Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Manfaat dari Keseruan Mengisi TTS

25 November 2021   23:10 Diperbarui: 26 November 2021   12:18 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampul buku TTS (Dokumentasi Pribadi)

Awal kegemaraan saya mengisi teka teki silang (TTS) bermula sejak masih duduk di kelas 3 SD. Saat itu saya tinggal bersama kakek dan nenek di desa selama sekitar empat bulan menunggu kenaikan kelas. Selanjutnya saya pindah sekolah, menyusul bapak dan ibu yang sudah duluan pindah ke kota karena pekerjaan.

Kakek, ayah dari ibu saya, sangat gemar mengisi TTS. Dia berprofesi sebagai guru pada sebuah sekolah dasar negeri di desa tetangga.

Usai mengajar, kakek membantu nenek mengolah sebidang tanah dengan menanami berbagai jenis tanaman. Kami keluarga petani.

Menurut ukuran saya pada masa itu, kakek yang dalam bahasa Karo kami panggil "bulang" termasuk orang terpelajar di desa. Tulisan tangannya bagus meskipun saat mengisi TTS. Perbendaharaan katanya juga sangat memukau, jarang ada kotak TTS yang kosong atau tercoret karena kesalahan mengisi.

Selain itu kakek suka membaca. Itu saya yakini karena ia berlangganan majalah "Tenah". Itu adalah sebuah majalah bulanan yang berisi berbagai ulasan tentang budaya Karo.

Selain majalah itu, kakek juga memiliki banyak koleksi buku untuk anak-anak dan remaja. Ada novel, kumpulan cerpen, buku-buku tentang budaya, sejarah Indoesia dan dunia. Dan tentu saja banyak sekali buku TTS yang semuanya nyaris terisi penuh, serta tersusun rapi pada sebuah rak sederhana di sudut rumahnya.  

Dia juga fasih melakukan percakapan dalam bahasa Inggris. Tak jarang kakek menjadi pemandu wisata bagi turis-turis asing yang datang untuk melihat-lihat beberapa rumah adat Karo yang masih berdiri di desa kami. Itu adalah masa-masa pada sekitar tahun 1992 hingga 1993.

Bila saya merefleksikan masa-masa ketika tinggal di desa bersama kakek dan nenek, gambaran tentang pribadi kakek itu ada hubungannya dengan kegemarannya mengisi TTS. Dari segudang manfaat mengisi TTS, ini empat di antaranya.

1. Meningkatkan Penguasaan Kosakata

Dari berbagai jenis dan bentuk TTS, seperti isi kata dan cari kata, serta teka teki angka, saya lebih menyukai TTS dengan pertanyaan dan jawaban isian mendatar dan menurun. Dari sana kita bisa menemukan banyak kosakata baru yang sebelumnya mungkin tidak pernah  kita dengar.

Kita juga secara tidak langsung sedang mempelajari definisi berbagai kata yang sudah umum, jarang, atau belum pernah kita dengar. Walaupun tampak sederhana, hal ini sebenarnya banyak manfaatnya, karena tidak semua kata dalam TTS pernah kita bahas di kelas bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris di bangku sekolah.

Dari kegemaran mengisi TTS-lah saya mendapatkan pengertian bahwa abi adalah ayah dalam bahasa Arab, ebi sama dengan udang kering, ain adalah mata air dalam bahasa Arab, cerdik atau pandai sinonimnya adalah akil, singkatan bintara dalam bahasa Inggris adalah WO, tab bisa juga berarti biaya dalam bahasa Inggris, RA adalah singkatan laksamana muda dalam bahasa Inggris, epi adalah sinonim untuk permulaan, tag berarti ketinggalan dalam bahasa Inggris.

Mengisi TTS (Dokumentasi Pribadi)
Mengisi TTS (Dokumentasi Pribadi)

Itu hanya beberapa di antaranya. Tentu teman-teman TTS mania di mana saja masih bisa menambah daftar pendek kosakata baru yang bisa ditemukan dalam TTS.

Mengisi TTS terasa seperti proses decoding (penguasaan kosakata) tapi dengan cara menyenangkan, mungkin juga iseng-iseng. 

2. Alternatif untuk Mempelajari Asal Kata

Uniknya lagi, meskipun masih dibutuhkan kajian lanjutan dari sisi ilmu bahasa, terkadang kita merasa sedang mempelajari histori pembentukan sebuah kata. Baik kata yang umum, jarang, maupun yang baru saja kita dengar.

Bagi saya pribadi, belajar memahami kata seperti halnya jalan panjang penurunan rumus dalam matematika. Ketika kita memahami rumusnya maka seperti apa pun bentuk soalnya diobrak-abrik, kita tetap bisa melacak jalan ceritanya dan menemukan jawabannya.

Pelacakan terhadap jejak asal sebuah kata akan membuat kata itu begitu mengkristal dalam benak kita. Hal itu bisa melahirkan semacam jembatan keledai untuk bisa memahami, mengingat arti, dan memaknai sebuah kata. 

Taruhlah misalnya, sebuah pertanyaan dalam TTS tentang kata aim (bahasa Inggris), yang berarti tujuan.

Pertanyaan yang berulang di halaman dan buku TTS yang berbeda atas kata aim, dikombinasi dengan pertanyaan-pertanyaan atas kata dengan makna yang mirip dan berhubungan membawa saya ke sebuah pemahaman bahwa jalan cepat untuk mengingat dan memahami kata aim adalah dengan memaknainya sebagai sebuah akronim dari kombinasi kata yang membentuk frasa ambition in mind, ambisi dalam pikiran.

Tidak sulit untuk menghubungkan tujuan dengan ambisi dalam pikiran. Sebab siapa pun yang hendak menuju suatu tempat atau suatu hal sebagai tujuan pastilah digerakkan oleh sebuah ambisi dalam pikirannya.

Sekarang, meskipun agak memaksakan diri dengan melacak asal kata lemot yang dalam bahasa gaul (prokem) diasosiasikan sebagai seseorang atau sesuatu yang lamban, tidak cakap, sering juga disebut lelet (mis. untuk komputer), itu bisa saja merupakan akronim dari lemah otak. Seseorang dengan otak yang lemah bagaimanapun akan terlihat lamban, tidak cakap, dan juga lelet.

Berbeda halnya dengan kata rudal yang akan kita temukan dalam KBBI sebagai akronim dari peluru kendali. Tidak semua orang merasa tertarik untuk membuka kamus dan mencari arti kata rudal karena tampaknya sudah sangat umum, tapi banyak yang tidak tahu kalau itu adalah akronim.

Orang yang mengisi TTS bisa saja mendapatkan pengetahuan itu (sadar atau tidak) dengan cara yang tidak pernah ia duga. Bagi saya hal ini termasuk menyenangkan.

3. Melatih Diri Mengenal dan Membaca Pola

Mungkin tidak sedikit orang yang menganggap kegiatan mengisi TTS sebagai hal yang sia-sia dan membuang-buang waktu. Bahkan saat ini TTS (dalam bentuk buku) bisa jadi sudah nyaris menjadi artefak.

Kenyataan itu tampak dari toko-toko buku, agen koran, dan warung-warung yang masih ada menjual buku TTS tapi dengan tampilan kertas yang sudah menguning dan tampak usang. Mengisi TTS sudah kalah menarik dibandingkan bermain gim di gawai yang canggih.

Padahal sebenarnya mengisi TTS bisa melatih kita untuk mengenal dan membaca pola. Banyak pertanyaan TTS yang berulang, tapi bukankah pola memang terbentuk dari unsur-unsur yang disusun secara berulang dalam aturan tertentu sehingga dapat diperkirakan kelanjutannya?

Kemampuan mendeteksi sebuah pola bermanfaat untuk mengenal beberapa bentuk tiruan sejenis yang sebetulnya memiliki keteraturan. Orang yang terbiasa melihat keteraturan dalam sebuah teka teki biasanya memiliki pengenalan yang baik akan sebuah desain maupun gagasan yang abstrak.

Dalam TTS, kita sering mendapati pertanyaan pada sebuah halaman diisi sebagai jawaban pada halaman yang lain. Orang yang gemar mengisi TTS pastilah dapat mendeteksi pola dasar pembentuk pertanyaan dan jawaban TTS ini.

Maka tidak heran, ada banyak orang yang tampak mampu mengisi TTS dengan kecepatan yang luar biasa hanya dengan melihat sekilas saja karena sudah mengenal polanya. Bayangkan bila cara seperti ini bisa kita terapkan untuk menjawab masalah-masalah riil kehidupan?

Kalau bisa, pastilah akan lebih menarik menjalani kehidupan yang misterius dan penuh teka teki ini.

4. Mengisi TTS dapat Meningkatkan Minat Membaca

Ini bukan hasil penelitian saintifik, melainkan hanya pengalaman pribadi.

Premisnya sederhana, minat membaca pasti dipengaruhi tingkat penguasaan kosakata. Untuk mengisi TTS diperlukan minat membaca. Kesimpulannya, mengisi TTS pasti meningkatkan penguasaan kosakata.

Bila silogisme ini hanya mengulangi penjelasan manfaat mengisi TTS pada penjelasan manfaat yang pertama, maka itu adalah penegasan bahwa ada pola hubungan yang erat antara mengisi TTS, membaca, dan menulis. Saat mengisi TTS, orang tidak mungkin tidak membaca sederet pertanyaan sekaligus menuliskan jawabannya.

Bila silogisme sederhana ini keliru karena adanya kesalahan dalam membentuk premis mayor dan minor untuk menarik kesimpulannya, maka barangkali hal itu menjadi jawaban logis mengapa TTS (dalam bentuk buku) nyaris menjadi artefak yang sudah lebih cocok dimuseumkan. 

Barangkali mengisi TTS adalah benar sebagai satu lagi bentuk kesia-siaan dalam hidup di bawah kolong langit.

Bila ternyata kesimpulan ini ada benarnya, barangkali logika kita saat ini memang sedang bergeser dari sintaksis dan semantik alami, yang sadar atau tidak bisa kita dapatkan saat mengisi TTS, beralih ke bentuk bahasa pemrograman komputer yang tampaknya lebih segar dan menarik.

Dalam ilmu bahasa, sintaksis berkaitan dengan prinsip dan aturan pembuatan kalimat yang mencakup struktur kalimat dalam bahasa apapun. Sementara itu, semantik berkaitan dengan penyelidikan tentang makna bahasa.

Antara Komputer dan TTS sebagai Penutup

Aturan sintaksis dan semantik yang dipakai untuk mendefinisikan program komputer dalam bahasa pemrograman, membantu kita menjalani kehidupan yang diniatkan semakin mudah dengan mengkomputerisasi nyaris segala hal. Namun, kenyataannya hidup selalu penuh dengan teka teki dan seringkali tidak terduga.

Kita tetap saja dituntut mampu mengenali asal-usul dan pola pembentukan berbagai persoalan dalam hidup agar kita tidak keliru memberi makna. Seperti halnya proses menarik kesimpulan melalui silogisme, kita perlu cermat menentukan siapa yang menjadi subjek dan apa yang menjadi predikat dalam premis-premis kehidupan yang tampaknya selalu dan akan tetap penuh teka-teki ini.

Sesekali kita menjawab sekenanya dan sembarangan saat mengisi TTS, yang penting kotaknya terpenuhi dan minim coretan karena salah menjawab agar bersih kelihatannya. Kadang jawaban itu benar, tapi kadang jawaban itu juga ngawur.

Namun, tidak ada salahnya juga mencoba membuat kesimpulan di awal, asal kita yakin sudah membangun premis yang masuk akal. Bagaimanapun TTS sering memberikan manfaat yang tidak terduga. Cobalah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun