Melintasi desa itu pada saat malam, terlihat para santri bercengkrama di sepanjang jalan lintas di desa itu. Seakan satu desa itu adalah sebuah pesantren besar.
Barangkali mereka berjalan pulang ke pondok setelah menunaikan sholat berjamaah. Suasana ruas jalan lintas Barat Sumatera terasa ramai di desa itu, tapi juga sekaligus terasa tenang dan bersahabat meskipun suasana gelap karena minim penerangan jalan.
Sebagaimana halnya jalan lintas (jalan trans) di pulau mana saja di Indonesia, setiap tempat di sepanjang jalur lintasan pastilah memiliki kisah dan cerita yang unik dan menarik. Menyusuri jalan lintas memang sesungguhnya juga berarti jalan-jalan dalam makna yang sebenarnya.
Dari sana kita bisa menikmati suasana alam sambil menyusuri sejarah dan mengamati budaya dari insan manusia setempat. Menikmati semua hal itu, selain menikmati makan dan minum ketika beristirahat tentu saja, terasa bermanfaat untuk membantu kita mengatasi mabuk darat di perjalanan.
Hal yang kepadanya kita antusias sepanjang perjalanan akan membuat kita lupa kepada perasaan mual saat bus berkejar-kejaran dengan waktu dan sesama pengguna jalan yang entah mau ke mana.
Tertidur dalam lamunan, saya pun melewatkan pengalaman dari sisa perjalanan hingga tiba di perbatasan. Setelah menempuh perjalanan sekitar hampir 17 jam dari Kabanjahe, kami pun tiba di Lubuk Basung yang termasuk wilayah Provinsi Sumatera Barat pada pukul 23.02 WIB.
Perjalanan melelahkan dalam ketergesaan terasa impas tatkala diganjar dengan pengalaman baru dan remah-remah makna kehidupan yang bisa dipungut sepanjang perjalanan meskipun terdengar remeh.Â
Tentu lebih banyak lagi yang bisa diceritakan pada sisa hari berikutnya dari tempat tujuan yang sayang untuk dilupakan.
Tarimo kasih.