Pengalaman di dunia nyata masa kini yang terkait dengan segala cerita atau kisah dari masa lalu yang bisa dikunjungi pastilah menarik minat banyak orang untuk mendatanginya. Setidaknya mereka yang pernah mendengar, melihat, dan mengetahuinya akan merasakan kunjungan ke tempat-tempat seperti itu sebagai sebuah momen nostalgia.
Setelah mengunjungi beberapa tempat di Sumatera Barat yang terkait dengan jejak riwayat hidup tokoh-tokoh nasional dan jejak peninggalan sejarah, tidak lengkap rasanya bila tidak mengunjungi tempat yang terkait dengan cerita rakyat Sumatera Barat. Apalagi cerita rakyat Sumatera Barat yang lebih terkenal dari Malin Kundang.
Bila kita kilas balik jauh ke belakang, rerata kita sudah pernah mendengar tentang cerita Malin Kundang saat duduk di bangku Sekolah Dasar. Biasanya cerita ini dimuat dalam pelajaran bahasa Indonesia, atau pelajaran agama di kelas dua atau tiga Sekolah Dasar sehubungan dengan pesan moralnya.
Malin Kundang adalah cerita tentang seorang anak yang durhaka kepada ibunya dan akhirnya dikutuk menjadi batu. Saat Malin Kundang sudah menjadi orang kaya, ia pulang bersama istrinya dengan kapal miliknya.
Malu melihat ibunya yang tua dan miskin, Malin Kundang tidak mengakui ibu kandungnya sendiri di hadapan istrinya. Kecewa melihat anaknya yang durhaka, ibu Malin Kundang pun mengutuknya menjadi batu, ia dan kapalnya berubah menjadi batu.
Apa yang disebut sebagai batu Malin Kundang di sekitar pantai Air Manis itu merupakan gundukan batu yang berada di sisi selatan pantai. Pada salah satu bagiannya ada bongkahan batu berbentuk manusia yang bersujud yang disebut sebagai sosok si Malin Kundang, dan di sekitarnya ada bongkahan batu yang menyerupai dinding kapal.
Â
Cerita Nostalgia dan Pariwisata
Sebagaimana halnya di berbagai daerah lainnya di Indonesia, cerita rakyat setempat seringkali mempunyai peran dalam membantu promosi wisata. Begitu juga dengan batu Malin Kundang dan cerita di baliknya menjadi salah satu magnet yang menarik minat wisatawan untuk datang ke objek wisata pantai Air Manis.
Pantai Air Manis berjarak 15 kilometer dari pusat Kota Padang. Ciri khas pantai ini adalah hamparan bibir pantainya yang luas berpasir putih kecoklatan. Meskipun berhadapan langsung dengan lautan lepas samudera Hindia, gelombang di sekitar pantai ini rendah dan tenang, ditambah dengan pemandangan indah Gunung Padang dan sebuah pulau kecil bernama Pisang Kecil.
Kami tiba saat hari masih pagi sekitar pukul 9.00 WIB pada Senin (14/02/2022) yang lalu. Menurut pedagang di sekitar pantai, dari sekitar pukul 12 siang hingga sore hari, kita bisa berjalan kaki ke pulau pisang kecil melintasi bebatuan yang tampak karena air laut yang surut.
Selain terkait dengan cerita tentang Malin Kundang, akses jalan menuju pantai Air Manis ini juga akan membawa kita melintasi cerita lainnya dari sebuah novel yang ditulis oleh Marah Roesli, seorang sastrawan kelahiran Padang. Menuju pantai Air Manis kita akan melewati jembatan Siti Nurbaya.
Menurut saya pribadi, keberadaan banyak tokoh nasional, termasuk cerita rakyat dan kisah dalam novel-novel yang ditulis oleh para sastrawan asal Sumatera Barat mempunyai andil yang besar dalam mempromosikan pariwisata Sumatera Barat.
Ada kepuasan tersendiri mana kala kita bisa bernostalgia menjejakkan langkah di tempat-tempat yang sudah melekat dalam memori kita. Entah memori itu berasal dari cerita mulut ke mulut, apalagi yang detailnya sudah kita dapatkan sejak dahulu dari bahan bacaan dan tayangan bermutu.
Taruhlah misalnya tentang pelabuhan Teluk Bayur. Selain terkenal karena dipopulerkan oleh Ernie Djohan melalui lagu dengan judul yang sama pada era tahun 60-an, Teluk Bayur juga sudah lama dikisahkan melaui roman "Tenggelamnya Kapal van der Wijck" yang dikarang oleh Hamka dan diterbitkan pada tahun 1938.
Begitu juga dengan kisah novel Siti Nurbaya. Film serialnya ditayangkan di layar kaca TVRI pada era tahun 90-an dan selalu ditunggu-tunggu oleh anak-anak dan orang dewasa.
Kembali ke Malin Kundang. Kepuasan bisa berkunjung ke pantai Air Manis dan melihat apa yang disebut sebagai batu Malin Kundang itu tidak ada kaitannya dengan pembuktian apakah cerita rakyat itu benar atau tidak.
Sebagaimana dikutip dari Kompas.com, menurut Gusti Asnan, sejarawan dari Universitas Andalas Padang, cerita Malin Kundang merupakan cerita rakyat turun temurun yang sudah ada sejak lama, sejak zaman Jepang. Hanya saja, menurut Gusti, kebenaran batu Malin Kundang itu tidak ada dalam sejarah.
"Dulunya itu batu biasa dan ada mirip kapal. Tapi sejak tahun 1980-an, batu tersebut dibuat oleh Pemkot Padang benar-benar mirip kapal dan orang bersujud," kata Gusti. Tindakan itu menurut sang sejarawan bisa saja untuk menarik minat wisatawan datang berkunjung ke pantai tersebut.
Namun, yang jelas cerita rakyat ini sudah cukup berhasil menjadikan tempat ini menjadi salah satu lokasi berfoto yang difavoritkan di sekitar pantai Air Manis.
Pengalaman di dunia nyata masa kini yang terkait dengan segala cerita atau kisah dari masa lalu yang bisa dikunjungi pastilah menarik minat banyak orang untuk mendatanginya. Setidaknya mereka yang pernah mendengar, melihat, dan mengetahuinya akan menganggap kunjungan ke tempat-tempat itu sebagai sebuah momen nostalgia.
Sementara itu, bagi yang tidak pernah mendengar, melihat, dan mengetahui cerita atau kisah di balik sebuah tempat maka tidak mengeherankan bila ia akan menikmatinya dari sisi lain dan menurut sudut pandangnya sendiri.
Pantai Air Manis ini berada di balik gunung Padang, wilayah selatan Kota Padang. Dari kota Padang kita akan terlebih dahulu menanjak perbukitan menuju ke lokasi pantai. Jadi menuju pantai ini kita bisa sambil menikmati pemandangan indah alam perbukitan.
Di hamparan bibir pantainya yang lapang dan landai, nyatanya banyak anak-anak yang lebih suka bermain ATV yang memang banyak disewakan di tempat ini. Harga sewanya sekitar Rp100.000 per jam.
Bahkan, usia tidak bisa menjerat para orang tua untuk hanya sekadar berjongkok saja di sekitar batu Malin Kundang. Mereka pun lebih suka berkeliling pantai naik beca. Apa pun itu, selalu ada cerita baik di balik suksesnya sebuah perjalanan wisata maupun suksesnya perjalanan sebuah objek wisata.
Salam nostalgia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H