknya, sekitar 65% dari semua item koleksi yang terdaftar di museum ini merupakan titipan dari pemilik benda-benda pusaka itu yang dengan sukarela menitipkan benda pusaka miliknya untuk dipamerkan di museum.

Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)
Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)

Lantai II Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)
Lantai II Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)

Saat ditanyakan apa koleksi yang paling berharga di museum ini, salah satunya menurut Kris adalah buku Laklak sebanyak 5 item dan padung-padung 2 set yang dibawa langsung oleh Pastor Leo dari Belgia. 

Buku Laklak adalah kitab yang ditulis dengan aksara Karo, padung-padung adalah anting tradisional Karo yang biasa dipakai oleh wanita Karo pada masa lalu.

Buku Laklak yang ditulis dengan aksara Karo, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)
Buku Laklak yang ditulis dengan aksara Karo, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)

"Padung-padung", anting tradisional yang dikenakan wanita suku Karo pada zaman dahulu (Dokumentasi Pribadi)

Menurut Kris, masih lebih banyak lagi benda-benda dan dokumen peninggalan budaya Karo ini yang berada di Eropa. Sebagian besar di antaranya berada di Belanda, Belgia, Rusia, dan Perancis.

Selain buku Laklak, koleksi paling langka yang relatif cukup lengkap di museum ini adalah beragam benda-benda perhiasan pada suku Karo, kemudian alat-alat perminyakan, beraneka jenis tungkat (tongkat), dan perlengkapan gundala-gundala, sejenis wayang (tari topeng) pada suku Karo.

Ragam benda-benda perhiasan pada suku Karo, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)
Ragam benda-benda perhiasan pada suku Karo, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)

Sebagian dari alat-alat perminyakan pada suku Karo, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)
Sebagian dari alat-alat perminyakan pada suku Karo, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)

Beraneka jenis tungkat (tongkat) koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)
Beraneka jenis tungkat (tongkat) koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)

Perlengkapan gundala-gundala, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)
Perlengkapan gundala-gundala, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)

Bila dikategorisasi secara garis besar, 1.031 koleksi museum Pusaka Karo ini terdiri atas alat-alat pertanian, alat-alat pertukangan, alat-alat rumah tangga, peralatan dan perlengkapan ritual, alat-alat berburu, senjata tradisional, dan alat-alat musik tradisional.

Namun, koleksi yang paling dominan dipamerkan di museum ini adalah alat-alat rumah tangga serta peralatan dan perlengkapan ritual. Selanjutnya disusul artefak yang menyerupai figur atau miniatur yang disebut gana-gana.

Beberapa peralatan rumah tangga pada suku Karo, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)
Beberapa peralatan rumah tangga pada suku Karo, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)

Benda-benda yang merupakan jimat-jimat pada suku Karo, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)
Benda-benda yang merupakan jimat-jimat pada suku Karo, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)

Peralatan satur (catur) Karo (Dokumentasi Pribadi)
Peralatan satur (catur) Karo (Dokumentasi Pribadi)

Bermacam-macam senjata pada suku Karo, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)
Bermacam-macam senjata pada suku Karo, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)

Alat-alat musik tradisional Karo, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)
Alat-alat musik tradisional Karo, koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)

Melihat koleksinya yang cukup lengkap, semoga saja pengelolaan museum ini tetap bisa ditingkatkan demi kualitas penyajian dan perawatan benda-benda pusaka yang disimpan dan dipamerkan di sana. 

Sejauh ini menurut Kris sang kurator, pengunjung yang datang ke museum ini adalah mereka yang memang memiliki minat dan menaruh perhatian terhadap soal-soal budaya, tapi belum begitu menarik animo wisatawan yang datang ke Berastagi untuk berkunjung ke museum ini.

Dulu sebelum pandemi, setiap harinya pasti ada kunjungan murid-murid sekolah baik SD maupun SMP sebanyak 10-30 orang per hari. Menariknya menurut penjelasan Kriswanto, murid-murid SD yang datang ke sana mengaku bukan karena ada tugas dari sekolah atau karena disuruh gurunya, melainkan karena ketertarikan mereka sendiri.

Kriswanto Ginting sudah bekerja di museum ini sejak tahun 2012. Itu bahkan sebelum museum ini diresmikan, jadi ini adalah tahun ke-10 ia bekerja di sana.

Bisa dibilang ia adalah anak didik langsung dari Pastor Leo Joosten yang menggagas museum ini. Ia terkenang bagaimana mereka dulu bersama Pastor Leo mengumpulkan koleksi perdana sekitar 20 sampai 30 benda pusaka otentik peninggalan nenek moyang orang Karo untuk memenuhi syarat minimal mendirikan museum dengan berkeliling kampung-kampung di Tanah Karo.

Museum ini telah distandarisasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai museum tipe C pada tahun 2019 yang lalu. Selama masa pandemi, museum ini hanya dibuka pada hari Sabtu mulai pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB dan hari Minggu mulai pukul 14.00 WIB sampai dengan pukul 17.30 WIB.

Penghargaan dan standarisasi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)
Penghargaan dan standarisasi Museum Pusaka Karo, Berastagi (Dokumentasi Pribadi)

Namun, seiring dengan melandainya kasus positif Covid-19 secara nasional, regional, dan lokal, ada rencana untuk kembali membuka museum ini setiap hari. Tiket masuk pun murah sekali, hanya sekadar sumbangan untuk mendukung swadaya operasionalnya, orang dewasa Rp5.000, SMA Rp3.000, SMP Rp2.000, dan anak kecil/ TK/ SD Rp1.000 per orangnya.

Sejauh yang diingat oleh Kris, masyarakat yang mereka jumpai cukup antusias untuk menyerahkan benda-benda pusaka itu untuk disimpan di museum. Bahkan mereka mendapatkan berapa koleksi yang dibiarkan begitu saja di kandang ternak karena dipandang tidak berharga oleh pemiliknya karena tidak mengetahui dengan baik nilai peninggalan itu.

Meskipun kini masih terkesan sunyi dan kurang diminati, kiranya Museum Pusaka Karo di Berastagi ini bisa terus mengalami pengembangan baik dari sisi koleksi maupun penataan pamerannya seperti harapan mendiang Pastor Leo Joosten.

Seiring dengan itu, bukan tidak mungkin orang-orang di sekitarnya pun akan semakin menyadari betapa bernilainya koleksi warisan budaya Karo yang tersimpan di jantung kota Berastagi itu. Semoga semakin banyak pula orang yang menaruh perhatian terhadap kelangsungan hidup museum itu atau bahkan perkembangannya.

Mejuah-juah.

Rujukan: 1, 2, 3, 4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun