"Makan apa, Bang?" tanyanya, sambil mencolek sedikit sambal giling dari panci, menyendok sedikit kuah kari, dicampur dengan sayur tauco. Semua itu dibungkus bersama dengan nasi gurih yang aku pesan untuk dipadupadankan dengan ikan tongkol goreng.
Pagi itu, sebagaimana pagi hari-hari yang lalu, beberapa pria pekerja pasar ikut memesan sarapan pagi untuk dibungkus, sebagain lagi menyantapnya di lokasi. Demikianlah, sekilas kesibukan di sebuah gerobak penjual sarapan pagi di suatu sudut kota Kabanjahe.
Kesibukan biasa yang terjadi setiap hari, tapi juga sekaligus nyaris luput dari perhatian dan liputan. Tapi begitulah realitas pagi hari. Selain karena ketergesaan mengejar suatu hal sehingga tidak sempat sarapan pagi di rumah, ada banyak hal yang membuat bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak, dan orang-orang dari berbagai kalangan dan usia memburu jajaan sarapan pagi.
Kilasan kenyataan itu terjadi hampir setiap hari, sepanjang minggu, bulan, dan tahun, di antara deru kendaraan dan lalu-lalang orang-orang di setiap sudut kota pada suatu pagi. Untuk setiap butiran nasi yang bisa dinikmati, patutlah setiap orang berdoa dalam hati "Terima kasih Tuhan. Berkatilah makanan kami. Ampunilah kami akan kesalahan kami."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H