Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menjenguk Batu Malin Kundang di Pantai Air Manis, antara Nostalgia dan Pariwisata

1 Maret 2022   20:00 Diperbarui: 3 Maret 2022   17:50 2696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pantai Air Manis, Padang, Sumatera Barat (Dok. Pribadi)
Pantai Air Manis, Padang, Sumatera Barat (Dok. Pribadi)

Pantai Air Manis berjarak 15 kilometer dari pusat Kota Padang. Ciri khas pantai ini adalah hamparan bibir pantainya yang luas berpasir putih kecoklatan. Meskipun berhadapan langsung dengan lautan lepas samudera Hindia, gelombang di sekitar pantai ini rendah dan tenang, ditambah dengan pemandangan indah Gunung Padang dan sebuah pulau kecil bernama Pisang Kecil.

Kami tiba saat hari masih pagi sekitar pukul 9.00 WIB pada Senin (14/02/2022) yang lalu. Menurut pedagang di sekitar pantai, dari sekitar pukul 12 siang hingga sore hari, kita bisa berjalan kaki ke pulau pisang kecil melintasi bebatuan yang tampak karena air laut yang surut.

Pulau Pisang Kecil tampak dari kejauhan di Pantai Air Manis, Padang, Sumatera Barat (Dok. Pribadi)
Pulau Pisang Kecil tampak dari kejauhan di Pantai Air Manis, Padang, Sumatera Barat (Dok. Pribadi)

Selain terkait dengan cerita tentang Malin Kundang, akses jalan menuju pantai Air Manis ini juga akan membawa kita melintasi cerita lainnya dari sebuah novel yang ditulis oleh Marah Roesli, seorang sastrawan kelahiran Padang. Menuju pantai Air Manis kita akan melewati jembatan Siti Nurbaya.

Panorama dari atas jembatan Siti Nurbaya, Padang, Sumatera Barat (Dok. Pribadi)
Panorama dari atas jembatan Siti Nurbaya, Padang, Sumatera Barat (Dok. Pribadi)

Panorama dari atas jembatan Siti Nurbaya, Padang, Sumatera Barat (Dok. Pribadi)
Panorama dari atas jembatan Siti Nurbaya, Padang, Sumatera Barat (Dok. Pribadi)

Menurut saya pribadi, keberadaan banyak tokoh nasional, termasuk cerita rakyat dan kisah dalam novel-novel yang ditulis oleh para sastrawan asal Sumatera Barat mempunyai andil yang besar dalam mempromosikan pariwisata Sumatera Barat.

Ada kepuasan tersendiri mana kala kita bisa bernostalgia menjejakkan langkah di tempat-tempat yang sudah melekat dalam memori kita. Entah memori itu berasal dari cerita mulut ke mulut, apalagi yang detailnya sudah kita dapatkan sejak dahulu dari bahan bacaan dan tayangan bermutu.

Taruhlah misalnya tentang pelabuhan Teluk Bayur. Selain terkenal karena dipopulerkan oleh Ernie Djohan melalui lagu dengan judul yang sama pada era tahun 60-an, Teluk Bayur juga sudah lama dikisahkan melaui roman "Tenggelamnya Kapal van der Wijck" yang dikarang oleh Hamka dan diterbitkan pada tahun 1938.

Begitu juga dengan kisah novel Siti Nurbaya. Film serialnya ditayangkan di layar kaca TVRI pada era tahun 90-an dan selalu ditunggu-tunggu oleh anak-anak dan orang dewasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun