Apakah sebanding mengorbankan kepastian dan kejelasan masa depan pendidikan anak-anak mereka sementara di lain pihak pelaksanaan pesta dan resepsi bebas dilakukan entah dengan alasan apa pun?
Banjir Informasi dan Ketidakpedulian
Informasi sebagai hasil pengolahan data tentu sangat bermanfaat sebagai bahan pengambilan keputusan dan kebijakan. Namun, ada juga keburukan yang bisa muncul dari informasi yang berlimpah.
Disinformasi atau hoaks yang datang menyertai melimpahnya berbagai informasi penting, kurang penting, dan tidak penting membuat banyak energi terkuras untuk memverifikasi apa yang penting dan perlu bagi kita. Tidak jarang kita kelelahan dan menjadi enggan memverifikasi, telan saja dulu, persoalan belakangan.
Ketidakpedulian yang berpadu erat dengan banjir informasi bahkan bisa menghasilkan penafsiran seenaknya. Menjadi semakin gawat bila penafsiran seenaknya itu dilakukan oleh tokoh penting atau public figur di ruang publik.
Akhir-akhir ini mungkin banyak orang di sekitar kita yang mengeluhkan masalah tidak enak badan. Sebagian orang mewanti-wanti, "Awas, meskipun flu biasa tapi bila berobat ke rumah sakit dan di-rapid test, bisa saja dinyatakan positif Covid-19".
Lalu ada juga yang nyeletuk, "Sudah divaksin lengkap, sudah pula divaksin booster, tapi kini kita kembali diberi peringatan waspada terhadap ancaman gelombang ke-3 Covid-19, waspada kepada omicron. Lalu apa gunanya semua vaksin itu disuntikkan ke kita?"
Banjir informasi yang tidak diimbangi dengan penjelasan yang transparan, berimbang, dan mudah dipahami dari pembuat kebijakan dan pihak yang berkompeten, bisa menghasilkan ketidakpercayaan yang berkembang menjadi ketidakpedulian.
The dog barks the caravan passes. Anjing menggonggong khafilah berlalu, begitulah.
"Banyak orang meninggal, dari dulu pun begitu. Bedanya, sekarang sikit-sikit dibilang kena covid", kata sebagian orang.