Namun, perjalanan ini tidaklah sia-sia. Kepada petugas pengutip karcis di pintu masuk, para perias di ruang bawah istana, kami mengatakan bahwa kami sudah berlarian sedemikian rupa untuk bisa mencapai istana ini.Â
Jadi kami tidak keberatan seandainya kami diminta membantu mereka menutup pintu, jendela, dan gerbang istana karena sudah waktunya harus tutup. Tentu saja sambil bercanda dengan nafas ngos-ngosan.
Istano Rajo Basa Pagaruyung adalah salah satu dari beberapa sisa peninggalan kerajaan Pagaruyung selain makam raja Pagaruyung, prasasti Batusangkar, prasasti Saruaso dan prasasti Bandar Bapahat. Istana ini berlokasi di wilayah Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Istano Rajo Basa merupakan bangunan cagar budaya yang menghadirkan atmosfer kekayaan budaya Minangkabau. Dengan mengunjunginya kita bisa belajar berbagai hal tentang budaya Minangkabau dan sejarah salah satu kerajaan besar Nusantara yang ada di ranah Minang.
Arsitektur bangunan istana ini sangat megah, dengan latar belakang alam pegunungan wilayah Pagaruyung. Selain bangunan utama istana, di lokasi ini kita juga bisa melihat bangunan rumah bedug, surau, dan lumbung padi yang tentu saja semuanya penuh ornamen indah bergaya khas Minangkabau.
Dilansir dari Kompas.com, Kerajaan Pagaruyung: Sejarah, Letak, Pendiri, dan Peninggalan (9/8/2021), dijelaskan bahwa Kerajaan Pagaruyung didirikan oleh Adityawarman pada sekitar 1347 Masehi. Saat itu kerajaan masih bercorak Hindu-Buddha.
Adityawarman adalah seorang keturunan Minangkabau-Jawa. Ia adalah sepupu raja kedua kerajaan Majapahit, Jayanegara, dari pihak ibu.
Kerajaan Pagaruyung berubah menjadi kesultanan Islam pada abad ke-17, pada masa pemerintahan Sultan Alif. Ia menjadi raja pertama Pagaruyung yang masuk Islam.